Liu An tidak bisa tidur malam ini, ia hanya bisa bergerak tidak beraturan di atas ranjang. Menatap langit-langit kamar yang terlihat begitu membosankan untuknya. Ia harus segera pergi mencari keberadaan Yue keesokan harinya, akan tetapi … sampai detik ini, matanya tidak mau terpejam.
Akhirnya … Liu An beranjak dari tempat tidur dan berjalan keluar dari pintu lain yang ada di dalam kamar itu. Liu An berjalan mengendap-endap di kegelapan malam. Tidak ingin ada yang mengetahui apa yang dilakukannya, Liu An terlihat sangat berhati-hati dalam langkahnya.
Ia kembali ke area bukit yang ada di belakang istana. Di sana terlihat jelas pemandangan malam yang begitu indah. Tidak hanya itu, Liu An seperti dituntun oleh beberapa kunang-kunang yang terbang menerangi langkahnya.
Sampai di bukit, Liu An tidak tahu jika ada air terjun yang begitu indah pada malam hari. Ia juga melihat ada tempat duduk di sana, seperti sering digunakan seseorang. Liu An pun duduk di potongan kayu yang berada di bawah pohon besar dan rindang. Ia melihat ada satu set panah dengan busurnya di balik pohon itu, lalu meraihnya.
“Milik siapa ini?” gumam Liu An.
Liu An mengamati busur panah itu, dan menemukan ukiran nama dirinya di sana.
“Mungkinkah … ini milik Liu An sebelum ia –“ Liu An menghentikan ucapannya dan mulai mencoba untuk menggunakan panah itu.
Satu anak panah telah siap untuk melesat. Liu An dengan tangan sedikit bergetar mulai membidik pohon yang ada di depannya. Dan seketika, anak panah itu tertancap di sana.
“Astaga! Tembakan yang sangat tepat, mungkinkah aku harus berlatih?” gumam Liu An.
Tidak lama kemudian, Liu An melihat ada seekor rubah dengan bulu putih seperti salju, dan memiliki mata emas, datang menghampirinya. Liu An nampak tidak asing dengan mata itu, akan tetapi pikiran itu hilang begitu saja saat melihat rubah itu semakin mendekat dan seperti menyuruh Liu An pergi dari sana.
“Maaf, aku tidak ingin pergi dari tempat ini. Jika kau tidak keberatan, aku ingin di sini,” ujar Liu An.
Seketika rubah itu terdiam dan memilih untuk duduk di tempat yang Liu An temukan tadi. Liu An tersenyum melihat rubah itu tidak lagi mengganggu dirinya.
Liu An kembali membidik pohon yang ada di hadapannya dan melatih diri untuk mengggunakan panah itu dengan benar. Beberapa kali sasaran Liu An meleset karena rasa kantuk yang sudah mulai hadir.
“Hoams … kenapa aku merasa mengantuk? Sepertinya tempat ini sangat nyaman, sehingga membuat aku semakin ingin tidur,” ujar Liu An.
Sementara itu, rubah yang tadinya duduk di tempat itu, kini menghilang entah kemana.
“Rubah yang aneh, dia datang dan pergi dengan sesuka hati. Dia bahkan tidak peduli jika aku masih ada di sini dalam kondisi mengantuk,” gerutu Liu An.
Liu An akhirnya menghentikan kegiatan itu dan berjalan ke pohon besar. Ia duduk dengan kepala yang bersandar di badan pohon.
“Hoams … kenapa sangat mengantuk.”
Liu An perlahan memejamkan mata, ia masuk ke dalam alam mimpinya.
***
‘Suzy … bangun!’
Suzy terbangun dan melihat ke sekitarnya. Ia melihat ada seorang pria bertubuh besar yang tidak lain adalah malaikat maut.
“Kenapa aku ada di sini lagi?” tanya Suzy.
“Kau sangat ceroboh! Bagaimana bisa kau terkena racun dan kembali kemari?”
“Apa? Racun? Bukankah aku hanya merasa mengantuk?”
“Bodoh!” maki malaikat maut.
“Kembali kan aku! Aku tidak ingin mati sekarang! Aku mohon!” ujar Suzy dengan menyatukan dua telapak tangannya untuk memohon.
“Kau sangat mengesalkan!” ujar malaikat maut.
“Ayolah! Bantu aku lagi!”
“Kenapa aku harus membantumu?”
“Aku baru saja menjalani kehidupan selama beberapa hari, dan sekarang harus kembali kemari. Itu sangat tidak adil!” ujar Suzy.
Malaikat maut itu terlihat begitu kesal, ia menghilang secara tiba-tiba dan membuat Suzy kebingungan. Beberapa kali ia berteriak memanggil malaikat maut yang pergi meninggalkan dirinya di sana.
“Bagaimana ini? Kenapa aku bisa bodoh sekali!” ucap Suzy sembari memukul kepalanya sendiri.
Ia pun duduk di sudut tempat itu, dengan menenggelamkan wajahnya diantara tangan dan kaki. Suzy terus berharap dan berdoa agar bisa kembali.
Sementara itu, di sisi lain. Malaikat maut sedang menemui seseorang yang biasa memutuskan kehidupan selanjutnya untuk jiwa yang sudah tiada.
“Kenapa?” tanya seorang dewa.
“Wanita ini, dia kembali mati.”
“Masukkan dia ke dalam!”
“Tapi, masa hidupnya masih ada.”
“Aku –“
“Maaf jika aku lancang, bisakah aku membawa kembali jiwa Nona itu?” tanya seorang pria dengan rambut putih dan mata emas.
“Arm … apa yang kau lakukan di sini?” tanya malaikat maut.
“Aku adalah penjaga tubuh Putri Liu An, anak dari Ratu Mo Ai,” jelasnya.
“Untuk apa kau datang kemari?”
“Aku hanya ingin membawanya kembali ke sana,” ujar pria itu.
“Arm, di mana kau saat ia terkena racun di bukit itu?” tanya malaikat maut.
“Maafkan aku, ternyata ada orang lain yang berusaha untuk merubah wujud menjadi diriku saat di atas bukit itu,” jelasnya.
“Rubah berbulu putih hanya dirimu, siapa yang berani menirukan wujud itu?” tanya malaikat maut.
“Entahlah, aku masih harus memburunya. Dan yang jelas, ia tidak menyukai keberadaan Putri Liu An.”
“Baiklah, kau bisa membawanya pergi setelah ini. Biarkan aku bermain dulu dengan jiwa menjengkelkan itu,” ujar malaikat maut.
“Baiklah, aku akan menunggunya di istana,” ujar pria bernama Arm.
Setelah kepergian pria itu, malaikat maut juga kembali menemui Suzy. Di sana, ia melihat Suzy sedang bersedih, melamun dan memikirkan jika kehidupannya tidak bisa kembali lagi.
“Hei, apa yang kau lakukan di sana?” tanya malaikat maut.
“Apa kau sudah memutuskan untuk membawaku pergi atau mengembalikan aku?” tanya Suzy.
“Ya, aku akan kembali bertanya dan memberikan pilihan padamu,” ujar malaikat maut.
“Benarkah?” tanya Suzy dengan wajah berseri.
“Satu … kau hidup kembali ke dalam tubuh Putri itu, dan menjalani kehidupan yang penuh bahaya. Atau, kau kembali ke dalam tubuhmu sendiri yang kini terbaring lemah di rumah sakit. Tetapi, jika kau kembali, tentu kau akan hidup dalam kecacatan,” ujar malaikat maut.
“Kenapa kau memberikan pilihan yang sulit dan semua merugikan aku?” protes Suzy.
“Waktumu hanya sepuluh detik.”
“Apa?”
“Lima, empat … .”
“Baik, aku memilih kembali ke dalam tubuh Putri itu!” jawab Suzy.
“Pilihan yang bagus,” ucap malaikat maut.
Akhirnya jiwa itu terlempar kembali ke dalam tubuh Liu An. Ke dua mata Liu An kembali terbuka, dan di hadapannya ada seorang pria yang tidak lain adalah Yan Jie.
“Yan Jie,” panggil Liu An.
“Putri, akhirnya kau kembali,” ucap Yan Jie lega.
“Bawa aku pergi,” ucap Liu An.
Dengan sigap, Yan Jie meraih tubuh Liu An dan membawanya kembali ke dalam kamar yang ada di istana. Dalam pelukan Yan Jie, beberapa kali mata Liu An menatapnya dengan kagum. Tidak hanya itu, detak jantung Liu An semakin kencang saat kedua mata mereka saling tatap.
“Apa ada yang ingin kau katakan, Putri?” tanya Yan Jie.
“Tidak, biarkan aku tetap seperti ini untuk beberapa saat. Aku yakin, kau tidak akan keberatan bukan?”
“Tidak, karena itu adalah salah satu tugas ku untuk menjaga dan membuat mu nyaman,” ujar Yan Jie.