BAB : 2

1203 Kata
Nessa menghembuskan napas lelahnya setelah berlari menghindari kejaran para rentenir. Ia menyewa sebuah kos-kos'an yang berada tak jauh dari lokasi sekolahnya. Lumayan ... nggak perlu memikirkan ongkos angkot, karena bisa sampai ke sekolah hanya dengan berjalan kaki. Janesaa Virly Rein. Usianya saat ini baru menginjak 17 tahun, dan ia merasa hidupnya sangat tak tenang. Tak bisa dibayangkan bagaimana nasibnya kalau sampai tertangkap oleh orang-orang berbadan besar itu. Tamat sudah kehidupannya di bumi ini meskipun belum bergelar Almarhumah. "Permisi ..." Panggilan seseorang di depan pintu kos'an membuat matanya yang baru mau terlelap kembali terjaga seketika. Segera ia bangun, keluar dari kamar dan berjalan menuju pintu depan. Pintu terbuka, dan menampakkan seorang ibu-ibu berdiri di sana. "Maaf, dek. Cuman mau nanya, kapan pembayarannya bisa diberikan? Soalnya kalau belum jelas, ada yang mau ngekos disini dan dia mau bayar langsung," jelas Ibu itu. "Oiya, bentar, Bu ... saya ambil uangnya dulu," ujar Nessa segera berlalu kembali menuju kamar untuk mengambil uang. Beberapa saat kemudian, ia kembali dengan membawa uang beberapa ratus ribuan dan memberikan pada ibu-ibu itu yang ternyata adalah si pemilik kos'an. Berat, sih, sebenarnya memberikan uang segitu banyak. Apalagi itu semua adalah uang tabungannya. Tapi, mau bagaimana lagi, keadaan membuatnya harus ikhlas. "Yasudah, kalau begitu saya permisi dulu," pamit si pemilik kos. Tapi, baru beberapa langkah berjalan, ia kembali menghampiri Nessa. "Satu lagi dek, di sini dilarang membawa teman cowok, jadi, tolong dipatuhi, ya?" "Oh, iya, Bu," jawabnya pasti. Siapa juga teman cowok yang akan ia bawa, apalagi pacar, enggak punya sama sekali. Ingin kembali tidur, tapi kelaparan tiba-tiba menyerang lambungnya. Benar-benar tak pengertian sekali, kenapa rasa itu harus sering muncul di saat kantongnya sedang kering. Akhirnya, ia segera pergi menuju sebuah warteg yang berada tak jauh dari kos'an. Lumayanlah, satu porsi kecil bisalah mengganjal perutnya hingga nanti siang. Karena jadwal makannya selanjutnya sudah ditanggung oleh pemilik cafe tempatnya bekerja paruh waktu. Selesai makan yang juga ini merupakan sarapan baginya, Nessa segera tidur. Ia bisa istirahat beberapa jam sebelum berangkat kerja. Ya ... Ini sudah jam 10 dan perutnya baru mendapatkan asupan nutrisi. Benar-benar menyedihkan. ---000--- Namanya Anggara Surya Dipta. Siapa yang tak mengenal dirinya. Putra tunggal dari pemilik perusahaan ternama yang bergerak di bidang pertambangan emas. Sebagai anak tunggal, tentu saja hidupnya bisa dikatakan sudah bergelimang harta. Apa yang ia inginkan bisa didapatkan hanya dengan menjentikkan jemarinya. Itu perumpamaan karena mudah terkabulnya semua yang ia mau. Wajah tampan, harta berlimpah, tapi satu yang tak ia miliki, bahkan susah ia dapatkan. Apalagi kalau bukan pendamping hidup. Sedikit memalukan memang, di usianya yang sudah menginjak kepala tiga, dirinya belum punya pasangan. Bukan karena tak ada wanita yang mau dengannya, hanya saja, ia mau mencari wanita yang menerima dirinya karena rasa bukan harta. Tapi sepertinya itu sangat sulit. Terlebih, kisah cinta masa lalunya yang sedikit menyedihkan juga mempengaruhi pencarian cinta barunya. "Angga, gimana dengan pembicaraan kita kemarin?" tanya seorang wanita paruh baya menghampirinya yang saat itu sedang duduk di tepi kolam renang. "Yang mana, Ma?" tanya Angga tak acuh dan masih berfokus pada ponsel di tangannya. "Jangan pura-pura lupa. Atau, kamu sudah menyerah? Oo ... itu berarti kamu udah dengan suka rela menyerahkan semua warisan pada panti asuhan." Barulah, mendengar itu semua fokusnya buyar seketika. "Ma ... kasih aku waktu. Mama sama Papa baru bilang kemarin, masa iya aku langsung bisa dapetin calon istri dalam satu hari? Kalau cewek yang cuman dipake buat semalam mah banyak," jelas Angga. "Memangnya boleh?" Wanita bernama Grace itu langsung menempeleng kepala putranya karena kesal. Bagaimana ia tak kesal, jauh-jauh ia sekolahkan ke negeri seberang, sekian juta bahkan milyaran uang yang ia keluarkan untuk pendidikannya, tapi sekarang malah pemikirannya jadi m***m seperti itu. "Mama mau kamu punya istri, bukan wanita nggak benar," omel Grace. "Yaudah, kalau gitu kasih aku waktu dulu. Paling nggak, ya ... dua atau tiga bulan," pinta Angga. Kali ini Grace malah mendorong Angga hingga putranya itu langsung nyemplung ke dalam kolam renang. "Mama apaan, sih," kesalnya yang sudah berada di dalam kolam. "Makanya Angga ... apa yang Mama sama Papa suruh, itu yang mesti di lakuin. Kami cuman ngasih kamu waktu empat hari, bukan dua bulan. Dapat? Bagus ... nggak dapet? Ya ... mungkin memang nasib kamu nggak bisa jadi pewaris dari aset-aset keluarga kita," terang Grace sambil berlalu pergi meninggalkan Angga yang sudah basah kuyup. Sepertinya empat hari kedepannya adalah hari yang berat. Bagaimana bisa ia menemukan wanita yang mau menikah dengannya. Tentunya bukan karena uang. Ah ... ini sangat sulit. Setelah selesai berbenah dan rapi seperti biasanya, ia segera pergi dari kediamannya. Kemana lagi kalau bukan menemui sahabatnya, Nico. "Udahlah ... jangan terlalu dipikirin," saran Nico pada Angga yang sampai di apartment-nya sambil uring-uringan. "Gimana gue nggak mikirin, waktunya cuman empat hari, Nic. Mau gue cari kemana tuh cewek?" Nico menjentikkan jemarinya saat sebuah ide tiba-tiba muncul di kepalanya. "Gue punya solusi," ujarnya. "Apa?" "Gimana kalau lo nyarinya di biro jodoh aja," saran Nico. "Kalau di biro jodoh mah, gue yakin dengan pasti bakalan banyak yang mau. Tapi yang gue pingin, wanita yang menerima gue bukan karena harta. Mustahil, kan?" "Iya juga, ya." Nico membenarkan penjelasan Angga dan kembali berpikir. "Ntar, kita pikirin lagi. Gue mau makan di luar, Lo mau ngikut, nggak?" Angga mengangguk menyetujui ajakan Nico. Kebetulan, ia juga belum makan siang. Mereka berdua menuju sebuah cafe yang tak jauh dari apartment Niko. Baru pertama kali, sih, mereka makan di sini. Ini juga karena rekomendasi dari salah satu sobat mereka yang bernama Willy. "Lo mau pesen apa?" "Terserah lo aja," jawabnya. "Gue nerima telepon bentar, ya," ujar Angga beranjak dari kursinya dengan tatapan mata tetap ke layar ponsel yang ada di tangannya. Karena terus fokus pada layar hp, saat berjalan menuju pintu keluar secara tak sengaja Angga malah bertabrakan dengan salah satu pelayan cafe. Tabrakan itu mengakibatkan minuman yang dibawanya jatuh dan gelasnya pecah, berserakan di lantai. "Kalau jalan, lihat-lihat dong! Baju saya sampai basah begini!" Angga langsung mengomeli pelayan cafe karena pakaiannya terkena tumpahan minuman. Saat melihat wajah si pelayan, ternyata dia adalah orang yang sama dengan gadis yang hampir ia tabrak. Dialah, Nessa. "Kamu?" tunjuk Angga. "Om! Yang tadi pagi memang salah saya, tapi kali ini Om yang salah. Kalau jalan jangan sambil nelepon dong!" Kali ini giliran Nessa yang mengeluarkan omelannya. "Astaga ... Nessa! Apa-apaan ini!?" Pemilik cafe atau lebih tepatnya Bos dari Nessa tiba-tiba datang. "Kamu mecahin gelas-gelas mahal ini!" "Ini bukan salah saya, Pak ... tapi dia," tunjuk Nessa ke arah Angga. "Enak saja, kamu jalan nggak hati-hati dan sekarang malah menyalahkan saya! Ah, kalau tahu begini saya menyesal maka siang di sini," balas Angga tak terima dengan tuduhan Nessa padanya. "Nessa! Mulai hari ini kamu saya pecat!" "A-apa, Pak, dipecat?" "Ya ... saya nggak mau pelanggan pada pergi karena kecerobohan kamu." Laki-laki berperawakam agak tua itu mengeluarkan beberapa uang ratusan ribu dari kantongnya dan memberikan ke telapak tangan Nessa. "Ini gaji terakhir kamu!" Setelah memberikan uang, ia segera berlalu pergi dari sana setelah sebelumnya meminta seorang cleaning service untuk membersihkan pecahan-pecahan gelas yang masih berserakan di lantai. Angga mengumbar senyuman kemenangannya pada Nessa sebelum beranjak pergi dari sana. Sementara Nessa sendiri, apalagi yang ia lakukan kalau bukan menahan kekesalan berlipat ganda, saat menerima kenyataan kalau dirinya sudah dipecat karena sebuah kesalahan yang tak ia lakukan sama sekali.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN