DUA

1706 Kata
〰〰〰〰〰 Nessa menjilati es krim jumbo yang berada di tangan kanannya. Ini es krim yang kedua setelah sebelumnya ia menghabiskan es krim stroberi toping keju. Kali ini rasa coco pandan toping keju. Rasanya favorit Nessa. Nessa masih terus menjilati es krim di tangannya dan tak mempedulikan tatapan ilfeel Nevan. Emang gue pikirin? Pikir Nessa dalam hati. "Pelan-pelan kalo makan. Habis ni kita pulang!" "Sabar napa? Ini juga belum habis!" Sahut Nessa sambil melirik sekilas ke arah Nevan. Nevan hanya membalas dengan tatapan tajam. Nessa tidak takut dengan sorot mata itu. Itu sudah makanan sehari-hari untuknya. "Buruan habisin trus pulang--!" "Nambah 1 lagi ya!" Pinta Nessa. Ia memasang wajah semelas mungkin agar Nevan mau menuruti keinginannya. "Nggak ada. Lo udah makan 2 es krim. Kalo penyakit lo kambuh, gue nggak ikut-ikut!" Nessa berdecak sebal dan sedikit menghentakkan kakinya ke tanah. "Cuman makan es krim doang nggak bakalan kambuh. Ya ya ya...satu lagi ya!!" "Bukan masalah es krimnya Emery...tapi ini udah telat jam makan siang. Lo bandel banget sih di bilangin!" Nessa tak menanggapi dan dengan rakus ia melahap es krim yang tersisa sedikit lalu memesan lagi. "Bang 1 lagi ya. Vanila toping keju!" Teriaknya. "Oke Neng!" Sahut Abang penjual es krim dengan mengacungkan jari jempolnya. Nessa tersenyum puas. Nevan hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Nessa. Tak butuh waktu lama, es krim ketiga sudah ada di tangan Nessa. Es krim vanila dengan saos keju meleleh di atasnya. Tak menunggu waktu lama, Nessa langsung melahapnya tanpa ampun. "Ck. Jangan panggil gue kalo Mama sampe marahin lo ntar!" Ancam Nevan. Nessa hanya menganggukkan kepalanya karena mulutnya sibuk menikmati es krim. Tanpa sadar jemari Nevan mengusap ujung bibir Nessa yang terkena es krim. "Umur berapa sih? Makan es krim aja belepotan kayak gini?" Nessa tertegun sebentar lalu tersenyum dan ikut mengusap sudut bibirnya yang lain. "Lo emang Abang gue yang paling perhatian!" Ucapnya tulus. Nevan tak merespon ataupun sekedar tersenyum. Dasar si muka triplek. Flat banget kayak nggak bisa senyum. Padahal aslinya sekali senyum, seisi sekolah bisa klepek-klepek di buatnya. Gumam Nessa dalam hati. Nessa kembali melahap es krimnya dan seketika giginya terasa ngilu. Tanpa sadar ia menjatuhkan sisa es krim di tangannya dan langsung memegang pipi kanannya. Rasanya benar-benar ngilu. "Nes. Lo kenapa?" Suara Nevan terdengar panik. Ia beranjak dari tempat duduknya dan langsung duduk jongkok di depan Nessa. Nessa menggeleng pelan dengan tangan masih berada di pipi kanannya. Belum juga rasa ngilunya menghilang, kini perutnya juga terasa sakit. Otomatis tangan kirinya langsung memegang perut yang terasa melilit. "Sa-sakit Nevan..!" Rintihnya pelan. Tanpa babibu lagi, Nevan langsung membalikkan badannya dan menyuruh Nessa untuk naik ke punggungnya. Nessa menuruti perintahnya dan dengan sekuat tenaga ia naik ke punggung Nevan. "Ini Bang. Kembaliannya ambil aja!" Nevan menyerahkan selembar uang 50ribu dan langsung melangkah cepat menuju motor sportnya. Mendudukkan Nessa di jok belakang. "Masih kuat kan?" Tanyanya. Nessa hanya menganggukkan kepalanya. Nevan lalu naik ke jok depan dan menarik kedua tangan Nessa. Melingkarkannya di pinggangnya. "Pegangan yang bener. Jangan sampe lo jatuh. Bisa di bunuh gue sama Mama!" Sepertinya penyakit Nessa kambuh. Ia merasakan Nevan mulai melajukan motornya. Nessa memejamkan matanya dan menggigit bibir bawahnya saat rasa sakit itu kembali menyerang. Selama perjalanan, Nevan hanya terdiam. Tangan kirinya sekali-sekali mengusap punggung tangan Nessa dan kadang menepuk-nepuknya pelan. Keringat dingin mulai beemunculan dan badan Nessa semakin terasa lemas. "Nevan....gue nggak kuat!" Kata Nessa pelan layaknya orang yang sedang membisikkan sesuatu. "TAHAN. BENTAR LAGI SAMPE!" Balas Nevan dengan berteriak. Nessa terus menahannya dan kadang sempat merintih. Ia mencengkram seragam sekolah Nevan saat rasa sakit itu melanda. Dan Nevan mengetahuinya. Ia langsung menggenggam jemari Nessa dan mencium telapak tangannya. Rasanya hangat dan nyaman. Itu yang dirasakan Nessa saat ini. "Lo harus kuat. Lo harus kuat!!" Katanya yakin. Nessa hanya bisa tersenyum tipis dan mencoba mempertahankan kesadarannya. 〰〰〰〰〰 Nevan menghentikan motornya di halaman rumah dan langsung menggendong tubuh Nessa ala bridal style. Masuk ke dalam rumah. Begitu langkah Nevan masuk ke dalam ruang tamu, terdengar suara Mela yang setengah berteriak. "NEVAN! NESSA! ASTAGHFIRULLAH. APA YANG TERJADI? Nevan, adikmu kenapa?!" Mela terdengar sangat panik. Nevan masih diam tak menjawab. Nessa di bawa masuk ke dalam kamar dan Nevan membaringkan tubuh Nessa ke tempat tidur. Mela melepas sepatu Nessa sementara Nevan sibuk membuka kancing kemeja Nessa. Hanya satu kancing bagian atasnya saja. Agar Nessa bisa bernafas lega. Lalu Mela menarik selimut sampai sebatas d**a Nessa. Nessa masih sempat menatap mereka bergantian. Nevan lalu duduk di tepi tempat tidur. Tangannya sibuk membuka laci dan mengambil obat. Tangan kirinya meraih gelas berisikan air putih. "Minum ini dulu!" Nessa menurut dan mencoba bangun. Mela langsung membantunya. Obat pereda nyeri lambung sudah Nessa minum. Nessa kembali berbaring. Nevan meletakkan kembali gelas itu ke atas nakas. "Kenapa adikmu? Kalian dari mana aja? Kenapa jam segini baru pulang?" Cerca Mela. Nevan terdiam. Ia menatap Nessa dengan raut wajah yang terlihat sangat cemas. "Maaf Ma. Tadi aku ngajak Nessa jalan sampe lupa pulang!" Nessa menggeleng pelan. Nevan selalu membela Nessa. Padahal tadi Nevan sempat mengancam Nessa tidak mau ambil pusing jika penyakitnya kambuh. Dan tidak mau tau jika Mela memarahinya. "Kamu ini udah tau adikmu punya magh...kenapa nggak di ajak pulang langsung? Setidaknya kamu ajak adikmu makan dulu. Emangnya uang jajan yang Mama kasih kurang?" Nevan menggeleng pelan tapi tatapan matanya tak lepas dari wajah Nessa. "Maaf Ma. Lain kali aku janji bakalan pulang tepat waktu!" "Udah berapa kali kamu bilang janji sama Mama? Kalo Papa sampe tau, bisa perang dunia nanti!" Nevan tak bergeming. "Maafin Nevan Ma. Bukan salah dia. Aku yang salah. Aku nggak mau di ajak pulang malah keasyikan makan es krim!" Terang Nessa pelan. Mata Nevan dan Mela melotot ke arah Nessa. Mata Nevan seolah-olah mengatakan. 'Diem lo'. "Apa? Kamu makan es krim? Aduuuuh...Nessa. Mama udah ngomong berkali-kali sama kamu. Makan nasi dulu baru makan es krim. Mama tebak nih.. kamu pasti makan es krim banyak kan?" Nessa mengangguk pelan. "Bagus. Kalo kamu nggak bisa nurut sama Mama. Mama bakalan masukin kamu ke pesantren--!" "GAK MAUUUUU!!" Pekik Nessa nyaring. "Nessa nurut Ma. Nessa janji!" Mela menghela nafas sambil memutar bola matanya. "Kalo udah kayak gini aja kamu bilang nurut. Kemaren kemana aja??" "Maaf Ma...!" Ucap Nessa pelan. Mela hanya menggelengkan kepalanya. "Ya udah istirahat bentar. Habis gitu makan!" Titah Mela. "Iya Ma!" Mela lalu keluar dari kamar  Nessa, lebih tepatnya kamar Nevan dan Nessa. FYI, sejak kecil hingga sekarang Nessa masih sekamar dengan Nevan. Nessa dan Nevan tidur bersama. 1 tempat tidur di pakai untuk berdua. Nessa sudah terbiasa tidur dengan Nevan. Karena Nessa tidak akan bisa tidur jika tidak ada Nevan di sampingnya. Dan Nevan sendiri tidak akan bisa tidur jika tidak memainkan ujung rambut Nessa. Dia akan memainkannya dan kadang menciuminya hingga ia terlelap. "Maafin gue!" Ucap Nessa pelan. Nevan hanya mengangkat kedua pundaknya. Ia lalu beranjak dari tempat tidur dan melangkah menuju lemari. Mengambil baju ganti untuk Nessa dan baju gantinya sendiri. "Nih. Ganti baju dulu trus kita makan!" Katanya sambil melempar piyama doraemon ke arah Nessa. Nevan lalu membuka baju seragamnya. Dan dengan jelas perutnya yang kotak-kotak terpampang di depan mata Nessa. Pemandangan itu hanya sekilas karena Nevan langsung memakai kaos santainya. Saat dia hendak membuka celananya, spontan Nessa menutup kedua matanya. "Gila. Lo pikir ini tontonan gratis. Sana ganti baju di kamar mandi!" Pekik Nessa. "Bawel lo. Biasanya juga nggak pernah protes kalo gue buka celana!" Sahut Nevan santai. "Gue nggak mau mata gue ternoda. Buruan sana!" Nevan tak menjawab tapi ia langsung melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Nessa mendengus pelan. Sebal dengan tingkah absurd saudaranya. Tak sampai 5 menit Nevan sudah keluar dengan memakai celana jeans selutut. "Lo kok belum ganti?" Tanya Nevan. "Kamar mandinya kan cuman 1. Ya gue nungguin lo laah...!" "Sok jaim lo. Biasanya juga ganti baju di depan muka gue!" Set. Buk. Nessa melempar bantal ke wajah Nevan tapi ia langsung menangkapnya. "Itu dulu. Sekarang nggak!" "Ck. Lagian gue nggak minat sama yang model flat!" "Flat? Apaan?" Tanya Nessa bingung. Nevan melirik ke arah Nessa. Tapi tidak menatap wajah Nessa melainkan menatap ke arah d**a. Spontan Nessa langsung menyilangkan kedua tangannya di depan d**a membuat Nevan malah terbahak. "Muka lo itu yang flat!" Sungut Nessa kesal. Ia beranjak dari tempat tidur dan langsung masuk ke kamar mandi. Nessa masih bisa mendengar suara tawa Nevan tapi perlahan suaranya menghilang. Nessa yakin jika Nevan sudah keluar. Nessa sudah selesai ganti baju dan melangkah keluar kamar mandi. Keadaan kamar kosong. Nevan pasti sudah keluar. Ia lalu melangkah menuju tempat tidur, berniat merapikan bantal dan selimut. Tapi tiba-tiba... "DORRR!!" Teriak Nevan sambil memegang kedua pundak Nessa. "AAAAAAARGHHH!" teriak Nessa tak kalah nyaring. Ia langsung membalikkan tubuhnya tapi sialnya tubuhnya malah limbung dan mendarat di atas tempat tidur. Kedua tangannya refleks menarik baju Nevan hingga membuat laki-laki itu ikut terjatuh dan menindihnya. Mata mereka terpaku. Hidung mereka saling menempel. Jantung Nessa rasanya berdetak tak karuan. Rasanya seperti mau pecah. Hembusan nafas Nevan menerpa wajah Nessa, membuatnya berkedip pelan. Senyum Nevan perlahan muncul. Ia lalu meniup rambut Nessa yang sebagian menutupi wajahnya. "Fiuh...kena lo!" Celetuk Nevan. Nessa mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia tersadar dan langsung menoyor kepala Nevan. "Kalo gue mati. Gue bakalan gangguin hidup lo!" Nevan masih tersenyum jahil. Posisi mereka sama sekali tak berubah dan entah kenapa itu membuat jantung Nessa semakin berdetak tak karuan. "Nevan! Nessa! Ngapain sih teriak-teriak?" Suara Mela menengahi dan tiba-tiba sosoknya sudah berdiri di ambang pintu kamar mereka. Nessa dan Nevan langsung menoleh ke arah Mela bersamaan. Mela lalu menyilangkan kedua tangannya. "Udah becandanya. Kalian udah gede. Ayo makan!" Setelah mengatakan hal itu Mela langsung menghilang. Pandangan mata mereka kembali beradu. "Minggir lo. Ngapain masih di situ?" Gerutu Nessa sambil mendorong d**a Nevan tapi ia malah menampilkan smirknya. "Kalo di liat dari deket gini...lo cantik juga!" Deg. Deg. Deg. Serius. Nessa tak bisa berkata apa-apa. Kenapa ia menyukai nada bicara Nevan yang terdengar sedang memujinya? Wajar kan jika Nevan mengatakan hal itu? Nessa kan saudara kembarnya. "Ma-Mama udah manggil kita buat makan!" Sahut Nessa gagu. Sial. Kenapa bisa nervous kayak gini sih? Gerutu Nessa dalam hati. Perlakuan Nevan selanjutnya malah membuat Nessa semakin mati kutu. Ia membelai rambut Nessa dan matanya terus menatap bola mata hazel milik Nessa. "Kalo bukan sodara kembar gue, udah gue pacarin lo!" 〰〰〰〰〰
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN