TIGA

1504 Kata
〰️ 〰️〰️〰️〰️ Nessa menghentakkan kakinya berkali-kali ke lantai koridor kelas. Kesal, jengkel dan marah campur aduk jadi satu. Bagaimana tidak marah? Saat jam istirahat sekolah Nessa dan Ardo sedang berada di kantin. Waktu itu Nevan ke toilet sebentar jadinya Ardo langsung mengajak Nessa ke kantin. Tapi baru beberapa menit menginjakan kaki di kantin, Nevan datang dan langsung menyeret Nessa keluar kantin. Dan sekarang mereka di sini, di kelas. "Udah berapa kali gue bilang. Nggak usah deket-deket sama Ardo!" Nessa benar-benar kesal. Kata siapa punya saudara kembar itu menyenangkan? Yang ada malah menyebalkan. "Lepasin Nevan. Sakiit!" Rengek Nessa. Tapi Nevan sama sekali tak mendengar rintihan Nessa. Nessa merasakan pergelangan tangannya perih dan ngilu. Mungkin Nevan tidak sadar kalau cengkraman tangannya terlalu kuat. Nessa hanya bisa meringis menahan sakit. Tiba-tiba matanya menangkap sosok cantik sedang berjalan dari arah berlawanan. Alya. Dan timbul ide jahil dalam benak Nessa. "ALYA!!" Teriak Nessa. Seketika Nevan menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Nessa. Tapi pandangan mata Nessa menatap Alya yang kini tengah tersenyum ke arahnya. Nevan lalu mengikuti arah pandang Nessa dan perlahan cengkraman tangannya terlepas. Alya berjalan mengampiri Nessa dan Nevan. "Nessa? Ada apa?" Tanya Alya dengan lembut. "Mau ke kantin ya? Tuh abang gue nyariin lo dari tadi!" Kini sepasang mata hitam Nevan beralih menatap tajam ke arah Nessa tapi ia sama sekali tak membalas tatapan mata elang itu. Nessa terus fokus menatap Alya yang kini tengah tersenyum malu. "Hah? Apa lo bilang?" Tanya Nevan tak percaya. "Tadi katanya lo nyariin Alya? Noh orangnya udah ada di depan lo. Gue mau ke toilet ya. Bye!" Nevan sudah membuka mulutnya dan akan protes lagi tapi Nessa langsung mengambil langkah seribu. Meninggalkan mereka. Langkahnya tidak sepenuhnya menuju ke toilet. Ia berganti arah menuju UKS. Nessa melihat pergelangan tangannya memerah. "Gila. Sadis juga abang gue. Mana sampe merah gini!" Gumamnya pelan dengan langkah lurus menuju UKS yang terletak di sebelah kantin sekolah. Nessa sempat melihat ke arah koridor seberang, Nevan dan Alya yang tampak berjalan menuju kantin sekolah. Ia hanya tersenyum tipis lalu masuk ke dalam UKS. Krieeet! Pintu itu terbuka. Kepala Nessa langsung menyembul. "Eh Nessa. Masuk Nes!" Sapa Suster Okta. Nessa mengangguk kecil sambil tersenyum ke arah Suster Okta dan melangkah masuk. "Kamu kenapa?" Nessa lalu duduk di tepi brankar dan Suster Okta beranjak dari kursinya lalu berdiri di tepi brankar. "Ini lenganku sedikit memar!" Terang Nessa sambil menunjukkan pergelangan tangan kanannya yang sedikit memar. Suster Okta memeriksanya. "Ini kenapa? Kamu jatuh?" Nessa menggeleng. "Biasa. Kerjaannya Nevan. Nyebelin banget itu cowok!" Suster Okta malah tersenyum mendengarnya. "Kalian lucu ya. Saudara kembar tapi beranteeeem terus!" "Lucu apanya Sus? Yang ada Nevan itu nyebelin. Mana ada saudara nyebelin kayak gitu..!" Sungut Nessa. "Hahha..emang kalo kembar banyakan berantem dari pada akurnya!" Timpal Suster Okta. "Tapi kata orang jawa kembar cowok cewek itu harusnya di pisah loh Nes!" "Hah? Di pisah? Maksudnya gimana ya Sus?" Suster Okta tampak menuangkan cairan bening ke dalam kapas dan menempelkan ke luka Nessa.  "Mitos sih tapi takutnya kejadian!" Nessa semakin bingung. "Suster ngomong apa sih? Aku nggak ngerti!" Suster Okta kini menatap Nessa. "Biasanya kalo kembar beda jenis kelamin itu harus di pisah biar nggak tumbuh rasa cinta di antara mereka!" "Cinta?" Tanya Nessa pelan. Suster Okta mengangguk. "Takutnya nanti mereka saling jatuh cinta karena udah terbiasa bersama-sama dari kecil...!" Nessa merenungkan perkataan Suster cantik itu. Sekilas ia jadi teringat perkataan Nevan kemarin. Kalo bukan sodara gue....udah gue pacarin lo. Nessa bergidik ngeri membayangkannya. Apa benar semua itu akan terjadi? Tapi mereka kan saudara? "Kok ngelamun?" Celetuk Suster Okta. Nessa seketika tergagap dan melempar senyum ke arahnya. "Mikirin apaan? Apa jangan-jangan omonganku terbukti?" "Hah?" Mulut Nessa refleks melongo dan menatap mata Suster Okta. "Kalopun di antara kalian timbul rasa itu, sebisa mungkin kalian harus menghilangkannya. Bagaimanapun kalian sodara. Sodara kandung. Jadi haram hukumnya!" Nessa hanya meringis.  "Suster nggak tau sih Nevan itu kayak gimana? Aduuh...posesif banget. Masa aku nggak di bolehin pacaran? Jangankan pacaran, deket sama cowok lain aja nggak di bolehin!" Cerocos Nessa. "Kamu harus bisa kasih pengertian sama dia. Bilang kalo suatu saat nanti ada kalanya kita hidup terpisah dan kamu tentunya juga butuh seseorang selain keluarga kamu...!" Nessa mnaggut-manggut saja mendengar wejangan dari Suster Okta. "Tapi Nevan itu bener-bener nyebelin Sus.." rengeknya. "Nyebelin tapi gimanapun juga dia sodara kamu!" Timpal Suster Okta. Ya. Nevan adalah saudara kembar Nessa. Ada sedikit penyesalan dalam diri Nessa kenapa ia tidak dilahirkan lebih awal 2 tahun dari Nevan. Dengan begitu ia menyandang gelar sebagai kakak Nevan dan pastinya laki-laki tengil itu tidak bisa mengatur hidupnya. Hp Nessa tiba-tiba berdering nyaring. Nevan calling... "Tuh kan baru juga di omongin...eh udah ngabsen gue!" Gerutu Nessa pelan. Suster Okta hanya menggelengkan kepalanya. "Hal---!" "LO DI MANA?" Spontan Nessa menjauhkan hpnya dari daun telinga. Suara Nevan terdengar mengelegar. Tak lama kemudian Nessa menempelkan lagi benda pipih itu ke telinganya. "Udah selesai kencannya?" "GUE TANYA LO DIMANA?" tanya Nevan lagi membuat Nessa mendengus sebal. "Ck. Uks. Bentar lagi ju---ga...!" Tuut. Tuut. Tuut. Nessa kembali menjauhkan hpnya dan menatap layar hpnya. Panggilan terputus. Nessa kembali memasukkan hpnya ke dalam saku baju. Bisa ia pastikan Nevan akan tiba dalam beberapa detik lagi. Satu... Dua... Ti----ga... Krieeet! Pintu UKS terbuka sedikit kasar. Kepala Nevan menyembul lalu di ikuti badannya. "Lo kenapa?" Tanyanya sambil melangkah menghampiri Nessa. "Nggak apa-apa. Cuman lecet aja!" Jawab Nessa sambil mengangkat tangannya, menunjukkan luka lecetnya ke arah Nevan. "Kenapa bisa lecet kayak gini sih?" Protes Nevan sambil memegang lengan Nessa. Spontan Nessa menoyor kepala Nevan dengan kasar. "Gara-gara lo bego!" Nevab langsung menatap ke arah  Nessa dengan tajam. "Mama ngajarin lo sopan santun kan? di sekolah juga di ajarin. Gue ini abang lo. Bisa nggak hormatin gue sebagai abang lo?" Nessa berdecih pelan mendengar nada bicaranya. "Nggak usah bahas soal pangkat. Lagian kita lahir cuman beda menit doang!" Nevan menghela nafas beratnya. "Ya udah ayo balik ke kelas. Bentar lagi bel pelajaran--!" "Nggak mau!" Sela Nessa. Kening Nevan langsung mengernyit. "Kenapa lagi?" "Gendoooong!" Rengek Nessa sambil mencembikkan bibirnya. Ia tak peduli tatapan aneh dari Suster Okta. Baginya tak ada yang salah. Ini sudah kebiasaan mereka. Di rumah Nessa sering minta gendong sama Nevan. "Manja banget jadi orang? Udah gede juga!" "Ya udah kalo nggak mau gendong. Gue telpon Ardo buat jemput gue!" Ancam Nessa dan sukses membuat Nevan langsung memutar tubuhnya. Memberikan punggungnya. Nessa tersenyum senang dan langsung naik ke punggung Nevan. "Suster Okta. Makasih ya atas bantuannya!" Suster Okta hanya mengacungkan jempolnya ke arah Nessa dengan senyum khas menghiasi wajah cantiknya. Nevan melangkah keluar UKS sambil menggendong Nessa menuju kelas. Tak mempedulikan tatapan anak-anak yang terlihat iri melihat mereka berdua. "Ciyeee...tumben akur!" "Main gendong-gendongan nih yeee!" "Awas baper!" "Ati-ati...brother n sister complex!" Seketika langkah Nevan terhenti. Ia menatap segerombolan cowok yang sedang menertawai mereka. "Udah nggak usah di dengerin. Anggap aja mereka iri sama kita!" Bujuk Nessa dengan berbisik ke telinga Nevan. Berhasil. Nevan kembali melanjutkan langkahnya. Sebenarnya Nessa bisa berjalan karena kakinya sama sekali tidak terluka. Tapi entah kenapa sifat manjanya kambuh. Nessa ingat. Ia selalu manja jika sesuatu terjadi padanya. Contohnya hal kecil yang membuat anggota tubuh Nessa lecet maka ia akan merengek dan meminta gendong Nevan. Bukan memilih di gendong sama Mela atau Aldi. Dan Nevan selalu memberinya ketenangan. Seperti saat ini. "Udah turun sini aja!" Nessa menepuk pundak Nevan pelan saat langkah kakinya sampai di depan pintu kelas. "Nanggung!" Nevan tak mengubris. Ia tetap menggendong Nessa sampai ke bangkunya dan mendudukkan gadis itu di kursi coklat. "Mana liat tangannya!" Nevan duduk jongkok di depan Nessa. Ia lalu meraih tangan Nessa dan memperhatikan luka adiknya. "Lain kali kalo sakit itu bilang. Gue mana tau kalo tangan lo sampe lecet kayak gini?" "Lo aja yang nggak denger. Padahal gue udah teriak-teriak!" Sahut Nessa sedikit emosi. "Ck. Ya udah nggak usah nyolot gitu ngomongnya!" Nessa berdecak sebal dan menarik tanganku dengan kasar. Rasa kesalnya kembali muncul. "Udah salah bukannya minta maaf malah marah-marah. Benci gue sama lo!" Diam dan hening. Nevan menatap Nessa tapi gadis itu malah membuang muka. Nevan masih duduk jongkok di tempatnya. Tak lama kemudian ia beranjak dan duduk di sebelah Nessa. Nessa tau Nevan masih menatapnya tapi ia tak peduli. Nessa marah dan kesal. Tangannya sakit itu karena Nevan tapi laki-laki iu sama sekali tidak merasa bersalah. Entah kenapa Nessa ingin sekali menangis. Dan kini air mata itu menggenang di kedua matanya. Sepertinya akan tumpah dalam hitungan detik ke depan. "Maaf!" Ucap Nevan pelan membuat kepala Nessa seketika menoleh ke arahnya. "Maaf!" Kata Nevan sambil mengusap pipi Nessa yang basah. Nessa tak bergeming dan masih menatap ke arah Nevan. Nevan kembali meraih tangan Nessa yang terluka dan melihat lukanya. "Gue janji. Ini yang terakhir kalinya. Gue nggak akan bikin lo sakit lagi!" Setelah mengatakan hal itu Nevan lalu mencium punggung tangan Nessa. Gadis itu tak bisa berbuat apa-apa. Ia terpaku di tempatnya. Syok dengan apa yang di lakukan Nevan. Dan jantung Nessa terasa berdetak lebih cepat dari biasanya. Hatinyapun menghangat. Kata-kata Nevan kembali terngiang di kepalanya. Kalo bukan sodara gue....udah gue pacarin lo. 〰〰〰〰〰
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN