bc

Kampung Keramat.

book_age12+
7
IKUTI
1K
BACA
others
family
love after marriage
twisted
no-couple
mystery
childhood crush
supernatural
spiritual
like
intro-logo
Uraian

Sampai di pekarangan depan rumah emak sedang duduk menunggu ku. Melihat aku kegirangan dan sudah tidak menangis emak pun memberikan dualima perak untuk upah. Namun aku tolak karna aku bilang aku sudah di beri uang seratus perak oleh gua yang berada di kebun belakang. Bukan nya ikut senang mendengar nya, emak malah terhentak kaget dan merebut uang seratus perak dari tanganku lalu mengantinya dengan uang dualima perak yang sebelumnya memang upah untuk ku.

chap-preview
Pratinjau gratis
Uang seratus perak
Siang itu tahun 1989, pukul sepuluh pagi emak menyuruh ku untuk mencari kayu bakar untuk memasak, tapi aku tidak mau, aku hanya merengek ingin membeli jajan di warung, secara saat itu aku masih usia delapan tahun. Tapi emak kekeh ingin menyuruh ku dulu baru beliau berikan upah untuk aku jajan. Akhirnya dengan berat hati sambil sesegukan menangis aku pun mencari kayu bakar ke kebun belakang rumah yang rimbun dengan pohon bambu yang membuat suasana menjadi remang namun teduh dan segar saat itu. Di kebun sambil masih menangis aku kumpulkan satu persatu batang kayu sambil ku lempar lempar karna kesal. Sampai lah aku di depan mulut gua kecil yang berada di kebun. Di dalam gua itu ku lihat banyak tumpukan kayu entah milik siapa yang jelas mungkin aku beruntung medapati kayu yang banyak agar menghemat waktu dan agar cepat aku di beri upah untuk jajan. Aku pun tak berpikir lama lalu mengambil nya, tapi saat mengambil kayu itu ada satu kayu yang di lambai lambai dari dalam gua dan tertempel kertas yang di buat kincir beserta uang seratus perak warna merah. Perasaan ku bertambah senang, aku pun mengambil uang dan kertas itu tanpa aku pikir siapa yang melambai lambai dalam gua tersebut karna saat itu yang di benak ku hanya ingin jajan ke warung. Aku berlari kegirangan membawa kincir, uang serta kayu bakar yang di suruh emak. Sampai di pekarangan depan rumah emak sedang duduk menunggu ku. Melihat aku kegirangan dan sudah tidak menangis emak pun memberikan dualima perak untuk upah. Namun aku tolak karna aku bilang aku sudah di beri uang seratus perak oleh gua yang berada di kebun belakang. Bukan nya ikut senang mendengar nya, emak malah terhentak kaget dan merebut uang seratus perak dari tanganku lalu mengantinya dengan uang dualima perak yang sebelumnya memang upah untuk ku. Aku tidak marah dan sedih apa lagi penasaran. Aku tetap senang meski di beri dualima perak, karna aku sudah tidak tahan tetap ingin jajan ke warung. Bukan nya senang emak malah tampak gelisah, pikirku saat itu yang masih kecil. Emak mondar mandir seperti setrikaan di depan pintu dapur bilik kayu yang kami punya, sambil menunggu bapak pulang berjualan tanaman hias di kota. Bapak ku memang hanya pedagang tanaman hias di kota, dia menanam dan merawatnya sendirian lalu menjualnya. Beliau orang yang sangat taat beribadah dan hangat pada anak anaknya. Walau sering dagangan tidak laku terjual beliau tetap semangat pantang menyerah dan mengeluh. "Asalamualaikum!" Ucap bapak yang baru saja pulang berjualan hingga larut malam. Walau anak anak sudah tidur mereka akan terbangun saat bapak pulang, karna bapak sering bawakan kami oleh oleh makannan yang di beri oleh temannya sesama pedagang. "Walaikumsalam!" Kami pun kompak menajawab sambil berlari menuju bapak yang baru saja masuk rumah sambil meng salimi ketujuh anaknya. Emak dan bapak memiliki sebilan orang anak namun yang dua sudah tiada saat masih balita. Tersisa lah aku, tiga kaka dan tiga adik ku. "Bapak bawa apa buat kita?" Tanya adik ku yang belum saja bapak duduk sudah menanyakan oleh oleh. "Ini bapak bawa buah mangga dari mang endut temen bapak jualan di kota" jawab nya dengan sumringah pada anak anak. Tak terlihat lelah sedikit pun pada wajah nya, walau beliau pergi dari subuh untuk berjalan kaki dulu agar menghemat ongkos, dan pulang tak menentu, saat ini saja beliau pulang jam sembilan malam. Kami pun langsung mengambil buah yang di bawa bapak untuk di makan besok. Wangi nya enak sekali sepertinya sangat manis. Aku sih tidak sabar ingin memakannya sekarang. Aku anak yang paling manja dan cengeng selalu di turuti maunya. Di kupaskan lah buah tersebut oleh bapak sambil menunggu emak yag membuat kan kopi. Emak yang setadari tadi siang gelisah karna aku menemukan uang di gua, seperti tidak sabar ingin menyampaikan sesuatu pada bapak. Emak pun menyodorkan secangkir kopi dan sepiring pisang goreng untuk bapak. Sambil muka mengerut dan menatap tajam pada bapak, emak mulai menceritakan kejadian tadi siang dengan serius pada bapak. Pikiran ku yang saat itu masih bocah sih malah takut bapak marah dan menghukumku. Jadi aku yang tadinya sedang ingin sekali memakan mangga yang sedang di kupas bapak langsung lari ke kamar menarik selimbut lalu bersembunyi. "Pak tadi anah di kasih uang sama kincir kertas oleh gua yang di kebun belakang itu!" Ucap emak menceritakan kejadian tadi siang. "Di kasih uang sama gua gimana magsudnya mak? Mana si anah nya ko malah tidur? Orang udah bapak kupas ini buah. Coba panggil anah mak biar dia ceritakan" jawab bapak sambil menyuruh emak memanggil ku. "Anah! Itu bapak udah selesai kupas buah nya cepet samperin! Ko malah pergi tidur?" Suruh emak padaku yang padahal sedang sembunyi agar tidak di marahi. "Mana uang dan kertas kincir yang kamu temuin itu nah?" Tanya bapak tanpa basa basi. Aku hanya diam duduk di samping bapak tak menjawab. "Ini aku simpan, kalo anah yang simpan mana tahan dia pasti sudah habiskan untuk jajan ke warung" ucap emak pada bapak. "Ya udah itu uang sini bapak pake saja buat ongkos besok ke kota" "ih jangan sembarangan pak, kalo ada apa apa gimana?" Ucap emak yang hawatir itu bukan sembarang uang biasa. Karna sebulan yang lalu ada kejadian emak bicara pada harimau temuan bapak yang di perkirakan itu harimau jadi jadian. Kalo saja saat itu sudah ada kamera dan sosial media mungkin saja keluarga ku sudah viral. Karna saat kejadian bapak nemu harimau itu warga kampung berdatangan untuk melihat. Begini ceritanya... #silumanharimau Siang itu selalu saja aku yang di suruh mencari kayu bakar, karna memang hanya aku yang senang jajan dan amat cengeng. Jadi agar bisa jajan aku selalu di beri tugas dulu baru lah di beri upah oleh emak. Seperti biasa aku sesegukan menuju kebun untuk mencari kayu bakar. Sekarang aku mencarinya di kebun bawah yang terdapat sumur kering yang penuh sampah beling. Tangis ku tak henti malah makin sengaja aku terisak dan teriak. Bapak yang kebetulan sedang tidak berjualan berteriak dari rumah menakut nakuti ku yang bertujuan agar aku mencari kayu bakar nya tidak usah sambil menangis. "Anah! Jangan sambil nangis dong nak, cari kayu bakarnya! Entar malah ada yang nurutin!" Teriak bapak pada ku yang malah makin menjadi jadi. Aku memang menjadi takut tapi aku tetap ingin mendapatkan upah agar bisa jajan. Saat itu tepat pukul duabelas siang, matahari sedang terik teriknya. Kepala ku mulai pusing karna menangis, belum banyak aku mengumpulkan kayu malah sudah lelah. Aku pun menyenderkan badan di bata sumur kering itu dengan masih menangis yang sedikit sudah mengecil suaranya tapi sesekali aku teriak. Sesaat aku menyeder aku mendengar ada suara meow meow anak kucing. Tapi entah dari mana suara anak kucing tersebut. Aku yang ingat ucapan bapak tadi malah merinding dan menjerit lari keatas menuju rumah. Kaka kedua ku dan adik laki laki yang bungsu malah tertawa terbahak bahak melihatku terbirit ketakutan. "Mak ada hantu kucing di kebon bawah!" Teriak ku sambil memeluk emak. Saat itu emak tak menghiraukan aku sama sekali dan malah menanyai kayu bakarnya. "Ah ngelantur kamu nah! Mana ada hantu siang bolong begini! Mana kayu bakar nya? Emak mau bikin air buat isi termos!" Ucap emak. "Ih emak ga percaya anah! Anah denger ko! Malah jelas banget di sumur kering itu!" Jawabku sambil menangis ketakutan. Datang lah bapak yang sama menanyakan kayu bakar nya. "Loh ko masih nangis juga? Bukannya biasanya langsung ngacir ke warung kalo punya duit? Mana kayu bakarnya?" Tanya bapak pada ku. "Belom aku kasih upah nya pak! Kayu nya katanya di tinggal di dekat sumur gara gara ada hantu kucing katany!" Jawab emak menjelaskan. Aku hanya sesegukan di dapur sederhana beralaskan tanah. "Aduh ada aja ini anak! Anak manjanya bapak nih! Ya udah ga usah nangis nih uang upahnya. Biar bapak yang ambil kayu nya ke bawah" ucap bapak sambil menberiku dualima perak seperti biasa. Aku pun kegirangan dan mulai berhenti menangis lalu pergi jajan ke warung. Sehabis pulang jajan aku melihat sodara sodara ku berkerumun di depan rumah bersama emak dan bapak. "Ada apa ya ko mereka kumpul di depan rumah?". Aku pun menghampiri nya dan melihat bapak sedang memekuk anak kucing yang lucu sekali. "Ih gemes pak! Buat anah aja yah? Kita pelihara!" Ucap ku sambil menatap binar anak kucing di tangan bapak. " buat anah buat anah! Tadi aja bilang ada hantu kucing di kebon! Nih hantunya! Kasian nih kucing tadi bapak temuin di dalem sumur kaya nya ke jebak nah!" Jawab bapak memberitahu ku kalo ternyata tadi itu bukan suara hantu kucing melainkan kucing beneran. Mana aku tau ucap ku yang aku tau hanya uang dan jajan hehehe.. "Jangan kasih anah pak neng aja" ucap salah satu adik perempuanku yang juga ingin memlihara kucing lucu berwarna belang totol totol. "Ah jangan di pelihara ini bukan kucing nak, ini anak harimau" ucap bapak yang menjelaskan ternyata itu bukan anak kucing melainkan anak harimau. "Hah harimau???" Sontak kita pun terkejut mendengar ucapan bapak. Lalu bapak pun meminta emak memberikan ikan asin pada anak harimau tersebut karna sepertinya dia lapar dan haus. Anak harimau itu pun memakan dan meminum yang di bawa emak walau kesulitan memakannya, karna masih bayi sepertinya. Ya memang di rumah ada nya ikan asin atau terasi. Kami jarang sekali makan makannan enak karena emak dan bapak mesti berhemat saat itu. Kita pun kegirangan bukan main, kami cium,kami peluk anak harimau. Kita pun sangat senang dan mengasuhnya di depan rumah. Anak harimau tersebut dengan lincah nya melompat lompat, kalau kita cium dia balas menjilati pipi kita. Saat itu rumah kita memang lah di tengah tengah kebun dan makam keluarga, jadi lah kita tidak memiliki tetangga. Bukan kita tidak mau memiliki tetangga tapi bapak memang mendapatkan jatah warisan nya tanah yang sudah rimbun tanaman seperti hutan dan banyak makam makam sanak saudara. Walau begitu kami sangat bersyukur dan tetap bahagia tinggal disini. Sampe akhirnya di sore hari banyak bapak bapak yang kebetulan pulang berkebun melewati rumah kami ikut penasaran dengan apa yang sedang kami asuh. Dari situ lah mulai menyebar dan berdatangan orang. Keesokan hari nya aku sepulang sekolah langsung menuju rumah yang sudah di kerumuni banyak warga yang hanya ingim melihat anak harimau tersebut. Anak harimau itu bapak kandangi karna takut nya ada oramg yang ambil begitu saja. Jadi orang orang hanya melihatnya tanpa menyentuh atau mencium nya seperti kami. Bapak yang bukannya senang di datangi banyak warga kampung malah marah marah karna tanamannya banyak yang terinjak warga. Bapak pun mengusir nya tapi tetap saja warga malah bertambah banyak. Dengan tegas dan percaya diri emak pun menghampiri para warga dan mengatakan bahwa anak harimau itu akan di jemput oleh induk nya yang besar nanti sore. "Udah udah pada bubar sana! Entar ibu nya datang aja kalian pasti bakalan ketakutan! Udah bubar bubar!" Teriak emak di hadapan kerumunan warga. Entah bagai mana lagi tetap saja warga tidak mendengarkannya semakin sore warga bukan semakin menyurut malah semakin ramai. Di sore itu pun lembayung senja menggelayut di langit kampung kami, yang di percayai bahwa kalo langit berwarna jingga itu bertanda bahwa ada harimau sedang berjemur. Pukul lima sore itu benar benar begitu jinga dan cerah tidak seperti biasanya. Benar saja apa yang di ucapkan emak tadi di depan kerumuman warga. Dari arah kebun atas yang penuh pohon bambu terdengar suara gaungan harimau yang sangat keras berkali kali yang membuat warga dan kami pun begitu merinding dan ketakutan. Meski begitu warga malah tak kunjung surut. Mereka di tambah penasaran dan ingin menyaksikan sendiri induk harimau tersebut menjemput anaknya yang sedari kemarin sore mereka tonton. Tak butuh waktu lama induk harimau pun terlihat dari balik remangnya kebun atas. Dengan perawakan yang besar dan wajah sangar nya harimau itu berjalan dan menatap tajam pada kerumunan warga yang sedang menonton anaknya di kandang. Sontak warga pun mundur ketakutan begitu pun kami dan bapak yang gemetar tak karuan. Tapi tidak dengan emak yang begitu mendadak berani, padahal setauku beliau lah yang menuruniku menjadi penakut. Emak yang penuh keberanian menghampiri anak harimau itu dan mengambil nya untuk di berikan pada induk nya dari jauh. Kalo saja memang induk harimau melompat dari kebun atas lalu menikam emak mungkin akan lain lagi ceritanya. Tapi ini tidak terjadi, harimau itu malah dengan tenang berjalan menuju anaknya. Sambil menyodorkan anak nya emak malah menjelaskan pada induk harimau kalo anak nya baik baik saja. Ada ada aja emak memangnya itu ibu manusia. " ini anakmu. Kami tidak berbuat jahat pada anak mu, malah kami tolong dia saat terjebak di sumur, dan kami sangat mencintai anakmu, kami jaga dia sampe kamu akhirnya menjemput" ucap emak pada induk harimau, seolah olah harimaunya akan mengerti. Eh benar saja harimau itu menatap emak dan menunduk seolah dia paham dengan apa yang emak sampaikan. Harimau itu pun mengigit anaknya untuk dibawa lagi ketempat asalnya. Lalu harimau pun meloncat ke arah kebun atas dengan cepat. Tapi belum saja jauh emak berteriak pada harimau tersebut. "Kalo kamu punya rejeki jangan lupakan kami!" Teriak emak pada harimau. Harimau yang sudah di kebun atas pun berbalik badan kembali, seolah memahami kembali ucapan emak harimau itu pun menunduk dengan sorot mata seolah mengisyaratkan terimakasih pada emak. Langkahnya pun berlajut hingga tak terlihat kembali oleh kami. Warga yang menyaksikan seketika berisik membicara kan kejadian tadi. Tak lupa bapak masih marah marah karna tamamannya banyak yang rusak dan akhirnya di usir lah warga dari pekarangan rumah kami oleh bapak. "Mak ko tadi malah bilang kalo ada rejeki jangan lupain kami? Gimana kalo dia datang lagi? Enung takut ma! Tadi aja enung liatnya gemeteran. Takut emak di tikam gimana?" Ucap kaka kedua ku pada emak dengan ketakutan jangan sampe itu harimau datang lagi. "Ah biarin aja orang kita benee ko selamatin itu anak harimau. Kalo dia ngasih rejeki yah pasti lah kita terima. Masa nolak rejeki? Kan itu juga dari Allah nung!" Jawab emak dengan enteng. Kejadian tersebut pun masih menjadi buah bibir di warga setempat hingga kampung sebelah. Kita pun menjalani hari hari seperti biasa tanpa mengharapkan apa pun atau datang lagi itu harimau menyeramkan. Tapi ya ga tau dengan emak hehehhe... Memang kampung ku ini bernama kampung kramat dan sangat banyak kejadian mistis. Hingga akhir nya sebulan kemudian aku yang sedang mencari kayu bakar di awal cerita menemukan uang seratus perak kertas berwarna merah tersebut. Dan emak percayai bahwa itu dari harimau tersebut. #kembalikeawalcerita Bapak pun mengambil uang seratus perak itu dan menyelipkannya di bilik dapur pinggir pisau yang sering ia gunakan untuk memotong tanaman. Dan berkata besok akan beliau gunakan untuk ongkos ke kota, tanpa emak membantah uang itu pun jadi milik bapak. Di jam tiga subuh bapak selalu tepat waktu untuk menunaikan solat malam dan wirid berlajut hingga adzan subuh. Setelah selesai bapak hanya minum kopi lalu membereskan tanaman yang beliau akan jajahkan di kota nanti siang. Ya begitu lah bapak, pekerja keras, rajin sembahyang dan selalu berkata laki laki itu tidak perlu banyak tidur yang perlu di perbanyak itu ibdah sama Allah dan tanggung jawab kepada keluarga dunia akhirat. Aku begitu bangga pada bapak dan sangat menyayanginya. Belum juga matahari terbit bapak sudah berangkat menuju kota, dan tidak lupa membawa uang yang aku temukan kemarin siang. seperti biasa bapak berniat untuk jalan kaki terlebih dahuku agar menghemat ongkos. Namun ketika sudah ada di depan jalan raya bapak di tawari tumpangan oleh keponankan nya hingga naik angkot pertama menuju stasion. "Makasih jang! Semoga rejekimu hari ini di lancarkan!" Ucap bapak pada keponakannya. Setelah itu bapak menyetopkan angkot yang terlihat sepertinya sudah penuh, tapi karna takut terlalu siang bapak akhirnya ingin duduk di depan pintu angkot saja, sedangkan dagangan sudah di angkat ke atas atap angkot yang di naiki. Saat akan duduk tiba tiba seorang anak muda yang duduk di pinggir sopit angkot itu turun dan mempersilahkan bapak saja yang duduk di bangku depan. Bapak pun awal nya menolak tidak enak pada pemuda tersebut tapi dia kekeh dan mempersilahkan bapak, akhirnya bapak pun mengiyahkan dan berterima kasih. Pemuda itu pun duduk depan pintu angkot yang melaju menuju stasion. Sampai di stasion bapak kebingungan saat akan membayar ongkos, karna uang seratus perak yang di saku kemeja nya hilang. Bapak pun dengan malu meminta maaf pada supir dan berjanji setelah berjualan akan segera di bayar. Dengan ramah supir itu pun mengiyahkan ucapan bapak, malah tidak usah di bayar karena supir itu iklas katanya. Bapak pun menurunkan semua dagangannya dari atap angkot tersebut. Kini bapak bingung karna beliau harus dua kali naik angkot lagi agar bisa ketempat berjualan, namun uang untuk ongkos hilang begitu saja entah kemana. Bapak bun berniat berjalan kaki saja sekuat nya. Belum jauh berjalan kaki bapak malah mendapatkan pelanggan pertama yang membeli setengah dari dagangan nya. Beliau sangat senang bukan kepalang karna biasanya jangan kan setengah dari dagangan yang di bawa untuk menjual lima pot saja sangat sulit membutuhkan waktu hingga petang. Bapak pun mengemas tanaman yang di beli pelanggan tersebut, saat membayar pelanggan itu memberi uang lebih untuk bapak. Bapak yang bingung hanyak terus berterimakasih tak henti henti dan selalu mengucap syukur pada Allah Swt. Setelah berlalu nya pembeli tersebut bapak masih belum memasukan uang penglaris tersebut kesaku kemeja nya. Beliau malah masih terpaku bersyukur dan bahagia. Tapi apa yang terjadi kini bapak malah di kagetkan dengan uang seratus perak yang tadi dia pikir sudah menghilang sekarang ada lagi tepat di kantong saku kemejanya dan malah bertambah banyak, belum lagi di tambah dengan uang penglaris tadi. Bapak pun terdiam beberapa saat terkejut dengan kejadian yang di alami. Beliau menarik nafas dan beristigfar, lalu bapak berniat menghabiskan dulu dagangannya di kota baru lah pulang karna sudah terlanjur di stasion pikirnya. Bapak yang sekarang memiliki ongkos pun dengan percaya diri menyetopkan ankot menuju kota. Beliau duduk kembali di kursi samping sopir, walau kali ini angkot tidak terlalu penuh. Di perjalanan beliau berbincang basa basi dengan supir dan menceritakan bahwa dagangannya tadi ada yang borong. Sesampainya di pemberhentian angkot bapak turun dan merogoh kantong saku kemeja nya untuk mengabil ongkos. Namun terjadi kembali uang tersebut menghilang begitu saja. Bapak panik bukan main, bapak cari di saku celana dan di sela pecinya. Tetap tidak ada uang tersebut beserta uang penglaris tadi di stasion. Bapak kembali dibuat bingung dan di buat malu karna harus mengutang ongkos lagi pada supir di tambah rasa sedih karena barang jualannya setengah lagi tapi uangnya hilang entah kemana. Lagi lagi supir pun mengiklaskannya malah kali ini menenangkannya dan memberikan satu botol mineral untuk menenangkan bapak yang benar benar panik. Bapak menatap kosong kelangit penuh kesedihan. "Apa salah hamba ya Allah tadi kau buat diri ini bahagia sesaat tapi kini enkau buat ku meratap, maafkan aku ya Allah!" Ucap bapak dalam hati seraya memikirkan kejadian ini begitu mengherankan. Bapak tak ingin putus asa, bapak berdiri kembali dan memikul dagangan nya sambil bejalan kaki. Di benak bapak hanya ada tanggung jawab besar untuk anak dan istri nya di rumah yang menunggu. Sambil berjalan beliau terus memikirkan uang tersebut kemana hilangnya. Dengan iseng beliau memegang saku kemejanya kembali. Dan benar saja uang tersebut kembali ada dan malah bertambah banyak dari sebelumnya. Bapak tersentak kembali dan menurunkan dagangannya, beliau tersadar akan ucapan istrinya semalam, bahwa uang itu bukan uang sembarangan. Kini bapak memilih berjalan kaki saja walau masih dua kilo meter lagi menuju lokasi biasa berjualan. Bapak tidak mau lagi malu pada supir angkot, walau uang kembali ada di saku nya. Beliau berniat berjualan saja karna bukan serakah atau tak bersyukur tapi ini masih pagi pikir nya, dan dagangan pun masih tersisa setengah dari yang di bawa. Semangat nya tak di ragukan bapak terus berjalan walau masih terpikir apa magsud dari uang yang aku temukan. Baru saja seperepat perjalanan, tiba tiba entah dari mana datangnya rombongan orang yang berebut dagangan bapak begitu saja hingga habis dan membayarnya dengan harga tinggi. Bapak bukan nya senang, beliau lagi dan lagi di buat bingung dan sekarang malah ketakutan. Takut uang itu menimbulkan masalah untuk hidup keluarga nya. Pukul menujuk kan delapan pagi, bapak yang dagangannya sudah laris terjual semua malah takut dan trauma naik angkot. Beliau takut tidak bisa membayar nya dan kasihan pada supir angkot. Akhirnya bapak pun memutuskan untuk berjalan kaki menuju pasar baru yang ada di kota. Beliau membeli sandal untuk dirinya sendiri, istri , juga anak anaknya. Bapak memang senang sekali jika bisa membelikan seseuatu untuk keluarga nya. Bapak yang kelelahan akhirnya memutuskan untuk naik ojeg saja saat itu. Bapak naik ojeg dari kota ke kampung yang cukup jauh, sambil dalam hati berdoa semoga saja uang ini tidak hilang. Bapak pun memisahkan ongkos untuk ojeg sebesar seribu rupiah, tak apa dalam hatinya mau berapa pun akan aku bayar jika uang uang nya tidak hilang lagi. Satu jam perjalanan pun sudah di tempuh dengan selamat samai tujuan. Saat mau membayar "alhamdulilah" ucap bapak dalam batinnya, uang nya masih ada utuh dalam kantong saku kemeja nya. Beliau membayar ojeg dengan jumlah seribu rupiah, jumlah yang lumayan besar pada jamannya. Tukang ojeg pun merasa senang dengan bayaran bapak yang cukup besar. Bapak yang senang bercampur takut pulang pada pukul 10 pagi. Waktu yang begitu sangat amat cepat, memecahkan rekor dalam hidup bapak selama berjualan. Emak yang melihat bapak pulang lebih awal malah marah marah karna menyangka bapak kena satpol pp seperti saat itu. "Aduh ya Allah cobaan apa lagi gustiiiiiiiii!!!!!" Teriak emak yang melihat bapak pulang. "Hus cobaan cobaan! Ini uang untuk kamu dan anak anak! Dan juga aku tadi membelikan mu dan anak anak sandal baru di kota" ucap bapak pada emak yang hanya melongo heran tanpa kata. "Ini uang apa pak?" Tanya emak gugup bergemetar. " yah uag hasil aku berjualan lah mak! Masa hasil nyuri!" Jawab bapak asal jeplak. "Beneran habis jualan mu pak?" Tanya emak kembali yang masih belum jelas perkataan bapak. Bapak pun menceritakan kejadian demi kejadian kepada istrinya. Emak mendengarkan hingga gemetar badan nya karena percaya tidak percaya itu perbuatan uang yang aku temukan di gua kemarin. Uang itu tetap terpisah kan dari uang jualan karna tiap akan di gunakan uang tersebut menghilang beserta uang yang lainnya. Bapak berniat mengembalikan uang tersebut ke dalam gua karna takut, tapi emak melarang nya. Entah apa di benak emak, yang jelas bapak pun menuruti saja mau emak. Semalam emak yang melarang membawa uang tersebut tapi emak juga yang melarang mengembalikannya. Hari itu emak sangat gembira, beliau membeli kebutuhan poko yang sangat lengkap. Lalu memasakan anak anak nya daging ayam yang lezat. Bapak pun melihat nya ikut bahagia dan terharu. Aku yang sering rewel ingin makan enak dan banyak jajan pun tak usah lagi di suruh suruh sambil menangis. Di sore hari nya aku lihat bapak mondar mandir membawa golok dan alat pengasah ke kebun sambil bilang ke emak, tadinya bapak pengen banget beli golok di kota tapi keburu kegirangan pengen kasih uang ke emak. Memang golok bapak sudah lama dan menjadi sering tumpul di tambah lagi gagangnya pun sudah beberapa kali ganti karena copot. Bapak yang sendirian di kebon pun mengambil banku kecil untuk duduk mengambil posisi akan mengasah menghadap pohon sukun. Belum bapak menempelkan bokongnya ke bagku tiba tiba dari arah belakang tubuh nya, melesat tepat di atas kepala nya sebuah golok yang sekarang tertancap pada pohon sukun di depannya. Bapak pun terperanjat berdiri ketakutan melihat kanan kiri lalu memanggil manggil siapa yang berani lempar golok padanya. "Hey siapa itu??? Heh bisa bisa nya lempar golok dari belakang! Kalo kena kepala saya gimana??" Teriak bapak hingga terdengar anak istrinya di rumah. "Ada apa pak?" Tanya kaka lelakiku dengan sigap menuju bapak yang berada di kebun atas. "Ini mad, ada yang mau celakain bapak kaya nya" ucap bapak yang nafasnya mulai berburu dengan emosi. "Astogfirullah pak, siapa yang berani celakain bapak?" Tanya ahmad kaka ku yang juga ikut emosi dengan kejadian ini. "Ya bapak juga ga tau mad, kalo tau yah udah bapak kejar" jawab bapak. "Tunggu pak di sini biar ahmad cari pelakunya!" Ucap ahmad yang berniat mencari pelakunya dengan mengitari kebun bambu itu yang menurut ku itu bukan kebun lagi tapi hutan yang menyeramkan. Bapak pun mencabut golok tersebut di pohon, dan di lihat dengan betul betul golok tersebut. Goloknya terlihat masih baru tajam mengkilat, serta gagang nya pun kokoh kuat menempel. Bapak yang berucap ingin beli golok pun malah di buat merinding dengan di kirimnya golok tersebut yang entah siap yang mengirimnya. Bapak pun menjadi ketakutan dan menyuruh ahmad juga segera pulang. Di dapur bapak terlihat bicara serius dengan emak, karna kejadian demi kejadian ini sudah tidak lazim dan sangat jelas keluarga kami ini sedang di awasi oleh seseorang atau sesuatu yang kami tidak dapat melihatnya. Bapak bertekad untuk mengubur golok dan uang tersebut. Tapi kekeh emak melarang nya sehingga terjadi cekcok yang membuat bapak tetap saja mengalah dengan keputusan emak. Malam pun tiba aku beserta sodara sodara ku pergi mengaji ke masjid depan jalan raya. Aku yang paling tidak mau di suruh mengaji karna sering di tinggal kan oleh sodara sodaraku saat pulang, aku pun akhirnya di bujuk bapak agar mau mengaji. Beliau bilang kalo aku akan di jemput pulangnya di jalan yang gelap yang aku ceritakan pada bapak. Tidak lupa bapak juga memberikan bekal dulima perak pada ku agar segera pergi ke masjid. Pengajian pun selesai setelah habis sembahyang isa. Seperti yang aku ceritakan, aku pasti di tinggalkan sendirian agar aku menangis menjerit jerit lalu di marahi emak. Begitu lah sodara sodara ku yang sering iseng pada ku. Aku yang sudah di tinggalkan lebih awal di masjid pun memberani kan diri pulang sendirian karna di pertengahan jalan nanti bapak akan menjemputku. Aku pun tidak menangis seperti biasanya, aku dengan ceria jajan dulu di warung dekat g**g menuju rumah. Saat sudah sampai jalan yang aku ceritakan pada bapak gelap dan seram, aku berhenti untuk menunggu bapak menjemputku, dari jauh aku lihat terang lampu senter bapak menyoroti tapi tak mendekati ku. Akhirnya aku teriak pada bapak yang mungkin tidak kelihatan di gelap nya jalan saat itu. "Pak anah di sini! Pak!!" Teriak ku pada bapak. "Iyah anah ini bapak, sini nak ikutin bapak!" Ucap bapak menjawab teriakanku. Karna aku yakin itu suara bapak aku pun tidak takut lagi. Bapak berjalan lebih dulu menyoroti jalan dengan senter barunya. Sepertinya bapak membelinya saat di kota. Sinar nya cukup terang malah ada dua sorotan dari senternya. Aku pun gembira ingin segera sampai dan mencoba memainkan senter baru bapak saat itu. Sesampainya di pinggir belokan rumah, bapak pamit mau pergi sebentar dan menyuruh ku masuk lebih dulu kerumah. Karna lokasi rumah ku tidak ada tetangga dan penerangan di rumah hanya menggunakan lampu neon lima watt aku tidak bisa melihat jelas bapak ku. "Nah kamu masuk duluan bapak ada perlu sama mamang kamu di atas, ayo masuk duluan. Ini sudah dekat rumah tidak usah takut lagi ya" ucap bapak yang aku jawab dengan hanya menganggukan kepalaku. Aku pun masuk kedalam rumah dengan ceria dan mengucap salam pada sodara sodara ku jail itu. Mereka pun terheran kenapa aku kali ini tidak menangis seperti biasanya. "tumben nih anah ga nangis? Biasanya jerit jerit sambil lari hahahah!!!" Tanya kaka perempuan ku sambil mereka menertawanku. Aku pun jawabnya dengan wajah angkuh dan berani. "Iya dong aku kan udah besar mana mungkin aku mau menangis terus!" Ucap ku dengan percaya diri. Memang sengaja aku tak mengatakan kalo aku tadi di jemput bapak. Biar mereka anggap aku ini pemberani dan tidak cengeng lagi. Aku pun mebuka jilbabku dan melemparnya kemana saja, maklum saat itu aku masih bocil hehe. Aku pun menuju dapur untuk minum, di dapur ada emak yang juga sama heran dengan ku yang tidak menangis. Emak malah menyangka kaka kaka ku sekarang sudah tidak jail lagi padaku. Aku pun duduk di pinggir emak sambil mengemil jajanan yang aku beli. Tapi tidak lama duduk aku malah di suruh emak. "Nah ini teh manis sama singkong rebus anterin ke kamar. Bapak lagi ga enak badan jadi ga selera makan, dari tadi meringkuk panas dingin badannya. Nih bawa" ucap emak menyodor kan aku piring dan gelas agar di antar ke kamar untuk bapak. Bukannya aku ambil, aku malah menjerit sejadi jadinya. Karna aku kaget dengan ucapan emak yang bilang bapak dari tadi meringkuk di kamar. Aku menangis dan gemetar tak karuan. Emak sodara ku dan juga bapak yang memaksakan diri untuk bangun pun mencoba menenangkanku. Mereka heran kenapa aku tiba tiba seperti orang kesurupan. Aku melihat bapak dengan melotot dan memegang nya. Aku tidak kesurupan, cuma aku memastikan apa ini benar benar bapakku. "Ada apa nah?? Kenapa jerit jerit kaya gini? Istigfar anah! Ini bapak?" Ucap bapak sambil memeluk dan menatapku. "Iyah tumben tadi ga nangis pas di tinggal di mesjid pak, tapi ko malah nangis? Telat ni si anah nangis nya!" Tambah kaka perempuanku yang malah menyangka aku bercanda. "Iyah ah aneh kamu nah! Udah nyampe baru ngejerit!" Ucap emak sama sama mengira aku hanya buat panik mereka. Tapi bapak yang memelukku tau kalo aku tidak lah sedang bercanda karena tubuh ku bergetar dan tidak dapat mengucap sepatah kata pun karena kaget, tadi siapa yang menjemputku pulang?. Setelah tenang baru lah aku bisa berbicara dan menceritakannya sambil menangis ketakutan.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.8K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

TERNODA

read
198.6K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.2K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
56.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook