Tamara membuka pintu tempatnya beristirahat lalu melihat Rubi yang tengah mengotak – atik komputer seperti biasanya . Lalu menatap Gusti yang sedang bermain ponsel dan yang lainnya sedang di luar . Mengatasi pasien atau sejenisnya .
“Udah beres ? Kok cepet . “ Gusti menyapanya tanpa melihat ke arah Tamara .
Berbicara tentang Gusti yang namanya hampir sama dengan Derian . Gusti adalah seorang yang banyak ilmunya tapi memilih menjadi dokter. Padahal umurnya sudah tua . Jika sejak awal Gusti memutuskan jadi dokter mungkin jabatannya sudah tinggi . Setara dokter Sony .
Tamara menghena nafas .
“Cape gue . Terus – terusan operasi usus buntu . Bikin muak .” Kata Tamara kemudian berbaring di tempat tidurnya .
“Lo maunya operasi apa , Ta ?”
Kini Tamara menatap Rubi .
“Ya sekali – kali jantung kek . Jadi asistennya dokter Sony kek . Kan mantap .”
Rubi mencibir di susul dengan omongan pedas Gusti .
“Ngimpi aja lo terus . “
Sialan . Mana ada temen yang kayak gitu .
Tamara melirik jam di atas pintu , “bangunin gue jam tujuh . Balik gue ke rumah .”
Gusti dan Rubi sudah mendengus . Mentang – mentang ada cowoknya pengen aja balik ke rumah . Seperti itulah kira – kira cibiran mereka yang membuat Tamara terkekeh .
“Kenapa ga balik sekarang aja sih ? Nanggung se jam doang .”
“Cukup lah .”
Tamara sudah tidak menjawab lagi pertanyaan yang ditanyakan Gusti .
“Kalo keadaan urgent gue bangunin jangan ngambek loh ya .”
Seketika omongan Gusti di lempari kaos kotor oleh Rubi .
“Lo ga inget omongan adalah do’a ?”
Gusti seakan tersadar lalu menimpuki dahinya beberapa kali pukulan dengan telapak tangannya lalu berganti mengusap perutnya dengan gerakan memutar sambil membaca mantra .
“Amit – amit jabang bayi .”
Tamara tersenyum kecil , lalu benar – benar terlelap .
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Tamara di bangunkan dengan kasar oleh seseorang . Guncangan pada tubuhnya membuatnya melenguh .
“Maaf Dokter Mara, para dokter lain di UGD membutuhkan anda .”
Katanya terengah ketika melihat Tamara sudah sedikit membuka matanya . Kepala Tamara berat . Tamara memegangi kepalanya dan berusaha untuk duduk .
“Ada apa di UGD ?”
Orang di depannya kini mulai mengatur nafasnya .
“Kecelakaan beruntun , mereka perlu pertolongan pertama . Para dokter tengah mengoperasi orang – orang dengan keadaan kritis dan harus di operasi darurat .” Sahut orang itu yang baru Tamara sadari jika ia adalah seorang perawat .
“Suster dan dokter umum sedang berusaha menenangkan para keluarga korban . Bisakah anda membantu ?”
Tamara sudah sadar walaupun belum sepenuhnya . Dia mengikat sepatunya lalu bergegas pergi . Tidak lupa jas doter dan mengikat rambutnya .
“Bisakah kau jadi asistenku ?”
Suster itu diam , “aku baru dua bulan di sini , dokter .”
“Itu sudah cukup buatku . Kita perlu nolong mereka segera .”
Tamara berlari cukup cepat di ikuti perawat di belakangnya .
“Siapkan beberapa anti septik dan beberapa alat jahit siapa tau aku akan menjahit .”
“Anda tidak akan ke ruang operasi , Dokter ?”
Tamara berhenti lalu menarik nafas sebelum melewati pintu ruang UGD , “sepertinya tidak . “
Tamara lalu membuka pintu UGD yang benar – benar kacau . Dan tentu saja banyak korban luka di sana dan di sini . Tamara dengan sigap membantu perawat yang tadi di belakangnya mendorong kereta alat dan membantu yang lain .
“Siapkan pita berwarna , aku akan memberikan intruksi . Pita hitam untuk ruang operasi . Pita merah luka luar yang parah , pita hijau untuk luka luar kecil dan putih – “ Tamara diam dari teriakannya tadi , “pita putih yang tidak bisa di tolong di sini .”
Tentu saja , pita putih bisa melambangkan baik dan buruk . Putih di sini adalah putih yang sangat sulit di relakan . Pita putih di tunjukkan untuk pasien yang tidak memiliki kesadaran penuh atau koma . Dan kemungkinan besar tidak bisa di selamatkan .
“Dokter Mara , bagaimana dengan pasien tidak sadar dan memiliki denyut jantung dan tanda vital normal ?”
Salah seorang dokter di bawahnya bertanya , “kau seorang dokter yang bisa mendiagnosis dia bisa atau tidak di selamatkan . Untuk sekarang , selamatkan dulu yang masih bisa di selamatkan dengan operasi yang cepat dan aman . “
“Lakukan .” Seru dokter senior . Dokter Sony .
“Apa yang di intruksikan Dokter Mara , lakukan . Kirimi saya pasien dengan luka parah yang bisa di operasi .”
“Siap .”
Tamara bernafas lega . Ada yang satu frekuensi dengannya . Tamara mengangguk ketika melihat perawat yang setia di sampingnya tersenyum .
“Siapkan alat steril dan kasa yang banyak , kita akan mengobati luka ringan di sini .”
Perawat itu mengangguk mendengarkan intruksi dari Tamara .
Dan sekarang , waktunya di mulai .
Tamara mulai merawat beberapa pasien , menandai dengan pita sesuai intruksinya sendiri . Dan mengobati yang bisa di obati di sana .
“Tidak ada luka lain selain lengan ?” Tamara bertanya pada pasien dengan luka robek di lengan bawahnya .
Sepertinya sayatan kaca .
“Aku akan menjahitnya di sini , Perawat – “
Tamara menggantung perkataannya lalu melihat name tag yang menggantung di leher sang perawat .
“Perawat Liana .” Tamara memanggilnya pelan .
Perawat yang di panggil dengan namanya kini mengangguk lalu menyiapkan alat jahit . Dan membantu dalam menangani masalah pita untuk dokter yang lain .
Suasana UGD sudah mulai kondusif dengan adanya beberapa dokter yang datang dan membantu . Dengan bantuan itu , Tamara bisa sedikit bernafas lega .
Bebannya terasa di angkat dari pundaknya . Satu persatu pasien mulai mengurus administrasi dan bisa langsung di pulangkan .
“Dokter Mara , minum .”
Perawat Liana memberikan satu botol air mineral kepadanya . Tidak dingin dan tidak hangat . Padahal Tamara ingin sekali meminum minuman yang dingin . Tapi di tahan . Dia tidak ingin menyakiti tubuhnya .
“Mara .”
Tamara hampir saja menyemburkan air di dalam mulutnya ketika ada yang menyebut namanya tanpa embel – embel dokter . Itu artinya , yang memanggilnya tadi adalah orang di luar rumah sakit .
“Tamara , ini Bunda .”
Tamara menatap orang itu . Lalu pikirannya terasa di tarik paksa oleh ingatan yang sangat buruk .
"AYAH JANGAN . CUKUP AYAH !"
Seruan Tamara saat membuka pintu rumahnya . Lalu berlari memeluk sang Ibu yang sedang di siksa dengan sabuk milik ayahnya . Sehingga Tamara yang kini menjadi bahan pukulan dari sang ayah .
Pukulan itu berhenti .
️️️