KELAM

1164 Kata
Tamara membuka pintu tempatnya beristirahat lalu melihat Rubi yang tengah mengotak – atik komputer seperti biasanya . Lalu menatap Gusti yang sedang bermain ponsel dan yang lainnya sedang di luar . Mengatasi pasien atau sejenisnya . “Udah beres ? Kok cepet . “ Gusti menyapanya tanpa melihat ke arah Tamara . Berbicara tentang Gusti yang namanya hampir sama dengan Derian . Gusti adalah seorang yang banyak ilmunya tapi memilih menjadi dokter. Padahal umurnya sudah tua . Jika sejak awal Gusti memutuskan jadi dokter mungkin jabatannya sudah tinggi . Setara dokter Sony . Tamara menghena nafas . “Cape gue . Terus – terusan operasi usus buntu . Bikin muak .” Kata Tamara kemudian berbaring di tempat tidurnya . “Lo maunya operasi apa , Ta ?” Kini Tamara menatap Rubi . “Ya sekali – kali jantung kek . Jadi asistennya dokter Sony kek . Kan mantap .” Rubi mencibir di susul dengan omongan pedas Gusti . “Ngimpi aja lo terus . “ Sialan . Mana ada temen yang kayak gitu . Tamara melirik jam di atas pintu , “bangunin gue jam tujuh . Balik gue ke rumah .” Gusti dan Rubi sudah mendengus . Mentang – mentang ada cowoknya pengen aja balik ke rumah . Seperti itulah kira – kira cibiran mereka yang membuat Tamara terkekeh . “Kenapa ga balik sekarang aja sih ? Nanggung se jam doang .” “Cukup lah .” Tamara sudah tidak menjawab lagi pertanyaan yang ditanyakan Gusti . “Kalo keadaan urgent gue bangunin jangan ngambek loh ya .” Seketika omongan Gusti di lempari kaos kotor oleh Rubi . “Lo ga inget omongan adalah do’a ?” Gusti seakan tersadar lalu menimpuki dahinya beberapa kali pukulan dengan telapak tangannya lalu berganti mengusap perutnya dengan gerakan memutar sambil membaca mantra . “Amit – amit jabang bayi .” Tamara tersenyum kecil , lalu benar – benar terlelap . - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Tamara di bangunkan dengan kasar oleh seseorang . Guncangan pada tubuhnya membuatnya melenguh . “Maaf Dokter Mara, para dokter lain di UGD membutuhkan anda .” Katanya terengah ketika melihat Tamara sudah sedikit membuka matanya . Kepala Tamara berat . Tamara memegangi kepalanya dan berusaha untuk duduk . “Ada apa di UGD ?” Orang di depannya kini mulai mengatur nafasnya . “Kecelakaan beruntun , mereka perlu pertolongan pertama . Para dokter tengah mengoperasi orang – orang dengan keadaan kritis dan harus di operasi darurat .” Sahut orang itu yang baru Tamara sadari jika ia adalah seorang perawat . “Suster dan dokter umum sedang berusaha menenangkan para keluarga korban . Bisakah anda membantu ?” Tamara sudah sadar walaupun belum sepenuhnya . Dia mengikat sepatunya lalu bergegas pergi . Tidak lupa jas doter dan mengikat rambutnya . “Bisakah kau jadi asistenku ?” Suster itu diam , “aku baru dua bulan di sini , dokter .” “Itu sudah cukup buatku . Kita perlu nolong mereka segera .” Tamara berlari cukup cepat di ikuti perawat di belakangnya . “Siapkan beberapa anti septik dan beberapa alat jahit siapa tau aku akan menjahit .” “Anda tidak akan ke ruang operasi , Dokter ?” Tamara berhenti lalu menarik nafas sebelum melewati pintu ruang UGD , “sepertinya tidak . “ Tamara lalu membuka pintu UGD yang benar – benar kacau . Dan tentu saja banyak korban luka di sana dan di sini . Tamara dengan sigap membantu perawat yang tadi di belakangnya mendorong kereta alat dan membantu yang lain . “Siapkan pita berwarna , aku akan memberikan intruksi . Pita hitam untuk ruang operasi . Pita merah luka luar yang parah , pita hijau untuk luka luar kecil dan putih – “ Tamara diam dari teriakannya tadi , “pita putih yang tidak bisa di tolong di sini .” Tentu saja , pita putih bisa melambangkan baik dan buruk . Putih di sini adalah putih yang sangat sulit di relakan . Pita putih di tunjukkan untuk pasien yang tidak memiliki kesadaran penuh atau koma . Dan kemungkinan besar tidak bisa di selamatkan . “Dokter Mara , bagaimana dengan pasien tidak sadar dan memiliki denyut jantung dan tanda vital normal ?” Salah seorang dokter di bawahnya bertanya , “kau seorang dokter yang bisa mendiagnosis dia bisa atau tidak di selamatkan . Untuk sekarang , selamatkan dulu yang masih bisa di selamatkan dengan operasi yang cepat dan aman . “ “Lakukan .” Seru dokter senior . Dokter Sony . “Apa yang di intruksikan Dokter Mara , lakukan . Kirimi saya pasien dengan luka parah yang bisa di operasi .” “Siap .” Tamara bernafas lega . Ada yang satu frekuensi dengannya . Tamara mengangguk ketika melihat perawat yang setia di sampingnya tersenyum . “Siapkan alat steril dan kasa yang banyak , kita akan mengobati luka ringan di sini .” Perawat itu mengangguk mendengarkan intruksi dari Tamara . Dan sekarang , waktunya di mulai . Tamara mulai merawat beberapa pasien , menandai dengan pita sesuai intruksinya sendiri . Dan mengobati yang bisa di obati di sana . “Tidak ada luka lain selain lengan ?” Tamara bertanya pada pasien dengan luka robek di lengan bawahnya . Sepertinya sayatan kaca . “Aku akan menjahitnya di sini , Perawat – “ Tamara menggantung perkataannya lalu melihat name tag yang menggantung di leher sang perawat . “Perawat Liana .” Tamara memanggilnya pelan . Perawat yang di panggil dengan namanya kini mengangguk lalu menyiapkan alat jahit . Dan membantu dalam menangani masalah pita untuk dokter yang lain . Suasana UGD sudah mulai kondusif dengan adanya beberapa dokter yang datang dan membantu . Dengan bantuan itu , Tamara bisa sedikit bernafas lega . Bebannya terasa di angkat dari pundaknya . Satu persatu pasien mulai mengurus administrasi dan bisa langsung di pulangkan . “Dokter Mara , minum .” Perawat Liana memberikan satu botol air mineral kepadanya . Tidak dingin dan tidak hangat . Padahal Tamara ingin sekali meminum minuman yang dingin . Tapi di tahan . Dia tidak ingin menyakiti tubuhnya . “Mara .” Tamara hampir saja menyemburkan air di dalam mulutnya ketika ada yang menyebut namanya tanpa embel – embel dokter . Itu artinya , yang memanggilnya tadi adalah orang di luar rumah sakit . “Tamara , ini Bunda .” Tamara menatap orang itu . Lalu pikirannya terasa di tarik paksa oleh ingatan yang sangat buruk . "AYAH JANGAN . CUKUP AYAH !" Seruan Tamara saat membuka pintu rumahnya . Lalu berlari memeluk sang Ibu yang sedang di siksa dengan sabuk milik ayahnya . Sehingga Tamara yang kini menjadi bahan pukulan dari sang ayah .   Pukulan itu berhenti .   ️️️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN