1. Pertemuan
Kucuci tanganku yang penuh dengan darah seusai melakukan operasi tadi. Hari ini sungguh melelahkan, bahkan aku baru beberapa jam yang lalu tiba disini dan langsung di panggil oleh pihak rumah sakit untuk melakukan operasi. Padahal aku merasa sangat lelah dan ingin tertidur sejenak setibanya disini, tapi semuanya gagal karena adanya operasi mendadak tadi.
Aku memutuskan untuk melepaskan atribut pakaian yang kukenakan saat melakukan operasi tadi. Rasa kantukku menguap sudah. Aku ingin jalan-jalan, setidaknya menyegarkan pikiran sehabis penat tidak terlalu buruk.
Kulangkahkan kakiku melewati lorong-lorong rumah sakit menuju lift untuk sampai ke lantai atas. Suasana di luar cukup mendung hingga membuatku berpikir untuk mengambil payung di ruang kerjaku yang memang berada di lantai atas.
Saat aku menaiki lift tak banyak orang yang ada di dalamnya. Hanya terdapat tiga orang suster yang tampaknya tengah asik bergosip tanpa menyadari keberadaanku, dan aku tidak peduli atau pun tertarik untuk ikut campur urusan mereka.
"Kau tahu pianis bernama Angelia itu? Tadi aku melihatnya datang lagi ke rumah sakit dengan membawa rangkaian bunga tulip seperti minggu-minggu yang lalu."
"Anggelia yang itu? Bahkan ini sudah tiga tahun sejak meninggalnya dr.Hornick, tapi ia tetap selalu tak lupa membawa rangkaian bunga untuk di taruh di samping ranjang rawat dr.Hornick. Seolah-olah dr.Hornick masih hidup, bahkan ia masih single sampai saat ini."
"Kau benar, bahkan jika mau ia bisa saja mendapatkan pria manapun yang dia inginkan. Dia masih sangat cantik dan masih muda. Banyak para pria yang mendekatinya, tapi banyak juga yang memilih untuk mundur."
"Kudengar, para pria yang mendekatinya selalu mundur karena tidak tahan pada penampakan hantu dr.Hornick."
"Kau benar, setiap lelaki yang mendekatinya katanya selalu di teror oleh hantu dr.Hornick. Huh.. menyeramkan."
"Sudahlah jangan bicarakan lagi, nanti kita yang di teror gimana?"
"Hush.. jangan ngomong gitu, serem tau."
Ting..
Lift terbuka aku segera melangkahkan kakiku keluar lift, tak kuhiraukan sapaan para suster tadi yang bahkan baru menyadari keberadaanku setelah mereka selesai bergosip.
Cih, penampakan? Teror? Hantu? Mereka terlalu mempercayai hal-hal berbau mistis. Di zaman sekarang mana ada hantu, mereka terlalu banyak menonton film horor. Dasar para wanita.
Kumasukkan kedua tanganku ke dalam saku celana sembari berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Kulihat sesosok wanita muda baru saja keluar dari salah satu ruang rawat VIP yang ada di lantai atas.
DEG
Senyumnya...
Matanya...
Paras cantiknya...
Sejenak kugelengkan kepalaku yang terasa pening akibat kelebatan bayangan samar yang melintas di benakku.
Di bayangan tersebut tampak sesosok wanita yang tengah b******u panas dengan seorang pria. Tapi aku tidak mengerti bagaimana mungkin bisa bayangan tersebut berkelebatan dalam benakku.
Kemudian aku mendongak untuk menatap wajahnya, dan kelebatan bayangan aneh itu malah semakin bermunculan dalam benakku.
Sesuatu dalam tubuhku bergejolak, hasratku yang selama ini tersimpan rapi tiba-tiba menggelegak begitu saja saat melihatnya, dan anehnya bayangan e****s itu semakin lama semakin berkelebatan dalam benakku seolah-olah kaset rusak.
Aku berniat akan menyapanya, tapi dia berlalu melewatiku begitu saja. Tak hilang akal, kuputar arah langkahku untuk mengejarnya.
"Tunggu!"
Mungkin kau bisa mengatakan bahwa aku berbuat nekat, karena itu memang kenyataannya. Kulihat dia menghentikan langkahnya tepat di depan lift. Dia tampak memutar tubuhnya dan melihatku. Tatapan mataku kembali terpaku pada matanya, membuatku terpesona selama beberapa saat.
Selama sesaat aku bingung harus berkata apa, ini pertama kalinya aku merasa canggung berhadapan dengan seorang wanita. Biasanya para wanita selalu mendekatiku, tapi kini kebalikannya dan aku bingung dengan sikap spontanku ini. Kugaruk belakang tengkukku yang tidak gatal.
"Em.. perkenalkan aku dr.Brian, kau baru menjenguk seseorang?"
Hening selama beberapa saat karena gadis itu masih saja menatapku heran. Apa aku boleh menyebutnya gadis?
"Ya, bisa dikatakan seperti itu."
Setelah mengatakan hal itu ia kembali berbalik dan memasuki lift.
"Tunggu! Siapa namamu?" Ucapku spontan saat ia terlihat menekan tombol lift agar kembali tertutup.
"Anggelia." Kulihat dia tersenyum manis sebelum pintu lift pada akhirnya benar-benar tertutup sempurna.
Tanpa bisa kutahan, sudut bibirku terangkat ke atas membentuk sebuah senyum simpul. Sekarang tingkahku tak ubahnya seperti para remaja yang baru merasakan jatuh cinta. Cinta? Apakah ini yang di sebut love at the first sigh? Memikirkannya membuatku kembali tersenyum tanpa sadar.
Anggelia. Mengingat namanya kembali membuatku mengingat perkataan para suster di dalam lift tadi. Jika benar apa yang di katakan suster tadi, berarti gadis itu adalah...
Tanpa sadar aku telah berdiri di depan sebuah pintu rawat ruang VIP, tempat yang tadi dikunjungi Anggelia sebelum dia keluar dari membesuk.
Dengan ragu kugenggam kenop pintu dan memutarnya perlahan.
Cklek
Pintu terbuka dan kulangkahkan kakiku memasuki ruang rawat itu.
Suasana di dalam ruang rawat itu terlihat sunyi senyap dan sepi. Meski pencahayaan di dalam ruang rawat ini terlihat remang, tapi aku begitu yakin bahwa saat ini tidak ada siapa pun disini kecuali diriku sendiri.
Kulangkahkan kakiku menuju sisi ranjang dimana terdapat sebuah vas bunga berisi rangkaian bunga tulip yang terlihat masih segar dan baru diganti.
Jadi, apa yang dikatakan para suster tadi benar. Kuambil satu tangkai bunga tulip di dalam vas bunga itu.
Set-
Kurasakan leher di tengkukku meremang selama beberapa saat. Perlahan kutolehkan kepalaku ke arah belakang, tapi aku tak mendapati apa pun di sana.
'Mungkin hanya angin malam.' Pikirku menenangkan.
Kutaruh kembali tangkai bunga tulip tadi dalam vas bunga dan melangkahkan kakiku keluar dari ruangan tersebut.
---
Di belakang, terdapat sesosok pria yang tengah memandang ke arahnya dengan tatapan dingin yang menusuk. Tapi tidak disadari oleh Brian saat ia menutup pintu ruangan tersebut.
***
Brian melangkahkan kakinya kembali menuju ruang kerjanya, tak terasa hari telah berganti malam. Setibanya di dalam ruang kerjanya dia mendapati dr.Zack tengah membereskan beberapa berkas laporan pasien dan tampak hendak pulang.
"Selamat malam dr.Zack" Sapa dr.Brian sekedar berbasa-basi kepada salah satu dokter senior yang umurnya terpaut 8 tahun di atasnya yakni beliau berumur 36 tahun dan masih cukup muda.
"Selamat malam dr.Brian" Yang di balas senyuman ramah oleh dr.Zack seperti biasanya.
"Apakah dokter baru akan pulang sekarang? Kudengar jadwal operasimu hari ini sudah selesai sejak jam lima sore tadi."
"Ah iya, aku tadi sempat bertemu dengan seseorang dan mengecek salah satu ruang rawat VIP."
"Ruang rawat VIP? Bukankah setahuku saat ini sedang tidak ada seorang pun yang menyewa ruang rawat VIP?"
"Ya Anda benar, aku tadi sempat mengecek karena ada seseorang yang baru saja keluar dari salah satu ruang rawat VIP tersebut dan tidak ada siapa pun di sana. Lalu aku hanya mendapati rangkaian bunga tulip di sisi ranjang perawatan yang terlihat baru saja diganti."
"Rangkaian bunga tulip? Kalau boleh tahu, siapa seseorang yang yang baru saja anda temui tadi dr.Brian?"
"Ah... kalau tidak salah namanya Anggelia."
"Anggelia? Ah jadi anda sudah bertemu dengannya. Bagaimana? Dia cantik bukan. Apa kau tertarik padanya?" tanya dr.Zack mencoba menggoda dr.Brian yang terkenal cukup cuek terhadap wanita dan juga dalam masalah percintaanya.
"Ya, aku tertarik padanya." tanpa sadar dr.Brian kembali menampilkan seulas senyum tipis ketika mengingat kembali pertemuannya dengan Anggelia tadi.
"Sudah kuduga kau akan tertarik padanya." ujar dr.Zack ikut tersenyum menimpali ucapan dr.Brian.
"Tapi kau harus berhati-hati, terlalu banyak rintangan jika kau ingin mendekati Anggelia." sambung dr.Zack yang selama beberapa saat memasang raut muka serius.
"Apa maksud anda dr.Zack?" dr.Brian merasa bingung dengan perubahan ekspresi wajah dr.Zack yang tadi terlihat tersenyum ramah kini menjadi serius.
"Ah.. lupakan, aku hanya bercanda. Semoga kau berhasil mendekati Anggelia. Kau tahu? Banyak lelaki yang mendekatinya." ucap dr.Zack seraya terkekeh pelan berusaha mencairkan suasana yang berubah tegang selama beberapa saat.
"Baiklah, kalau begitu aku permisi pulang terlebih dahulu dr.Brian." pamit dr.Zack yang melenggang pergi meninggalkan dr.Brian sendiri di meja kerjanya.
Apa maksud dr.Zack dengan banyak rintangan jika ingin mendekati Anggelia? Apa ini ada hubungannya dengan perkataan suster di dalam lift itu? Ah.. sudahlah, untuk apa aku memikirkan hal-hal aneh seperti itu.
dr.Brian segera mengemasi barang-barangnya dan beranjak pergi meninggalkan ruang kerjanya untuk segera pulang. Mengingat hari sudah petang dan dia juga merasa lapar karena belum makan malam.
Tanpa disadari, lagi-lagi tak jauh di belakang dr.Brian berdiri dengan tegap sesosok pria yang menatapnya dengan dingin dan tajam.
Sebelum dr.Brian benar-benar pergi keluar, ia sempat menoleh sebentar kearah belakang. Tapi, lagi-lagi hanya kesunyian yang didapatinya.
Mungkin hanya perasaanku saja.
Pada akhirnya dr.Brian benar-benar pergi dari rumah sakit untuk kembali ke kediamannya dengan perasaan yang berkecamuk di dalam benaknya.
Anggelia. Gadis yang telah berhasil menarik perhatianku bahkan sejak pertama kali bertemu dengannya. Satu-satunya gadis yang telah membuatku hilang akal dan seakan kehilangan kontrolku untuk segera meng-klaim dirinya untukku.
Kau memang telah berhasil menarik perhatianku saat ini. Dan akan kupastikan, aku akan mendekatimu apapun yang terjadi. Tanpa peduli rintangan apapun yang akan menghalangiku. Karena aku bertekad, akan menjadikanmu milikku. Hanya MILIKKU! Bayangan e****s yang berkelebatan dalam benakku, bukan hanya sekedar bayangan biasa. Aku bisa merasakannya, itu bukan hanya sekedar ilusi. Aku akan membuktikannya, saat aku memilikimu.