Episode Tanpa Judul

3964 Kata
“Cepat..! Cepat..! Ayo cepat..! “Berbaris sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan!” “Cepat..!!” terdengar suara seseorang berteriak dengan kencang di antara riuhnya suara-suara yang lain. Dita yang baru saja tiba, dengan sedikit berlari segera berbaris dan bergabung dengan kelompoknya. Saat itu Dita tergabung dalam sebuah kelompok yang diberi nama kelompok Kodok. Setiap kelompok Mahasiswa baru diberi nama yang berbeda-beda oleh panitia penyelengara Ospek, tujuannya adalah agar nama kelompok tersebut mudah diingat baik oleh kelompok lain maupun oleh para senior. “Kelompok Kodok cepat ke sini..! Dan cepat berbaris!” ujar seseorang dengan nada sedikit berteriak. Tampak seorang senior melambaikan tangannya seraya mengajak anak-anak kelompok Kodok untuk memisahkan diri dari kelompok lainnya. “Cepat berbaris! Dan berjejer ke samping!” ujar senior yang lainnya dengan nada yang datar. “Cepat..!! Kalian ini lamban banget sih! jangan manja-manja di sini! Kalau kalian mau manja-manja, sana pulang ke rumah! Di sini bukan tempatnya untuk manja-manja!” bentak salah seorang senior laki-laki lainnya. Tentu saja hal itu membuat Dita dan teman-temannya cepat-cepat berbaris mengikuti perintah dari para senior yang berada di hadapan mereka itu. Setelah anak-anak kelompok Kodok berbaris benjejer ke samping, ada empat orang senior berdiri di hadapan anak-anak kelompok Kodok. Keempat senior itu kemudian memperkenalkan diri mereka. Perkenalan para senior itu dimulai oleh seorang senior laki-laki dengan postur tubuh yang bagus dan ideal dengan tinggi badan kira-kira diatas 170cm, berkulit putih, berpakaian bersih dan rapi serta berwajah tampan. Senior itu juga memiliki tatapan mata yang begitu hangat, tutur kata yang lembut dan senyuman yang sangat bersahabat. Senior itu memiliki daya tarik yang luar biasa di mata Dita. Senior itu bernama Rangga. “Selamat pagi!” ujar Rangga mengawali pembicaraannya. “Selamat pagi..!” jawab anak-anak kelompok kodok dengan polosnya. Rangga pun tampak tersenyum melihat kepolosan para juniornya itu. “Saya harap kalian sehat hari ini” ujar Rangga. “Saya Rangga, saya adalah salah satu pendamping kalian untuk kegiatan Ospek hari dan sampai dua hari kedepan. Mohon kerjasamanya!” ujar Rangga dengan ramah bersahabat. Setelah Rangga selesai memperkenalkan dirinya, sesi perkenalan itu dilanjutkan oleh seorang senior laki-laki lainnya. Laki-laki itu memiliki postur tubuh yang tidak jauh berbeda dengan Rangga, Dia memiliki tubuh yang tinggi dan wajah yang tampan, namun sayangnya laki-laki itu tampak sombong dan angkuh. Sedari awal kegiatan dimulai Laki-laki itu tidak pernah tersenyum sedikit pun dan selalu bersikap kasar. Senior itu bernama Fiko. “Selamat pagi! Nama saya Fiko. Saya akan mendampingi kalian selama tiga hari untuk kegiatan Ospek. Kegiatan itu dimulai hari ini. Tolong kerjasamanya!” ujar Fiko dengan nada yang tinggi dan tegas layaknya seorang Bos bengis yang sedang memperkenalkan diri Saat melihat Fiko untuk pertama kalinya dan ditambah lagi dengan melihat gaya berbicara dan cara Fiko memperkenalkan dirinya, di benak Dita sudah muncul bayangan sosok senior yang angkuh, sombong, kasar dan arogan. Menurut Dita kedua senior laki-laki di hadapannya itu memiliki ketampanan yang tidak jauh berbeda, tapi Fiko seolah tidak memiliki daya pikat di mata Dita. Saat Fiko memperkenalkan dirinya, tatapan mata Dita malah sering tertuju pada sosok laki-laki yang berdiri tepat di samping Fiko yaitu seniornya yang bernama Rangga. Entah kenapa saat pertama kali melihat Rangga, di hati Dita sudah muncul getaran-getaran yang aneh. Dita merasa tidak asing dengan senyuman dan tatapan mata Rangga yang tampak begitu hangat. Dita seolah telah megenal senyuman dan tatapan itu sudah sejak lama. Tapi Dita berusaha menepis perasaan itu, Dita berpikir bahwa itu hanyalah emosi sesaatnya saja. Mungkin itu karena Rasa sukanya terhadap Rangga yang membuat seolah Dia telah mengenal tatapan dan senyuman Ranga sejak lama. Sesi perkenalan senior itu diakhiri oleh perkenalan dua orang senior perempuan yang berdiri di sebelah Rangga. Setelah sesi perkenalan para senior pendamping kegiatan Ospek selesai, para senior itu kemudian bergantian memjelaskan aturan-aturan yang terkait dengan kegiatan Ospek dan membagikan pengetahuan tentang kehidupan kampus serta memberikan beberapa materi yang berhubungan dengan kegiatan Ospek tersebut. “Apakah kalian udah paham tentang aturan Ospek yang telah saya dijelaskan tadi?” tanya salah seorang senior perempuan dengan ramah. “Kalau masih ada yang belum jelas silahkan bertanya” tambah senior perempuan itu lagi. “Kalau semuanya sudah paham, kita akan lanjutkan kegiatan ini dengan sesi perkenalan dari kalian” ujar senior perempuan yang lainnya. Dita yang berdiri paling pinggir di sebelah kiri barisan, mendapat giliran pertama dalam sesi perkenalan itu. Dengan nada yang tegas dan sopan Dita mulai memperkenaklkan dirinya. “Selamat pagi! Nnama Aku Meggi Anandita. Temen-temen bisa panggil Aku Dita” ujar Dita mengawali perkenalan dirinya. Selang beberapa detik dari Dita berbicara, terdengar suara seorang senior laki-laki memotong pembicaraan Dita dengan nada yang cukup tinggi. Spontan Dita terkejut dan langsung menatap ke arah sumber suara tersebut. Ternyata suara itu  adalah suara seniornya yang bernama Fiko. “Siapa..? Ulangi lagi..! Dasar anak manja, kalau ngo..mong.. tolong suaranya yang jelas! Untuk yang lain juga, nanti kalau ngomong, jangan kayak orang lagi kumur-kumur! Jangan kayak temen kalian yang satu ini!” bentak Fiko sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah Dita. Dita yang mendengar bentakan itu langsung terbelalak karena terkejut. Tapi Dita hanya mampu terdiam. Di saat itu Dita merasa suaranya sudah cukup lantang dan jelas saat memperkenalkan dirinya. “Dita. Nama saya Dita” jawab Dita singkat dan dengan nada yang lebih tinggi dari sebelumnya. Dan spontan Fiko pun langsung melotot ke arah Dita. “Kamu berani berteriak sama saya! Kamu membentak saya..! Hahhh..!! Kamu pikir saya b***k!” ujar Fiko dengan nada yang semakin tinggi serta memasang wajah yang marah di hadapan Dita. Fiko terus saja memandang tajam ke arah Dita. Fiko terlihat seperti Serigala ganas yang siap menerkam mangsa yang berada di hadapannya yang tidak lain adalah Dita. Melihat Fiko yang terus mengoceh dan melotot, Dita pun segera menundukkan kepalanya. Dita tertunduk bukan karena rasa takut pada gertakan seniornya yang bernama Fiko itu, tapi Dita tahu betul bahwa apapun yang Dia katakan, atau apapun yang Dia lakukan untuk membela diri, semuanya itu pasti akan sia-sia dan pasti dianggap salah oleh para seniornya. Dita Sudah benar-benar paham dengan kegiatan Ospek seperti itu. Kegiatan Ospek pasti tidak jauh berbeda dengan kegiatan MOS waktu SMA dulu pikir Dita, yang merupakan ajang para senior untuk mencari-cari kesalahan para juniornya. Dita pun hafal dengan Pasal yang sering dijadikan s*****a oleh para senior itu pada saat Ospek untuk menjahili para juniornya. Pasal itu berbunyi :  Pasal 1. Senior tidak pernah salah.  Pasal 2. Bila senior salah maka kembali merujuk ke pasal 1. Makna dari pasal tersebut menegaskan bahwa para junior tidak memiliki kekuasaan ataupun hak untuk mengatakan kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh para seniornya. Para seniorlah yang berhak memutuskan benar atau salah atas tindakan yang mereka lakukan dan atas hal yang telah dikerjakan oleh para juniornya. Senior tidak bisa dikatakan salah meskipun sebenarnya senior itu melakukan kesalahan. Demikianlah kekuasaan yang dimiliki oleh para senior. Karena itulah Dita enggan meladeni kekonyolan para senior yang ada di hadapannya itu. “Udah ko! jangan terlalu keras” ujar Rangga menegur Fiko yang segera berjalan menghampiri Fiko. “Kalau mereka semua pingsan karena serangan jantung, gimana..? Apa kamu sanggup menggendong mereka semua..?” tambah Rangga seraya bercanda. Rangga tampak berusaha menghentikan tindakan Fiko yang terus-terusan memarahi Dita. Rangga kemudian mempersilahkan anggota kelompok Kodok lainnya untuk meneruskan acara perkenalannya. Akhirnya satu persatu anak-anak kelompok Kodok memperkenalkan diri mereka. Dita, Zian, Citra, Bella, soni dan Andi Itulah nama-nama Mahasiswa baru yang tergabung dalam kelompok Kodok. Setelah semua anggota kelompok Kodok memperkenalkan diri mereka, Rangga segera mengumumkan tugas pertama yang harus dikerjakan oleh anak-anak kelompok Kodok. Tugas pertama yang harus dikerjakan oleh kelompok Kodok adalah mencari tahu nama Rektor, Dekan, Kajur dan nama-nama Dosen yang ada di Fakultas dan Jurusan mereka, serta mata kuliah yang diajarkan oleh para Dosen tersebut. “Silahkan kalian cari jawabanya dari mana aja, tapi.. kalian nggak boleh bertanya sama pihak kampus, baik itu Dosen, Penjaga kantin, ataupun pengurus kampus. Kalian bisa cari jawabanya dari stiker kampus atau tanya sama senior-senior yang lain. hmmm” ujar salah seorang senior perempaun yang diakhiri dengan senyum terkulum. “Waktu kalian Cuma lima menit. Apa kalian udah paham dengan tugas kalian? Kalau ada yang belum jelas silahkan bertanya, sebelum semuanya dimulai” ujar Rangga untuk memastikan bahwa anak-anak kelompok Kodok memahami tugas mereka. Setelah menunggu beberapa saat dan tidak ada tanda-tanda bahwa anak-anak kelompok Kodok akan bertanya, Rangga pun segera mempersilahkan anak-anak kelompok Kodok untuk memulai tugas mereka. “Sekarang silahkan kerjakan tugas kalian dan waktu kalian dimulai dari sekarang” ujar Rangga lagi sambil memperhatikan jam di tangannya. Anak-anak dari kelompok Kodok pun dengan segera berlarian menuju para senior yang sedang bertugas membimbing kelompok-kelompok Mahasiswa baru lainnya. Tujuan mereka adalah untuk mendapatkan jawaban atas tugas mereka. Beberapa saat setelah berada jauh dari para seniornya, Dita dan anggota kelompok Kodok lainnya bersungut-sungut mencaci para senior mereka itu. Menurut mereka para seniornya itu benar-benar keterlaluan karena memberikan mereka tugas yang sangat sulit. Bayangkan saja, baru hari itu mereka menginjakkan kaki di kampus sebagai seorang mahasiswa, mereka sudah harus mencari tahu nama-nama Dosen, Rektor, Kajur dan Dekan serta mata kuliah yang diajarkan hanya dalam waktu lima menit. “Kira-kira kita bakal dapat jawaban dari semua pertanyaan ini nggak ya” tanya Citra, salah sorang anggota kelompok Kodok. “Semoga aja dapet” jawab Dita. “Iya semoga dapet” ujar anggota kelompok Kodok lainnya. “Tapi ini kan banyak banget..! waktu kita Cuma lima menit” ujar Citra lagi dengan wajah yang ragu. “Gini aja, gimana kalau kita bagi tugas. Ada kelompok yang nyari nama Rektor, Dekan, Kajur trus ada  kelompok yang nyari nama-nama Dosen dan mata kuliahnya. Gimana?” usul Dita. Semua anak-anak anggota kelompok Kodok pun setuju dengan ide yang diusulkan Dita. Akhirnya Dita dan anggota kelompok Kodok berpencar. Mereka pun membagi kelompoknya menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama ada Zian dan Andi, mereka yang bertugas mencari tahu nama Rektor, Dekan, kajur di Fakultas mereka. Dan tentu saja jika tugas itu sudah selesai mereka juga bertugas mencari tahu nama Dosen dan mata kuliahnya. Kelompok kedua ada Bella dan Sony, mereka bertugas mencari tahu nama-nama Dosen dan mata kuliah yang diajarkannya. Kelompok ketiga ada Dita dan Citra, tugas mereka sama dengan tugas yang dikerjakan oleh kelompok kedua yaitu mencari tahu nama-nama Dosen dan mata kuliah yang diajarkan oleh Dosen tersebut.  Setelah tiba di dekat senior yang sedang bertugas membimbing kelompok Ospek lainnya, Dita dan teman-temannya memberanikan diri menghampiri para senior tersebut, dan mulai bertanya mengenai tugas mereka. Untuk senior yang baik hati dan kasihan pada para junior yang dijahili, mereka dengan senang hati membantu dan memberikan jawaban yang benar. Akan tetapi untuk para senior yang jiwanya suka iseng dan senang melihat para juniornya dijahili, tentu saja mereka tidak akan membantu dan bahkan tak jarang mereka memberikan jawaban yang asal-asalan dan salah. Lima menit pun akhirnya berlalu, Dita dan teman-temannya bergegas kembali menemui seniornya di tempat semula, lalu menyerahkan kertas yang berisi jawaban atas tugas mereka. Kali itu Dita dan teman-temannya telah siap menerima hukuman dari para seniornya, karena mereka sadar bahwa mereka tidak mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan yang diberikan oleh para seniornya itu. Setelah kertas-kertas tugas diserahkan oleh tiap-tiap anak dari kelompok Kodok, para Senior itu pun segera memeriksa dan memperhatikan lembaran-lembaran kertas itu. Mereka tampak menggeleng-gelengkan kepala sambil sesekali tampak tersenyum. “Kalian udah tau kan konsekuensinya jika kalian gagal menyelesaikan tugas kalian!” ujar Rangga dengan ramah seraya mengingatkan anak-anak kelompok Kodok akan kosekuesi yang telah dijelaskan para senior sebelumnya. “Iya” jawab anak-anak kelompok Kodok. “Apa konsekuesinya?” Tanya Fiko dengan nada yang sedikit tinggi. “Menerima hukuman” jawab Dita dan teman-temannya. “Bagus kalau kalian udah tau” ujar Fiko dengan nada yang tidak bersahabat sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Tak lama kemudian salah seorang senior perempuan mulai berbicara, senior itu menjelaskan tentang konsekuensi yang akan diterima oleh anak-anak kelompok Kodok karena telah gagal dalam tugasnya kali itu. Kelompok Kodok pun diberikan hukuman mencari sebuah pena yang sebelumnya telah disembunyikan oleh para senior pada tumpukan dedaunan kering di taman belakang gedung perkuliahan. Untuk hukuman itu kelompok Kodok kembali diberi waktu hanya lima menit. “Apa kalian udah jelas dengan hukuman kalian? Kalau udah jelas, tunggu apalagi..! kerjakan sekarang!!” ujar Fiko dengan keras. Yang dengan seketika membuat anak-anak kelompok Kodok tersentak dan segera berjalan menuju taman kampus. Dari awal dimulainya kegiatan Ospek, Fiko memang tidak pernah berbicara dengan nada yang halus apalagi dengan sikap yang baik dan ramah. Dengan sikap Fiko yang demikian, tak ayal membuat beberapa anggota kelompok Kodok sedikit merasa takut bila harus berhadapan dan berurusan dengan makhluk yang bernama Fiko. Tanpa membuang waktunya, anak-anak dari kelompok Kodok langsung berhamburan menyebar di sekitar taman kampus yang sangat luas. Terlihat banyak tumpukan dedaunan kering di sana, hal itu menjadikan Dita pesimis untuk berhasil menemukan pena yang telah disembunyikan oleh para seniornya itu. “Ini sama aja nyari jarum dalam tumpukan jerami. Mana bisa ketemu kalau kayak gini!” ujar Dita bersungut-sungut pada teman barunya yang bernama Zian. “Dasar senior gila! Dikira gampang apa nyari pena ditempat seluas ini” oceh Dita tak henti-henti. “Udah, enggak usah ngomel-ngomel terus. Ayo cepat kita cari penanya” ujar Zian yang tampak sangat sabar. Dita mencari pena tersebut dengan setengah hati. Menurut Dita tidak akan mungkin pena itu dapat ditemukan di taman yang seluas itu hanya dalam waktu lima menit. kemudian Dita kembali memikirkan hal-hal yang mungkin telah dilakukan oleh para seniornya terhadap mereka. “Aku yakin senior-senior itu pasti iseng. Mereka pasti ngerjain kami. Besar kemungkinan pena yang dimaksud enggak ada, dengan kata lain para senior itu sengaja enggak meletakkan pena itu di sekitar taman ini, terus mereka ada kesempatan lagi untuk menghukum kami” pikir Dita sambil terus mengobrak-abrik tumpukan daun kering dengan menggunakan ranting. Semua yang dipikirkan Dita ternyata benar. Setelah lima menit mereka menghabiskan waktu untuk mencari pena di taman, mereka pun kembali tanpa hasil. Tentu saja konsekuensinya adalah menerima hukuman kembali dari para seniornya. Hukuman kedua mereka adalah mengumpulkan minimal 20 tandatangan para senior yang menjadi panitia kegiatan Ospek di hari itu. Hukuman mereka kali ini menurut Dita jauh lebih mudah untuk diselesaikan. Dita dan teman-temannya cukup merasa senang dengan hukuman mereka kali itu. Tapi ternyata kali itu semua berjalan tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan oleh Dita dan teman-temannya. Untuk mendapatkan tanda tangan para senior itu, Dita harus menuruti semua persyaratan yang diberikan oleh para senior tersebut. Setiap senior pun memberikan persyaratan yang berbeda-beda untuk tandatangan mereka, ada yang meminta Dita bernyanyi, ada yang meminta Dita menari, berpuisi bahkan ada pula yang meminta dirayu oleh Dita. Dita pun terpaksa menuruti semua permintaan para seniornya itu demi mendapatkan tandatangan agar terbebas dari hukuman. “Nyanyi dulu dong..! Nanti kalau udah nyanyi Kakak kasih deh tandatangannya” ujar salah seorang senior laki-laki di hadapan Dita. “Tapi lagunya yang romantis ya” goda senior itu kepada Dita. Dita pun menuruti permintaan seniornya itu. “……………… Cintaku tak pernah memandang siapa kamu Tak pernah menginginkan kamu lebih Dari apa adanya dirimu… selalu Cintaku terasa sempurna karena hatimu Selalu menerima kekuranganku Sungguh indah cintaku” Itulah penggalan terakhir lagu dari Nicky Tirta dan Vanessa Angel yang berjudul Indah Cintaku yang dinyanyikan oleh Dita untuk seniornya itu. Setelah Dita selesai bernyanyi Dita pun dengan segera menyodorkan buku tulisnya kepada senior di hadapannya itu untuk meminta tandatangan. “Sebentar. Mmmm.. satu lagu lagi ya..!” ujar seniornya itu sambil mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Dita. Dita yang melihat perlakuan seniornya itu hanya bisa menarik nafas dalam-dalam untuk menahan emosinya. “Mmmm.. gini aja deh, kalau nggak mau nyanyi.. gimana kalau puisi aja. Puisi yang spesial buat Kakak yang cakep ini” ujar senior itu kembali untuk menggoda Dita dan sambil memamerkan wajahnya di hadapan Dita. “Pede banget ni orang” pikir Dita. “Okelah.. emang sih nggak jelek-jelek banget, tapi Pedenya itu lo.. bikin eneg” guman Dita dalam hati. Dita terus menatapi senior yang ada di hadapannya itu, Dita memperhatikan seniornya yang terus saja nyerocos dan menggombal untuk menggoda dirinya. Dita pun berencana mengeluarkan jurus yang baru saja dipelajarinya, jurus itu adalah jurus merengek. Selama berdiri di hadapan seniornya itu Dita juga sempat memperhatikan mahasiswa baru lainya yang sedang meminta tandatangan. Di sanalah Dita melihat ada berberapa mahasiswa baru yang merengek manja di depan seniornya untuk mendapatkan tandatangan. Dita pun tidak menyangka bahwa senior itu pun segera memberikan tandatangannya pada mahasiswa baru yang merengek manja tersebut. “Ayo dong Kak.. please! Minta tandatangannya!” rayu Dita yang berusaha mengeluarkan jurus yang baru dipelajarinya itu. “Tadi kan Kakak bilang Cuma nyanyi. Dita kan udah nyanyi” ujar Dita dengan nada yang manja. Sebenarnya dalam hatinya, Dita sangat geli melihat dirinya yang merengek bermanja-manja seperti itu. “Ayo dong Kak tandatangannya.. please..!” ujar Dita lagi sambil menyodorkan buku tulisnya dan memasang wajah yang manis. Dita terus berusaha merayu seniornya itu, dan terus menyodorkan buku tulisnya. Senior itu pun akhirnya mengambil buku tulis yang disodorkan oleh Dita. Di saat yang bersamaan Rangga muncul berjalan melintasi Dita dan seniornya itu. “Ngga, mau kemana?” tegur senior di hadapannya itu kepada Rangga. “Nggak kemana-mana, Cuma keliling aja” jawab Rangga yang segera menghentikan langkahnya tepat di hadapan Dita. “Sini duduk” ajak senior itu kepada Rangga sambil bergeser dari duduknya. Rangga pun kemudian duduk, tak lupa Rangga melemparkan sebuah senyuman kepada Dita, dan Dita pun Membalasnya dengan senyuman. “Kamu suka lagu apa Ngga?” tanya senior itu kepada Rangga. “Ni anak jago nyanyi lo” tambahnya lagi. “Tadi Aku dinyanyiin lagu Cinta yang Romantis.. banget” ujar senior itu lagi sambil tersenyum menggoda Dita. Rangga hanya tersenyum mendengar celotehan dari temannya itu. “Gimana nih..?” pikir Dita. “Nggak mungkin aku merengek-rengek di depan Kak Reza” guman Dita dalam hati. “Aduh..! Kenapa jurusnya nggak berhasil sih! Harusnya dari tadi senior ini udah kasih tandatangannya. Trus kenapa Kak Rangga harus ada di sini..! Tengsin banget kalau Aku manja-manja di depan Kak Rangga. Kalau kayak gini kan Aku nggak bisa merengek manja lagi..! Uhh kacau..! kacau..!” Dita terus berguman dalam hatinya. “Aduh..! Jangan-jangan tadi Kak Rangga ngeliat lagi! Waktu aku merengek-rengek manja nggak jelas itu” tiba-tiba pikiran itu muncul di benak Dita. Dita pun memejamkan matanya sembari menggigit bibirkan dan tertunduk malu. “Ahhh b**o’..! b**o’..! Dasar Dita b**o’..!” ujar Dita masih dalam hatinya sambil memukul-mukul kepalanya. Dita merasa malu setengah mati bila sampai Rangga melihat kelakuannya saat merengek-rengek manja terhadap seniornya itu. Semantara itu senior yang sedang duduk di hadapannya itu terus saja mneggodanya. “Dita kok diem aja” ujar seniornya itu. “Mau dikasih tandatangan nggak?” goda seniornya itu sambil tersenyum dan mengernyitkan alisnya. Dita hanya menganggukkan kepalanya. Setelah beberapa menit berlalu Dita belum juga bisa mngumpulkan 20 tandatangan para seniornya, Dita menatapi lembaran buku ditangannya yang hanya berisi 5 tandatangan. Dengan wajah yang kusut dan cemberut Dita berjalan ke arah teman-temannya yang tampak sedang berkumpul di bawah sebatang pohon yang cukup rindang. Dita dan teman-temannya kemudian saling memperlihatkan perolehan tandatangan yang mereka dapatkan. Teman-taman Dita ada yang mendapatkan 7 tandatangan, ada yang 8 dan ada pula yang 10 tandatangan, dan hanya Dita saja yang mendapatkan 5 tandatangan. Setelah beberapa saat mereka berkumpul dan waktu mereka pun sudah habis, mereka pun segera bergegas menghadap para senior pendamping mereka. Dita dan teman-temannya segera menyerahkan kertas tandatangan yang telah mereka peroleh. Setelah para senior melihat lembaran kertas tersebut para senior itu kembali tampak menggeleng-gelengkan kepala mereka.  “Saya menugaskan kalian masing-masing untuk mengumpulkan 20 tandatangan, bukan menjumlahkan seluruh tandatangan yang kalian dapatkan” ujar Fiko memarahi anak-anak kelompok Kodok. “Kalian ini lemot.. atau apa.. hahh! Dari tadi enggak ada satu.. pun.. tugas yang dapat kalian selesaikan” ujar Fiko yang tampak kesal dan marah. “Untuk kali ini hukuman kalian adalah membersihkan sampah daun kering yang berserakan di taman belakang gedung perkuliahan, tepatnya di tempat kalian mencari pena tadi” ujar Fiko lagi yang masih terlihat marah. Fiko kemudian berjalan mengelilingi anak-anak anggota kelompok Kodok sambil menatap tajam satu persatu  ke arah anak-anak kelompok Kodok tersebut. “Untuk kamu! Dita! kamu terbebas dari hukuman ini” ujar Fiko sesaat setelah menghentikan langkah kakinya tepat di hadapan Dita. Dita sedikit terkejut mendengar perkataan seniornya itu. “Ini beneran atau Dia bencanda? Apa Dia mau Isengin aku?” pikir Dita “Kamu tau alasanya kenapa?” tanya Fiko sambil menundukkan kepalanya untuk menatap wajah Dita yang sedang tertunduk. Mendengar perkataan Fiko itu, Dita langsung mengangkat kepalanya dan tanpa sengaja matanya bertatapan langsung dengan mata Fiko. Dita spontan tersentak dan dengan seketika langsung memalingkan padangannya. Dita pun hanya mampu terdiam. Saat itu Dita binggung kenapa dirinya dibebaskan dari hukuman itu. Dita benar-benar penasaran, mengapa para seniornya itu membebaskan dirinya dari hukuman tersebut. Apa ada tugas lain untuk dirinya pikir Dita. Dita terus bertanya-tanya dalam hatinya atas keputusan para seniornya itu. Dita terus saja terdiam dan terus berpikir sampai tiba-tiba ada suara yang membuyarkan lamunannya. “Hallo…!! Ada yang bernama Dita di sini…?!” ujar Fiko sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Dita. Dita yang sedang asik dengan pikirannya pun spontan terkejut. Kemudian Fiko kembali berjalan mengelilingi kelompok Kodok. Sementara itu Dita telah kembali lagi pada lamunannya mengenai berbagai kemungkinan alasan dirinya dibebaskan dari hukuman kali itu. Dita terus terpaku dengan tatapan kosong. Dita tampak menaik dan menurunkan alisnya, mengigit-gigit bibirnya dan sesekali melirik ke atas. Dita tampak seperti orang yang sedang berpikir keras. Karena melihat Dita yang terus terdiam, Fiko menjadi tampak sangat kesal dan  marah. Fiko pun segera melangkahkan kakinya dan kembali berhenti tepat di hadapan Dita, kemudian Fiko langsung menatap Dita dengan tajam. Dita pun masih tetap terdiam. “Saya ini ngomong sama kamu! Apa suara saya kurang keras? Kurang jelas? atau… memang kamunya yang b***k!” ujar Fiko dengan nada yang lembut tapi terdengar sangat sinis disertai dengan tatapan penuh amarah. Karena melihat Dita yang tidak bergeming dan tetap tidak menanggapi perkataannya, Fiko kembali mengulangi pertanyaanya. “Saya tanya sama kamu sekali lagi, apa kamu tahu kenapa kamu di be...bas…kan dari hukuman membersihkan sampah?” tanya Fiko kembali dengan nada yang tinggi. “Enggak tahu kak” jawab Dita singkat yang seketika tersadar dari lamunannya. Fiko akhirnya menjelaskan alasan mengapa Dita dibebaskan dari hukuman membersihkan sampah. “Berapa banyak tandatangan yang kamu dapetin?” tanya Fiko. “Lima” jawab Dita singkat. “Kamu tau nggak berapa tandatangan yang berhasil didapetin sama temen-temen kamu?” tanya Fiko dengan nada yang kasar. Dita pun tidak menjawab pertanyaan dari seniornya itu, Dia hanya terdiam. “Kenapa diam?” tanya Fiko lagi. “Udah tau kesalahan kamu?” tanya Fiko lagi sambil menatapi wajah Dita. “Karena Cuma dapet lima tandatangan” jawab Dita dengan dengan lembut. Dita sadar bahwa diantara teman-temannya hanya dirinyalah yang mengumpulkan tandatangan paling sedikit, Dia hanya mampu mendapatkan 5 tandatangan saja. “Nah itu Pinter…!” ujar Fiko yang sebenarnya meledek Dita. “Waktu lima menit itu lama lo… dan kamu.. cuma dapet lima tandatangan aja! Ngapain aja kamu?” cerca Fiko. Dita hanya terdiam mematung mendengar cercaan dari seniornya itu. Fiko pun kemudian menjelaskan kesalahan Dita dengan antusias dan garang. Tak jarang Fiko mengarahkan jari telunjuknya ke arah wajah Dita. Seolah tidak puas memarahi Dita, Fiko pun mengatakan hal-hal yang benar-benar menyakitkan hati Dita dan membuat Dita naik pitam. “Dari awal Saya udah tahu orang seperti apa kamu ini. Cewek manja, lemot, yang bisanya hanya ngandalin tampang doang! Sama kayak kebanyakan cewek-cewek di sini, Otaknya nol..! Nol besar..! Kamu tahu nol!” cerocos Fiko di hadapan Dita. Melihat Fiko yang tampak sangat bernafsu untuk menindas dirinya, Dita menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskan nafasnya secara perlahan-lahan untuk menahan dirinya agar tidak tersulut emosi oleh kata-kata Fiko. Dita tidak ingin emosinya sampai menguasai dirinya, bila sampai hal itu terjadi Dia takut akan terjadi keributan antara dirinya dengan Fiko. Dita takut keributan itu nantinya akan berimbas pada Kakaknya. Karena itulah Dita berusaha keras menahan emosinya dan berusaha rileks terhadap cercaan Fiko.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN