Bagaimana Adis tidak teriak penuh kekesalan, kalau isi dari bungkusan itu benar-benar bikin darahnya naik ke ubun-ubun. Coba tebak apa isinya? Tidak-tidak, kalian salah. Bukan itu, bukan.
Isinya, lontong yang sudah dipotong-potong ditambah 2 telur rebus dan ditaburi bawang goreng diatasnya. Ah, si koret itu benar-benar keterlaluan, begitu pikir Adis.
Santi menengok ke arah bungkusan itu, lalu dia tertawa terbahak-bahak. Sahabatnya itu kadang memang keterlaluan, tetapi Santi tahu sebaik apa sahabatnya.
"Nih, lihat sahabat Lo. Nggak niat banget ngasih makanan pacarnya."
Adis menyodorkan bungkusan itu dengan kesal.
"Kudis Sayang, jangan lihat isinya, tapi lihatlah kasih sayangnya dan perhatiannya sama Lo. Lebih pilih mana, dibelikan makanan meskipun isinya seperti ini, apa tidak diperhatikan sama sekali? Hah? Dia sampe nyuruh gue ngambil makanan ini di warung langganannya Lo, demi Lo bisa makan tepat waktu."
Santi berusaha sok bijak, meskipun Sebenarnya dia masih ingin tertawa.
"Warungnya Bu Asih? pantesan aja. Orang di situ terkenal murah banget. Ogah makan gue. Biar nanti gue beli sendiri. Mana bisa gue pulih kalau makanannya begini doang?"
Santi menghela nafas panjang. Dia tahu, kadang Beno Memang agak keterlaluan. Namun, Jika saja yang dibelikan adalah dirinya, dia akan sangat bahagia meskipun hanya lontong dan telur rebus.
"Santo, yang seperti ini nih yang membuat gue harus berpikir ribuan kali untuk menjalani hubungan yang serius sama dia."
"Dis, kapan sih lo nggak mau mensyukuri keadaan. Kadang hal yang lo keluhkan ini adalah hal yang diinginkan oleh orang lain. Lo tinggal bersyukur aja. Kalau sampai lo kehilangan orang sebaik dia, bukan dia yang rugi, tapi Lo. Udah ah, gue mau balik. Males banget di sini lo ngeluh terus. Bye!"
Santi segera beranjak dari duduknya, dan segera pergi dari kamar Adis. Sedangkan Adis, hanya melongo. Sungguh, respon Santi sangat membagongkan. Membuat Adis melongo untuk beberapa saat.
"Lo kerasukan apa sih, Santo?"
***
Adis sudah sembuh total. Sudah satu minggu dia tidak masuk kuliah. Tetapi tenang, dia tidak ketinggalan mata kuliah sedikit pun karena kekasihnya yang sangat menyayanginya itu selalu menyalinkan materi untuk dirinya.
"Woe, Lo udah sehat Dis?"
Jordan, tiba-tiba muncul dan mensejajari Adis yang berjalan menuju ke kelasnya.
"Eh, udah sehat dong? Lo ada kuliah pagi?"
"Hooh. Oh iya, gue ada hadiah buat Lo."
Jordan mengambil sesuatu dari tasnya, masih sambil berjalan.
Dia memberikan 2 pack lolipop rasa coklat kesukaan Adis. 2 Pack ya, bukan 2 pcs. kalau 2 pcs mah Beno.
Adis tersenyum, lalu menyerobot lolipop itu dengan girang.
"Lo tahu banget sih gue udah kehabisan ini. Thanks ya." Adis kelihatan sangat bahagia, meskipun hanya Lollipop.
'Cuma Lollipop doang, Adis. Dan Lo segirang ini? Andai saja Lo jadi pacar gue, pasti Lo bakal gue bahagian tiap hari. Jangankan lollipop. Makan di resto tiap hari aja gue jabanin,' ucap Jordan dalam hati. Mereka masih terus berjalan menuju kelas mereka masing-masing yang kebetulan satu arah. Sambil sesekali, Jordan memandang wajah Adis yang berbinar hanya gara-gara Lollipop.
"Bahagia bener, Buk. Nanti pulang kuliah nonton yuk? Ada film baru. Romance. Kesukaan Lo."
"Hmm … nonton? sebenernya gue pengen banget. udah lama banget gue nggak nonton, tetapi sayangnya Gue nggak bisa. Ada janji sama Beno," ucap Adis dengan nada kecewa. kecewa karena dia tidak bisa pergi sama Jordan. Padahal dia pengen banget.
"Janji apa? Belajar bersama di taman?"
"Kepo banget Lo sama urusan rumah tangga orang. Eh, gue udah sampai kelas. Bye!"
Mereka memang sudah sampai di depan kelas Adis. Jadi ada alasan bagi Adis untuk segera memotong pembicaraan. Dia tidak mau Jordan tahu kalau tebakannya itu benar.
"Tunggu!"
Jordan menahan tangan Adis. Adis langsung menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah laki-laki yang sudah sangat baik terhadap dirinya meskipun dia bukan siapa-siapa.
"Kenapa?"
"Masa cuma nonton aja nggak ada waktu sih. Lo berhak untuk berbahagia dan bersenang-senang, Dis. Apa enggak merasa hambar tiap hari cuma kuliah, belajar, ke taman, makan di warteg, gitu-gitu doang. Ayolah, cuma sekali ini. Kalau dia nggak bisa ajak Lo ke bioskop, seharusnya Enggak apa-apa dong kalau Lo diajak sahabat Lo. Ayolah!"
Adis merenung sejenak dan mengarahkan pandangan ke atas. Jordan benar. Adis berhak bahagia. Jordan juga benar, selama ini Beno nggak pernah ajak dia nonton di bioskop. Katanya buang-buang duit.
Lagipula, mungkin lebih baik Adis jalan sama Jordan dulu. Dia takut Kalau mereka jadi bertemu hari ini, Beno kembali mengatakan tentang keseriusan mereka. Terus terang saja, Adis belum siap mendengar itu lagi.
"Oe, Lo cuma diajak nonton di bioskop. Bukan diajak Nikah. Lama banget mikirnya."
"Eh … iya iya. Gue mau. ini karena lo paksa ya? ini karena gue kasian sama lo yang pengen banget nonton sama gue."
"Idih, PD boros banget sih lo. tapi beneran bisa? kelas lo kelar jam berapa?"
"Gue kelar kelas jam 1. Lo jam berapa?"
"Jam 11 gue dah kelar sih, tapi nggak apa-apa gue nungguin Lo."
"Serius lo mau nungguin gue 2 jam?"
"Iya … biar Lo tahu gimana rasanya berada di bioskop sama cowok. Belum pernah kan Lo?"
"Sembarangan aja. Sering kali. Sama bokap gue. Udah, gue mau masuk. Lepasin dong! Seneng banget ya pegang tangan gue?"
Adis menaik turunkan alisnya. Sengaja menggoda Jordan. Tentu saja Jordan langsung melepaskan genggaman tangannya pada pergelangan tangan Adis. Gadis itu selalu berhasil membuat hatinya kobat kabit dengan segala tingkah absurdnya.
"Jijay."
"Jijay kok pegang-pegang."
"Kepaksa, ya udah gue ke kelas dulu. Bye!"
"Bye!"
Adis tersenyum, lalu dia segera melesat ke kelasnya. Ah, dia sudah rindu mendengar ocehan dosen karena Adis yang selalu mengantuk di dalam kelas.
***
"Dis, Lo mau beli apa dulu?" tanya Jordan ketika mereka sudah sampai di mall tempat di mana mereka akan nonton.
"Nggak beli apa-apa. Nonton doang udah seneng gue. Ini gue bela-belain bohong sama Beno."
Jordan mengerutkan keningnya, lalu dia tersenyum. Entahlah, Bagaimana kebohongan Adis bisa menjadi sumber kebahagiaan untuknya.
Ketika Adis sudah berani berbohong kepada kekasihnya demi dirinya, dia merasa ada lampu hijau. Mungkin Adis sudah terlalu muak dengan laki-laki yang sangat perhitungan dengan kekasihnya sendiri, begitulah fikir Jordan.
Terus terang saja, Sebenarnya jordan kasihan melihat Adis. Jika kekasihnya tidak bisa membahagiakan dirinya, maka dengan senang hati dia ingin membahagiakan adis dengan sepenuh hati. Ada yang bergejolak di dalam hatinya ketika dia melihat Adis hanya dibelikan lontong dan telur ceplok saat dia sakit. Ah, meskipun dia lari tunggang langgang saat melihat Adis muntah.
"Beneran? Lo bisa beli apa pun yang Lo mau."
"Apa pun? Ya udah kalau gitu gue minta Alphard, apartment, villa, emas batangan … "
"Tentu saja boleh, sangat boleh, asal lo duduk di samping gue saat gue berjabat tangan dengan penghulu."
Jordan menjulurkan lidahnya, Seolah apa yang baru saja dia ucapkan adalah sebuah candaan. Padahal, Dia sangat serius. Dia sangat menyayangi adis dan benar-benar ingin menjalin hubungan dengan perempuan yang sudah lama dia kagumi itu.
"He … "
Adis membulatkan matanya dan mulutnya menganga. Jantungnya berdetak dengan kencang saat Jordan mengatakan itu padanya.
"Oe … serius amat wajah Lo. Becanda kali. Ya kali gue mau nikah sama makhluk jorok dan ceroboh kayak Lo," ucap Jordan yang diiringi dengan tawa keras. Hanya Jordan dan Tuhan yang tahu, bahwa tawa itu hanya untuk menutupi rasa groginya.