BAB 25 “Maafkan Alika, Mas! Sudah lama tidak bertemu, jadi belum mengingat kamu lagi.” Aku merasa kasihan pada Mas Yasa yang diabaikan oleh darah dagingnya. “Lalu siapa yang dia panggil ayah, Dek?” Pertanyaan Mas Yasa sontak membuat aku terdiam. Tidak mungkin kukatakan jika Alika menganggap Alex sebagai ayahnya. “Hmmm, mungkin kakeknya, Mas!” Akhirnya aku berbohong. Setidaknya Mas Yasa tidak akan terlalu sakit jika yang dianggap ayah oleh Alika itu kakeknya sendiri. Mas Yasa mengangguk lalu mendekat ke tepi dipan. Dia duduk lalu mengambil boneka kelinci yang tergeletak di sana. “Ika mau kelinci yang seperti ini?” tanya Mas Yasa padanya. Gadis kecilku menggeleng. “Ndak mahu, mahu kinci hidup,” ucapnya. “Ya udah, ayo kita pergi sama-sama! Kita beli kelinci hidup buat Alika!” ucapnya l

