bc

Pesona Istri 10M CEO Dingin

book_age18+
53
IKUTI
1.0K
BACA
contract marriage
family
HE
love after marriage
fated
forced
friends to lovers
arranged marriage
kickass heroine
confident
boss
heir/heiress
blue collar
drama
tragedy
sweet
bxg
bold
campus
city
lies
assistant
like
intro-logo
Uraian

KENAN ARDHANA adalah CEO dingin yang tak tersentuh, hingga ia dijebak dengan obat perangsang dosis tinggi oleh mantan kekasihnya. Dalam kondisi panik, ia menemukan AYUNDA, seorang gadis yang putus asa demi biaya operasi jantung ibunya.​Solusinya? Pernikahan kontrak sepuluh miliar rupiah.​Dalam hitungan jam, Ayunda menjadi istri yang dibeli, penawar nafsu paksa bagi Kenan. Di bawah label Istri Sepuluh Miliar, Ayunda harus bertahan di dalam sangkar emas milik CEO yang mengklaimnya tanpa cinta. Namun, Kenan tidak menyadari bahwa ia telah membeli sesuatu yang jauh lebih berbahaya dari sekadar kontrak: Pesona Ayunda mulai mengikis dinginnya hati sang CEO.​Apakah kesepakatan yang lahir dari dosa dan keputusasaan ini akan berakhir menjadi cinta, ataukah Ayunda hanya akan menjadi korban terbaru dari kerajaan bisnis Kenan?

chap-preview
Pratinjau gratis
Perjanjian kontrak senilai sepuluh milyar
Suara denting gelas kristal dan gemuruh musik jazz memenuhi ballroom mewah Hotel Purbaya. Malam itu, PT. Ardhana Group merayakan ulang tahun ke-40. Di tengah keramaian, berdiri sosok yang menjadi pusat perhatian: Kenan Ardhana. Usianya baru 29 tahun, namun aura kekuasaan yang ia pancarkan sudah sedingin dan setajam berlian di jam tangan mahalnya. Malam ini, dia adalah tuan rumah sekaligus penerus utama. Kenan menyesap single malt scotch di tangannya, matanya menyapu kerumunan mitra bisnis dan karyawan top. Tiba-tiba, sebuah suara manja dan aroma parfum yang familiar menusuk indra penciumannya. "Selamat ulang tahun, Sayang." Kenan memutar bola mata. Berdiri di sampingnya adalah Fiona, mantan kekasihnya, yang tampil memukau dengan gaun merah belahan tinggi yang hampir menantang. Fiona tersenyum penuh kemenangan. "Aku bukan 'Sayang' kamu lagi, Fiona. Dan terima kasih, tapi kamu tidak perlu datang," jawab Kenan datar. Fiona tertawa kecil, suara tawanya dibuat-buat sensual. Ia menggeser gelas champagne kosong Kenan dan menggantinya dengan gelas baru yang ia bawa sendiri. "Jangan jutek begitu. Malam ini, mari kita lupakan masa lalu. Aku khusus datang untuk bersulang dengan CEO tampan ini." Kenan sempat ragu, tapi menghindari keributan di depan umum. Ia mengangkat gelas itu. "Baiklah. Bersulang untuk Ardhana Group." "Tidak," sela Fiona, matanya berkilat. "Bersulang... untuk kita." Kenan memaksakan senyum tipis, lalu menenggak habis isi gelas champagne itu. Cairan manis dan berbuih itu terasa biasa saja. "Nah, begitu dong," Fiona memajukan tubuhnya, "Sekarang, gimana kalau kita pergi ke suite di lantai atas? Aku rindu..." "Cukup, Fiona." Kenan meletakkan gelasnya dengan sedikit keras. "Aku sibuk. Kamu boleh menikmati pesta, tapi jangan ganggu aku lagi." Saat Kenan melangkah pergi, ia merasakan hal aneh. Bukan pusing karena alkohol, tapi... panas. Panas yang menjalar dari perut hingga ke ubun-ubun. Kepalanya mendadak dipenuhi kabut tebal, dan setiap bayangan wanita yang lewat terlihat... menarik. Kenan tahu. Ia dijebak. Fiona berdiri di sana, menyeringai sambil memegang gelas champagne kosong. Di kepalanya, ia membayangkan Kenan akan kembali ke pelukannya malam ini, menyerah pada hasrat yang tak tertahankan. Namun, Kenan Ardhana bukan pria yang mudah dikendalikan. Alih-alih menuju suite atau mencari wanita lain, ia bergegas keluar. Ia tidak mau hasrat yang busuk ini mengendalikan dirinya, apalagi meniduri wanita yang ia benci. "Rendy! Siapkan mobil sekarang!" perintah Kenan kasar melalui earpiece-nya kepada asisten pribadinya. Kenan melangkah cepat, menyusuri lobi hotel yang megah. Setiap langkah terasa berat, seluruh sarafnya seperti disetrum gairah. Ia harus segera sampai di apartemennya, mengunci diri di kamar mandi es, atau apa pun agar efek obat sialan ini hilang. Begitu sampai di mobil, Kenan membanting pintu. "Jalan, Rendy! Cepat!" "Ada apa, Tuan?" tanya Rendy, asistennya yang cekatan, cemas. "Tuan terlihat pucat." "Bukan urusanmu! Jalan saja!" Kenan meremas dasinya, napasnya mulai tak teratur. Ia bisa merasakan denyut nadi di pelipisnya. Sialan, dosisnya pasti tinggi. Rendy mempercepat laju mobil, sesekali melirik Tuan-nya yang terlihat kesakitan menahan diri. Saat mobil melaju di jalanan ibu kota yang mulai sepi, Kenan memejamkan mata, berusaha fokus pada dinginnya AC mobil. Tiba-tiba, Rendy mengerem mendadak. "Sial, siapa yang duduk di sana tengah malam begini?" gerutu Rendy. Kenan membuka mata. Mobil berhenti di dekat sebuah halte bus kecil. Ada seorang gadis remaja berseragam SMA lusuh yang duduk sendirian, memeluk tas sekolahnya. Bahunya tampak bergetar. Dia menangis. "Siapa dia?" tanya Kenan, suaranya serak. Rendy memandang lebih dekat. "Astaga. Itu... Ayunda, Tuan. Adik tiri saya." Kenan menoleh tajam. "Adik tiri? Kenapa dia di sini jam segini? Bukannya kamu bilang dia tinggal di rumah ibunya yang sakit?" "Iya, Tuan. Tapi sepertinya dia baru pulang dari rumah sakit atau tempat les. Dia memang suka naik bus larut malam. Biar saya suruh dia pulang," kata Rendy, hendak keluar. "Tunggu." Kenan menahan Rendy. Ada sesuatu yang menarik perhatian Kenan pada gadis rapuh itu. Matanya yang sembab, seragam sekolahnya yang menunjukkan kesederhanaan, dan raut wajahnya yang menyiratkan beban berat. "Buka pintunya. Aku ingin bicara dengannya." Rendy terkejut, tapi tak berani membantah. Dia membukakan pintu untuk Kenan. Kenan keluar. Dinginnya angin malam sedikit membantu meredam panas di tubuhnya, tapi itu tidak cukup. Ia berjalan mendekati halte bus. Ayunda mendongak. Matanya yang berkaca-kaca membulat melihat siapa yang berdiri di depannya. Tuan Kenan Ardhana. CEO tampan itu, yang selalu ia lihat dari jauh di kantor Rendy, kini berdiri di hadapannya. "Ayunda, ya?" Suara Kenan terdengar lebih lembut dari biasanya, mungkin karena ia berusaha keras untuk tetap tenang. Ayunda terkejut karena Kenan tahu namanya. Ia buru-buru menyeka air mata. "Iya, Tuan. Maaf, saya—" "Tidak apa-apa. Kenapa kamu menangis di sini? Sudah larut malam. Kamu belum pulang?" tanya Kenan, nadanya formal namun mengandung kepedulian. Ayunda menunduk. "Saya baru dari Rumah Sakit Bunga Bangsa, Tuan. Tapi bus terakhir sudah lewat. Dan... dan saya cuma bingung." "Bingung kenapa?" Kenan duduk di samping Ayunda, menjaga jarak. Gairah di tubuhnya menuntutnya untuk menyentuh, tapi otaknya masih berfungsi: ini adik tiri asistennya, seorang anak SMA, dan dia sedang sedih. Ayunda menarik napas panjang. "Ibu... Ibu saya harus segera dioperasi jantung, Tuan. Kata dokter, penyakitnya sudah parah. Tapi operasi itu... biayanya seratus juta. BPJS tidak menanggung semua." Ayunda terisak lagi. "Kak Rendy bilang dia tidak punya uang. Dia baru saja bayar cicilan mobil baru. Saya tidak tahu harus bagaimana lagi. Saya sudah mencoba pinjam ke sana kemari. Seratus juta... itu seperti sepuluh miliar bagi saya." Mendengar kata seratus juta dan sepuluh miliar dalam kalimat yang sama membuat Kenan seperti tersentak. Kepalanya yang dipenuhi kabut mulai berpikir tajam. Seratus juta. Jumlah yang kecil baginya, hanya untuk operasi. Tapi sepuluh miliar? Jumlah itu selalu menjadi angka ajaib dalam bisnis. Kenan memandang Ayunda. Dia tidak tahu apakah karena efek obat itu atau karena memang Ayunda adalah gadis yang polos dan cantik alami, tapi dia melihat Ayunda bukan hanya sebagai adik tiri Rendy, melainkan... sebagai solusi. Obat itu menuntut keperawanan. Ia tahu itu. Ia butuh pelepasan yang instan, yang tidak rumit, yang tidak akan kembali menuntutnya seperti Fiona. Ia butuh seseorang yang bisa ia 'bayar' dan 'buang' setelah satu malam ini. Tapi melihat air mata Ayunda, melihat betapa desperately dia membutuhkan seratus juta, ide bisnis yang gila muncul di benaknya. Ini bukan pemuas nafsu, ini kesepakatan bisnis. "Ayunda," panggil Kenan, suaranya kini kembali dingin dan tegas, seolah sedang rapat di kantor. Ayunda mendongak, matanya penuh harap. "Iya, Tuan?" "Aku akan memberimu sepuluh miliar rupiah," ucap Kenan. Mata Ayunda membelalak. Dia pasti salah dengar. Sepuluh miliar? Itu gila. "A-apa? Tuan, saya hanya butuh seratus juta..." "Aku tahu. Tapi aku akan memberimu sepuluh miliar." Kenan bersandar. "Dengan satu syarat." Ayunda menahan napas. Rasa takut bercampur dengan harapan. "S-syarat apa, Tuan?" Kenan mendekat sedikit. Wajahnya yang tampan tampak serius dan sedikit menakutkan di bawah lampu halte. "Kamu harus menikah denganku. Malam ini juga." Hening. Hanya suara mobil sesekali yang lewat. Ayunda mengira Kenan bercanda, atau mungkin dia sudah gila. "Tuan Kenan, saya... saya masih sekolah. Saya bukan tipe wanita yang bisa Anda beli." "Aku tidak membelimu, Ayunda. Aku menawarimu perjanjian," sela Kenan cepat. "Aku butuh istri kontrak. Selama satu tahun. Status saja, di atas kertas. Tentu saja, kita harus menikah secara agama—sirri—agar semuanya sah di mata Tuhan. Setelah satu tahun, kamu akan mendapat sepuluh miliar itu seutuhnya. Kamu bisa membayar operasi ibumu, membeli rumah, dan melanjutkan hidupmu dengan tenang." Kenan mengeluarkan ponselnya. Waktu terus berjalan, dan panas di tubuhnya semakin tak tertahankan. "Ayunda. Ibumu butuh operasi sekarang. Seratus juta itu hanya permulaan. Setelah itu ada perawatan, obat-obatan. Sepuluh miliar bisa menjamin masa depan ibumu dan masa depanmu. Ini adalah tawaran terbaik yang tidak akan pernah kamu dapatkan seumur hidupmu." Air mata Ayunda kembali jatuh. Kenan benar. Seratus juta hanya permulaan. Masa depan ibunya dan dia... dipertaruhkan. Kenan memang dingin, tapi ia menawarkan solusi yang absolut. Ayunda menoleh ke arah mobil Kenan, Rendy melihat ke arah lain, seperti pura-pura tidak mendengar. "Tapi... kenapa saya, Tuan?" bisik Ayunda. "Anda bisa mendapatkan wanita mana pun di luar sana." Kenan mencondongkan tubuh sedikit, bau parfum mahalnya menyergap Ayunda. "Karena kamu yang paling tidak rumit. Dan kamu butuh uang ini. Tidak ada emosi, tidak ada tuntutan. Hanya kesepakatan bisnis." "Satu tahun. Sepuluh miliar. Dan kamu akan melayaniku sebagai istri," tambah Kenan, suaranya menekan kata terakhir. Ayunda tersentak. Jadi, bukan hanya di atas kertas. "Melayani... bagaimana maksudnya, Tuan?" Kenan menatap lurus ke matanya. "Aku pria normal, Ayunda. Malam ini aku sedang dalam masalah. Aku butuh pelepasan. Kamu adalah istriku. Kamu harus melayani suamimu." Ayunda menggigit bibir. Menyerahkan dirinya... demi nyawa ibunya. Itu adalah pertukaran yang kejam, tapi satu-satunya pintu keluar. "Bagaimana?" desak Kenan, napasnya mulai berat. "Waktu ibumu terus berjalan, Ayunda. Ya atau tidak?" Ayunda menutup mata. Wajah ibunya yang pucat melintas di benaknya. Seratus juta. Operasi. Sepuluh miliar. Masa depan. "Saya... saya terima, Tuan Kenan," ucap Ayunda lirih, nadanya penuh kesedihan dan kepasrahan. "Saya terima perjanjian ini. Selama satu tahun." Kenan merasa lega yang luar biasa, namun bukan karena hasratnya akan terpuaskan, melainkan karena ia berhasil membuat kesepakatan bisnis yang cepat dan efektif. "Bagus." Ia langsung berdiri dan berbicara pada earpiece-nya. "Rendy, hubungi Pak Haryanto, pengacara. Katakan padanya untuk segera datang ke apartemenku di Emerald Tower. Bawa penghulu dan dua orang saksi. Kita akan ada pernikahan sirri malam ini juga. Sekarang!" Kenan mengulurkan tangan pada Ayunda. "Ayo. Jangan buang waktu lagi." Ayunda berdiri, tangannya yang dingin gemetar saat menyambut genggaman tangan Kenan. Tangan CEO itu terasa panas, seperti api. Mereka masuk ke mobil. Di sepanjang jalan menuju apartemen Kenan yang super mewah, Ayunda hanya diam. Ia menatap pantulan dirinya di jendela mobil, seorang siswi SMA yang baru saja menjual masa depannya. Di sebelahnya, Kenan terus menahan sakit, tubuhnya bergerak gelisah. Tiga jam kemudian, pukul 01:30 dini hari. Apartemen Kenan di lantai tertinggi Emerald Tower dipenuhi suasana tegang. Ruang tengah yang luas, didominasi kaca tebal dengan pemandangan gemerlap kota, menjadi tempat berlangsungnya akad nikah yang tergesa-gesa.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

30 Days to Freedom: Abandoned Luna is Secret Shadow King

read
310.7K
bc

Too Late for Regret

read
289.4K
bc

Just One Kiss, before divorcing me

read
1.7M
bc

Alpha's Regret: the Luna is Secret Heiress!

read
1.2M
bc

The Warrior's Broken Mate

read
138.0K
bc

The Lost Pack

read
402.2K
bc

Revenge, served in a black dress

read
147.9K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook