Bab 4. Mengenang Masa Lalu

937 Kata
Aku bahagia melihat Alesandra begitu tulus menyayangi Sean. Aku bisa sedikit tenang karena Sean pasti di jaga dan di rawat dengan baik oleh Alesandra. Selesai acara pemakaman, para pelayat pamit untuk pulang demikian juga dengan Alesandra yang saat itu bersama dengan Erick. "Diandra, aku pamit ya, kamu yang tenang di alam sana, aku janji akan merawat dan membesarkan Sean seperti anak sendiri. Aku juga akan sering mengajak Sean untuk menengokmu. Meskipun mamanya telah pergi tapi mamanya akan selalu terkenang di hatinya". Betapa pilu hatiku mendengar kata-kata Alesandra. Aku ingin sekali mengucapkan terimakasih padanya dan memeluknya seperti dahulu untuk berbagi segala kesedihan maupun kebahagiaan kami. Karena kami dibesarkan di panti tanpa kasih sayang orangtua. Kami saling menjaga satu sama lain. Kami tidak ingin diadopsi oleh orangtua angkat meskipun ada beberapa yang ingin mengadopsi kami. Kami tak ingin berpisah karena itu sedari kami berusia 12 tahun, kami bersekolah sambil bekerja untuk membiayai kehidupan kami. Alesandra adalah gadis pemberani, tidak seperti aku yang sedikit penakut. Jika ada yang mengangguku pasti Alesandra selalu membelaku walau dia harus sedikit terluka. "Ales, aku di sini, aku akan jadi wanita kuat dan berani sepertimu". Alesandra, Sean dan Erick meninggalkan tempat tersebut untuk pulang ke rumah kami di desa. "Erick, kita pulang dulu ke rumah Diandra. Aku harus membenahi barang-barang Diandra dan membakarnya. Semoga Diandra di sana tidak kekurangan apapun". "Iya, Ales, kamu nampak kelelahan. Kamu juga harus memperhatikan kesehatanmu". "Iya, Rick". Mereka pun berjalan hendak ke mobil tapi Sean melihat ke arahku, Sean seperti bisa melihatku. Pandangannya terus mengarah kepadaku sampai mereka menaiki mobil. Aku ingin sekali menggendongnya atau hanya membelainya saja mungkin sudah membuatku bahagia tapi aku menahan diriku karena aku sadar aku hanyalah arwah. Aku tidak boleh berhubungan dengan manusia lagi karena itu melanggar peraturan. Aku tak bisa menahan air mataku saat mobil mereka melaju pergi. "Amel, kamu lihat Sean kan, dia tadi memandangku seolah ia bisa melihatku". "Iya, Dra. Kamu yang kuat ya", Amel memelukku. "Sekarang hari sudah siang, energi kita sudah banyak terkuras. Kita harus pulang ke dunia arwah. Kita perlu beristirahat untuk memulihkan tenaga kita, Dra". "Iya, Amel". Dan kami pun kembali ke dunia kami. Aku pulang ke tempat Ko Edy dan Amelia pulang ke rumahnya. Seperti biasa aku membantu melayani pembeli di restoran Ko Edy sampai larut malam dan menjelang dini hari aku pergi ke rumah sakit melihat perkembangan suamiku, Febrian. Meskipun harus menunggu lama untuk bisa masuk, itu bukanlah halangan. Aku pun hanya bisa melihatnya dari luar kaca pintu ruangannya di rawat, aku sudah cukup puas. Aku selalu berdoa semoga keadaannya semakin membaik dan Febri dapat membuka matanya. Aku menunggu sampai hari pagi dan kembali lagi ke duniaku. Hari ini, ada kurir yang mengantar paket kepadaku. Sebuah kotak berisi pakaianku dan sekoper uang. Ini pasti Alesandra yang memberikannya. "Makasih, Ales", gumamku dalam hati. Sekarang setidaknya aku bisa berganti pakaian dan memiliki uang untuk diriku. Akupun minta izin ke Ko Edy untuk selesai lebih awal karena aku ingin menjenguk Febrian dengan pakaian baruku ini. Karena aku datang lebih awal, akses aku untuk masuk ke ruangannya lebih mudah, suster mengevaluasi sebelum jam malam dan saat itulah aku masuk. Kini hanya kami berdua di ruangan itu, ruangan yang dingin tanpa ada kehangatan. Iya Febrian adalah lelaki yang baik, lembut dan perhatian. Kami bertemu saat sama-sama memasuki sekolah SMA. Walaupun kami tidak satu kelas, tapi Alesandra yang sekelas dengan Febri, Febri menyukaiku. Saat itu aku gadis yang polos, aku juga kurang pintar, makanya aku sering dihukum guru. Tapi Febri menyukai kepolosanku. Saat itu, saat aku dihukum guru mengepel kelas, aku malah menumpahkan ember air bekas pel an ke baju nya Febri karena tersandung tali sepatuku yang lepas. Febri tidak marah sedikitpun kepadaku. Dia malah mengkhawatirkan ku. " Kamu tidak apa-apa, Kamu pasti Diandra ya kembarannya Alesandra. Kenalin aku teman sekelas Alesandra, namaku Febrian". Saat kejadian itulah kami semakin dekat dan akhirnya menjalin hubungan sampai kami tamat sekolah bareng. Febri juga selalu membantuku dalam hal pelajaran sehingga kami pun bisa sama-sama lulus kuliah di tahun yang sama. Dan setelah lulus, Febri melamarku menjadi istrinya. Kami pun langsung dikarunia seorang putra. "Pah, aku kangen saat-saat kita masih sekolah. Papah ingat kan saat kita berjuang bersama. Tapi sekarang kita harus berjuang masing-masing. Kita sudah berbeda dunia. Pah, kamu harus kuat, cepat sadar demi anak kita Ocean. Ocean pasti kangen Papah". Aku tak dapat membendung airmataku, aku menangis sepanjang malam itu sampai pagi suster datang. aku pun harus kembali ke duniaku. "Pah, mamah pulang dulu yah, mamah nanti datang lagi". Tapi tiba-tiba detak jantung Febrian mendadak turun. Suster yang melihat itu panik dan segera memanggil dokter. Aku juga merasa takut melihat kondisi Febri yang menurun. "Pah, ada apa? Pah..., " Lalu tiba-tiba Malaikat Darius ada di ruangan itu. "Ikut aku sekarang, Diandra". Lalu kami pun keluar dari ruangan. "Aku kan sudah bilang kepadamu peraturan untuk tidak mengganggu ataupun mencampuri urusan manusia. Kamu sudah tidak ada hubungan apapun dengan manusia. Lalu apa yang kamu lakukan tadi sama dengan menganggu manusia. Suamimu itu berada di alam bawah sadarnya sekarang dan apa yang kamu lakukan tadi menganggu emosinya menjadi tidak stabil". Aku lemas bersimpuh di lantai. "Aku tidak bermaksud seperti itu, aku hanya ingin memberinya semangat", aku menangis sesegukan. "Kamu hanya boleh melihat tanpa berkomunikasi dengan manusia baik manusia itu sadar maupun tidak sadar. Sekarang kembalilah ke dunia arwah". "Tapi aku,.... " "Kali ini aku tidak akan menghukum mu tapi jika ini terulang aku tak segan untuk menghukum mu". Aku dengan perasaan sedih dan berat hati tanpa mengetahui bagaimana keadaan Febri sekarang kembali ke duniaku. Aku menangis sepanjang perjalanan, dan kepalaku berputar, mungkin aku kehabisan energi, lalu sepasang tangan menolongku. Tangan yang kuat memapahku dan samar-samar aku melihat......
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN