Bab 5. Ada Apa Dengan Ku

845 Kata
Sesaat aku merasa nyaman lalu tertidur lelap. Ketika bangun, aku berada di rumah Amelia. Aku tidak tahu kenapa bisa berada disana. "Amel, kenapa aku bisa berada di sini?" "Leon yang membawamu. Dia melihatmu hampir pingsan di jalan lalu dia menolongmu dan membawamu ke rumahku". "Jadi tangan yang kuat itu, perasaan nyaman yang sesaat itu, tidak mikir apa aku ini", gumamku sembari menolak pikiran yang aneh. "Dra, kenapa kamu bisa hampir pingsan di jalan, apa yang terjadi?" "Seperti biasa aku menjenguk suamiku di rumah sakit. Hari ini aku bisa masuk ke ruangannya, aku berbicara kepadanya, aku mengenang masa lalu kita dan menyemangatinya untuk cepat membuka mata tapi saat aku hendak pulang detak jantungnya menurun drastis, aku panik, lalu Malaikat Darius berada di sana dan memberitahu bahwa apa yang aku lakukan sama dengan menganggu manusia". "Lalu apa yang dilakukan Malaikat Darius?" "Kali ini dia memaafkanku, aku tidak boleh lagi berkomunikasi dengan manusia baik sadar maupun tidak. Aku hanya boleh melihat. Bila aku melakukan kesalahan yang sama maka aku akan di hukum?" Tak lama, Leonardo lalu datang ke rumah Amel sambil membawa banyak makanan. Ada seekor bebek, sayuran dan buah-buahan. "Dra, kamu harus makan yang banyak untuk memulihkan tenagamu". "Terimakasih Leon, tadi kamu sudah menolongku. Sekarang kamu membawakanku makanan sebanyak ini". "Aku senang kamu baik-baik saja sekarang. Cepat makan aku akan mengantarmu pulang setelah makan". Akupun makan dengan lahap karena inilah yang aku butuhkan sekarang, tenaga, aku harus kuat demi diriku sendiri. Leon mengantarku dengan motornya dan sedikit menggodaku. "Peluk aku seperti tadi, Dra, kamu memelukku dengan erat". Wajahku menjadi memerah. "Kamu juga cantik saat tertidur, Dra". "Leon, kamu....., aku itu tadi setengah sadar jadi tidak tahu apa yang ku lakukan. Jadi jangan salah paham. Aku sudah punya suami dan anak". "Iya, iya, aku hanya bercanda. Aku juga sudah mendengar percakapanmu dengan Amel tadi. Kamu pasti merasa sedih melihat kondisi suamimu sekarang". "Makasih Leon". "Waktu pertama kali aku menjadi arwah terasa berat. Waktu itu aku masih berusia 26 tahun, masih menikmati masa muda. Aku merupakan orang terkaya di kota ku karena ayah ku adalah tuan tanah di daerah kami. Aku hanya bersenang-senang setiap hari tanpa memikirkan bahwa aku akan mengalami kecelakaan itu yang merenggut semuanya. Aku hanyalah anak manja di dunia tapi kehidupanku sebagai arwah sekarang ini mengubah ku menjadi lebih dewasa dan mandiri. Sekarang aku sudah 3 tahun menjadi arwah dan dapat menjalaninya dengan baik. Kamu juga harus seperti itu, Dra". "Iya, Leon, aku akan lebih kuat". Akhirnya kami sampai di restoran Ko Edy dan kami saling melambaikan tangan. Penampakan Leon memang menawan. Dia memiliki postur tubuh yang ideal, bahu yang lebar, dan cara berpakaiannya pun keren. Sementara itu di rumah sakit, kondisi Febrian kembali normal setelah mendapatkan pertolongan yang cepat dan tepat dari dokter. Pihak rumah sakit juga menelepon Alesandra perihal keadaan Febri yang sempat drop. Alesandra yang mendengar kabar itu, segera berkemas membawa beberapa pakaian dan juga perlengkapan Ocean. Alesandra memutuskan untuk tinggal di kota sementara agar lebih mudah untuk mengontrol keadaan Febrian. Alesandra mengontrak sebuah rumah kecil dengan 2 kamar. Satu untuk dirinya dan Sean. Satu lagi untuk Erick. Erick memang selalu menemani Alesandra saat kami di panti. Kami tumbuh dan besar bersama di panti. Erick tinggal di panti karena tidak ada yang mau mengadopsinya. Erick memiliki kekurangan fisik , kakinya pincang. Saat kecil ketika Erick ada yang menganggu, Alesandra pasti yang membelanya. Alesandra rela ikut di pukul hanya untuk membela Erick. Oleh karena itu, ketika dewasa, Erick selalu ingin melindungi Alesandra. Sampai sekarang, Erick tinggal bersama dengan kami. Dan kami sudah menganggapnya sebagai kakak sendiri. Aku menjalani hari-hariku dengan membantu di restoran Bakmie Ko Edy. Sudah 3 hari aku tak menjenguk Febrian. Meskipun dalam hati ini sangat ingin melihatnya namun kejadian kemarin membuatku menahan hati ini. Aku tidak ingin mencelakai Febri lagi. Aku ingin Febri cepat sadar. Tapi seberapa kuat aku menahannya tetap tak bisa. Malam itu selesai membantu di restoran, aku pergi ke dunia manusia. Kaki ini terus melangkah ke arah rumah sakit. Sesampainya di sana aku hanya menunggu di luar ruangan. Aku hanya bisa melihatnya, itu sudah cukup. Aku menunggu sampai pagi. Dan pagi itu, Alesandra sudah ada di depan pintu ruangan bersama Suster. Mereka masuk ke ruangan dan aku pun mengikuti mereka. Suster mengontrol keadaan Febri hari ini. Kondisinya masih seperti kemarin belum ada perkembangan yang signifikan. Luka luarnya sudah mengering hanya tinggal penyembuhan. Namun untuk bisa sadarkan diri pihak rumah sakit tidak dapat memastikan. Setelah Suster keluar ruangan hanya tinggal Alesandra dan Febrian di sana. Alesandra duduk di samping ranjang Febrian dan memegang tangannya. Aku yang melihat itu seketika hati ini merasa tak rela. Harusnya aku yang di sana, yang memegang tangannya, yang menemaninya, tapi aku ini apa, untuk bisa bicara dengannya saja tak bisa, aku iri, hati ku tersayat. "Febri, di rumah Sean selalu mencari mu. Sean memanggil papa nya. Aku hanya bisa menunjukkan foto mu pada nya. Feb, kamu harus cepat sadar agar Sean bisa memelukmu lagi. Kamu juga kangen kan sama Sean". Saat itu, air mataku berlinang mengingat putraku, Ocean, iya dia pasti kangen papahnya, Sean masih kecil tapi dia pasti bisa merasakan ketidakhadiran mamah papahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN