Menemukanmu

1343 Kata
Malam itu angin berembus kencang, udara dingin menusuk kulit melewati tulang. Bahkan rasanya hati pun ikut bergetar karena rasa dingin yang tak biasa ini. Gadis itu berjalan pulang menuju rumahnya, ia batal pergi ke rumah bibinya yang beda kota karena tertinggal bus. Biasanya, setiap hari Sabtu, Mira selalu berkunjung ke rumah bibinya, entah karena alasan apa, Mira pun tidak tahu, ia hanya menuruti perintah dari kedua orang tuanya. Jarak antara halte bus antar kota dengan rumahnya cukup jauh, apalagi gadis itu menempuhnya dengan berjalan kaki. Rasa lelah pun tak lepas dari dirinya. Namun, sekalipun ia merasa lelah, Mira tidak berniat berhenti melangkah satu detik pun. Malam semakin larut, jika ia berhenti untuk istirahat sejenak saja, Mira pikir, dia akan sampai rumah pukul sebelas malam. Setelah kurang lebih dua jam mengarungi jalanan dengan berjalan kaki. Akhirnya, gadis itu hampir sampai di rumahnya. Dari kejauhan, ia dapat melihat cahaya lampu rumahnya yang menyala di kegelapan malam. “Mira,” panggil seseorang. Mira menoleh, matanya kemudian menangkap sosok Bibi Eni, seorang wanita paruh baya yang rumahnya berjarak sekitar tiga ratus meter dari rumah Mira. Ya, bisa dikatakan Mira tinggal di daerah terpencil, penduduk daerah itu biasanya butuh waktu sekitar tiga jam untuk sampai di pusat kota. “Ada apa, Bibi Eni?” tanya Mira, napasnya sedikit terengah-engah karena kelelahan. “Tidak apa-apa, Bibi hanya tidak menyangka bisa melihatmu keluar rumah, rasanya aneh sekali, tidak seperti biasanya,” celotehnya. Mira tersenyum canggung, ia memang jarang keluar rumah. Bahkan, karena tidak banyak yang mengenal dirinya, terkadang Mira dikira orang asing oleh beberapa tetangganya. “Cepatlah pulang, tidak baik anak perempuan berkeliaran di malam hari seperti ini,” nasihat bibi Eni. Mira kembali tersenyum, lantas ia menanggapi perkataan wanita paruh baya itu, “Iya, Bi. Ini juga mau pulang.” Kalau Bibi tidak menghentikanku dan mengajakku bicara, sedari tadi aku pasti sudah sampai rumah. — keluh Mira. “Ya, tentu, cepat pergilah, ini sudah malam,” suruh wanita paruh baya itu kemudian ia berjalan masuk ke dalam rumahnya. Mira mendesis melihat punggung Bibi Eni yang sudah lenyap di telan pintu. Lalu kemudian, gadis itu kembali melangkahkan kakinya melewati beberapa pepohonan dan akhirnya sampai di depan rumahnya. Namun, rasanya ada yang aneh dengan rumahnya. Gadis itu mengernyitkan keningnya heran, kenapa lampu rumahnya tiba-tiba padam? Bahkan tak ada satu pun cahaya yang menerangi. Padahal tadi dari rumah Bibi Eni, samar-samar ia bisa melihat lampu rumahnya yang menyala. Pelan, gadis itu menapaki teras rumahnya, tetapi saat kakinya menginjak lantai rumah itu, aura dingin yang pekat terasa menyelimuti sekelilingnya, membuat Mira bergidik ngeri dengan suasananya. Ada apa ini? Kenapa perasaanku tidak enak? — Batin Mira. “Ayah!” Mira memanggil ayahnya, gadis itu mengetuk pintu rumahnya dengan tidak sabar. Namun, beberapa kali Mira mengetuk pintu rumahnya itu, ia tidak mendapatkan sahutan dari dalam, hening. Dan kemudian, tiba-tiba terdengar suara sesuatu terhantam keras diikuti suara teriakan wanita paruh baya yang ia yakini adalah ibunya. Mira merasa ada yang tidak beres, ia menggedor-gedor pintu rumah yang ternyata tidak terkunci saat ia secara paksa membuka handle pintu itu. “Ayah? Ibu?” panggil Mira, napasnya memburu, ia khawatir. Kakinya melangkah masuk ke dalam rumah, berbaur dalam kegelapan yang terpadu sunyi. Gadis itu kemudian teringat dengan ponselnya, lantas ia pun menghidupkan lampu flash yang ada di ponsel tersebut. “Ayah!” Mira terperanjat ketika pandangan pertama yang ia dapat adalah sosok ayahnya yang terbaring sekarat di atas lantai dapur rumahnya. Tubuh gadis itu membeku saat netranya menangkap sosok yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Makhluk itu sangat mengerikan bagi Mira. Kukunya yang panjang terlihat sangat runcing dan tajam, ketika makhluk itu menoleh dan menatapnya, terlihat gigi taringnya yang juga panjang mencuat keluar dari bibir. Hati Mira bergetar, jantungnya pun berdegup kencang, ia takut. Apa yang sebenarnya terjadi? Makhluk macam apa yang memiliki kuku dan gigi setajam dan sepanjang itu? Tubuhnya seperti manusia tapi mustahil manusia memiliki kuku yang panjang dan runcing seperti itu. — Batin Mira berdebat dengan rasa takut yang semakin mengembang sempurna. “Mira, anakku. Kenapa kau kembali ke rumah?!" teriak ibunya dari sisi kanan gadis itu. Mira menoleh mengikuti suara milik ibunya. Mata gadis itu kembali di buat melebar saat melihat kondisi ibunya yang tak jauh berbeda dengan sang ayah. “Ibu!”Mira berlari menghampiri ibunya yang bersandar lemah di sudut dinding dapur. “Tidak, jangan pedulikan ibu, Nak. Lari! Cepat pergi dari sini. Tidak seharusnya kau ada disini. Ibu sudah menyuruhmu untuk pergi ke rumah bibimu. Kenapa kau kembali, huh?!" Ibunya itu berteriak histeris, ia memukul-mukul bahu anak perempuannya itu dengan frustasi. “Inilah yang dinamakan takdir,” sahut seorang pria yang tiba-tiba muncul dari balik kegelapan. “Mira, cepat lari sekarang juga!” Kali ini ayahnya yang bersuara. Pria paruh baya itu berteriak panik menyuruh Mira pergi. “Tidak. Saya mohon, Lord. Bisakah anda lepaskan saja putri saya. Dia hanyalah manusia biasa, biarkan dia hidup seperti manusia pada umumnya. Saya mohon, saya akan lakukan apapun asalkan anda melepaskan putri saya," Kitaro— Ayah Mira— dengan gerakan cepatnya ia menghadang pria berambut perak yang muncul dalam kegelapan itu. Namun, alih-alih menerima permohonan Kitaro, Pria berambut perak itu tampak tersenyum miring, dengan mudahnya ia menghempaskan tubuh Kitaro hingga menghantam dinding dapur, bunyi retakan tulang pun terdengar bersama dengan dinding yang terlihat pecah seribu. Baik Mira ataupun ibunya, mereka berteriak histeris melihat pria paruh baya itu sekarang terkulai tak sadarkan diri di lantai dingin itu. “Kau!” Mira terbawa emosi, gadis itu berdiri menantang pria berambut perak yang telah melukai ayahnya itu. “Apa yang kau lakukan pada ayahku, hah?! Kalau sampai terjadi sesuatu pada ayahku, aku tidak akan memaafkanmu dan kalian semua," ancam Mira yang tersulut amarah. Ia mengatakan itu dengan jari yang menunjuk para makhluk asing itu satu per satu. Rasa takut sepertinya lenyap dari hati Mira, berganti dengan rasa marah yang membungkam hatinya. Suara tepuk tangan tiba-tiba menggema, bersamaan dengan itu lampu rumah Mira menyala. Kini, gadis itu dapat melihat sosok pria berambut perak itu dengan jelas, matanya Mira ketahui berwarna merah menyala, bak batu ruby yang di sorot oleh sinar matahari. Wajahnya pun tegas seperti para pemimpin kerajaan Jepang jaman dahulu. “Kau sungguh membuatku terkagum-kagum, Pengantinku. Kau sangat berani berkata seperti itu di saat-saat seperti ini,” lontar pria berambut perak itu, tangannya terulur dari balik jubah merah marunnya, ia hendak menyentuh Mira, tetapi gadis itu dengan cepat menepis tangannya. Pria itu tertawa, tawanya membuat orang yang mendengarnya merasa merinding sampai ke ubun-ubun. “Baiklah, kita sudahi saja pemanasannya. Ayo kita pulang ke tempat kelahiranmu, Sayang,” katanya. “Jangan!” Ibu Mira kembali berteriak. “Tidak boleh, tidak akan aku biarkan kau membawa anakku,” tegasnya, wanita paruh baya itu kemudian berpindah ke hadapan Mira, ia berdiri di hadapan sang putri untuk melindungi gadis itu dari Lord kitsune. Kei—Lord Kitsune itu mencebik kesal. Dia hampir berhasil melemparkan tubuh wanita paruh baya itu jika saja Mira tidak bergerak cepat menggantikan posisi ibunya. Namun, karena kecerobohannya itu, tubuh Mira terhempas sampai menabrak dinding dapur, sama seperti ayahnya tadi. Mira merasa tulang-tulangnya retak di beberapa bagian, bahkan dirinya bisa mendengar suara retakan itu dengan jelas. Rasanya ngilu dan menyakitkan. “Sial,” gumam Kei, ia tak mungkin tega melihat wanita yang di takdirkan untuknya itu terluka karena ulahnya sendiri. Kei pun melangkah lebar mendekati Mira, wajahnya dengan jelas menampilkan raut khawatirnya. Apalagi saat Mira terlihat memuntahkan darah segar dari mulutnya. “Kenapa kau melakukan itu?” bentak Kei pada Mira. Namun, Mira tidak bisa mendengarnya lagi, kepalanya terasa pusing, dunia seakan berputar dan perlahan semua terlihat gelap. Kei mengusap wajahnya kasar saat melihat Mira ambruk tak sadarkan diri. “Yvonne, kau bawa wanita dan laki-laki itu sebagai tahanan,” suruhnha pada pria jangkung dengan rambut hitamnya. “Dan kau, Red. bereskan semua kekacauan yang ada disini dengan baik,” titahnya. Setelah itu, ia membopong tubuh Mira, lalu membuka portal dengan sihirnya, kemudian ia pun masuk ke dalam portal itu di ikuti oleh Yvonne yang membawa serta orang tua Mira. Sedangkan Red, pria berambut merah pekat itu memulai aksi sihir Kitsunenya. Semua orang-orang yang mengenal keluarga ini tidak akan pernah mengingat mereka lagi. Sebuah sihir yang mampu membuang memori setiap orang tentang keluarga Mira. Setelah ini, keluarga Mira seolah tidak pernah ada di muka bumi ini. Mereka terhapus dari memori semua orang, selamanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN