Selama beberapa jam Elana dan Attala berada di sana dengan tamu yang berdatangan silih berganti serta beberapa proses untuk pemakaman alamrhum Pak Hadi. Elana merasa kalau saat ini ia tak bisa menemui anak Pak Hadi karena keadaan yang tak kondusif lagi pula hari semakin sore. Walau almarhum meminta Elana untuk datang dan menyampaikan pesannya sejak tadi. Beliau juga mengkhawatirkan bagaimana nantinya anaknya akan tinggal sendirian setelah ini.
Sebenarnya Pak Hadi masih memiliki mantan Istri yang memang masih hidup sampai saat ini namun sayang mantan Istrinya tersebut tak pernah datang mengunjunginya atau pun menanyakan kabar anaknya. Jadi ia ragu ingin menitipkan sang Anak pada Istri atau tidak namun beliau sendiri juga bingung karena ia harus hidup sebatang kara sejak kecil serta kedua orang tuanya sudah tiada.
“Kak Elana saya minta tolong sekali kita kembali ke Rumah saya karena saya tidak bisa biarkan anak saya sendirian malam ini,” pinta Arwah Pak Hadi kepada Elana saat mereka sedang berada di perjalanan pulang. Elana sebenarnya ingin sekali menjawab ucapan beliau tadi namun ia merasa tidak bisa apalagi kini ia sedang duduk di samping Attala menemani lelaki itu untuk mengemudi.
“Ada apa Elana? Apakah kau memerlukan sesuatu? Atau ada yang tertinggal di sana?” tanya Attala kepada Elana setelah beberapa menit yang lalu ia memperhatikan wanita tersebut yang terlihat gelisah. Elana melirik ke arah Attala yang sedang menatapnya dengan raut wajah cemas.
“Attala tolong hentikan mobilnya di depan sana?” pinta Elana yang berpikir ia harus berbicara dengan arwah Pak Hadi. Attala pun mengangguk lalu menyalakan lampu sen mobilnya dan berhenti di pinggir jalan yang tidak terlalu ramai atau pun sepi.
“Kau mau kemana, Elana?” tanya Attala sebelum wanita itu keluar dari mobilnya.
“Ada hal yang ingin aku selesaikan terlebih dahulu, sebentar saja,” seru Elana yang langsung keluar dari mobil Attala bersamaan dengan arwah Mira dan juga Pak Hadi.
“Pak Hadi, saya mohon tenang dan bersabarlah sebentar karena saya yakin anak ada akan ada yang mengurusnya di sana, Saya pun tak bisa langsung datang di tengah kemaraian seperti tadi di sana karena saya bingung harus bicara apa dengan anak anda,” kata Elana yang menyampaikan kegundahannya kepada Pak Hadi. Sebenarnya Elana merasa wajar dengan perilaku Pak Hadi saat ini apalagi mengingat sosok anaknya yang bisa di bilang kondisinya hampir persis dirinya.
“Apa yang Elana katakan itu benar Pak, lagi pula tadi kita bisa lihat sendiri kan kalau banyak yang peduli dengan anak Bapak?” tambah Mira yang berusaha meyakinkan Pak Hadi agar tidak kembali panik dengan kondisi sang Anak.
“Tapi..” Pak Hadi ingin sekali mengatakan isi hatinya namun ia sendiri bingung bagaimana mengatakannya kepada Elana dan juga mungkin Mira yang terlihat lebih muda darinya apa lagi keduanya belum mempunyai anak.
“Kalian tak akan mengerti bagaimana hidup seorang diri tanpa siapa pun,” tambah Pak Hadi yang membuat Elana dan Mira terkejut saat mendengarnya. Entah mengapa Arwah lelaki ini tak bisa di ajak kompromi oleh keadaan serta situasi mereka saat ini.
“Bukan seperti itu Pak Hadi hanya saja sulit untuk membuat mereka yang masih hidup dan tak punya kemampuan seperti saya mempercayai hal seperti ini, saya yakin juga kalau Bapak saat ini masih hidup pun tak percaya dengan perkataan saya jika memang saya bisa melihat sosok Mira kan?” seru Elana yang mulai naik pitam dan putus asa dengan apa yang di sampaikan Pak Hadi barusan. Sungguh ia merasa lelah dan marah kali ini karena memang apa yang di katakan Pak Hadi tersebut tidak benar seakan- akan Elana tak mau membantunya. Elana berusaha sebisa mungkin menahan tangisnya yang sebenarnya sangatlah ingin ia lepaskan begitu saja.
“Baiklah kalau begitu aku tidak butuh bantuan mu lagi anak muda,” seru Pak Hadi yang tak peduli dengan emosinya yang baru saja ia luapkan lalu sosok Arwah tersebut pun menghilang begitu saja. Elana pun berjongkok dan ya tangisnya pecah di sana karena merasa tidak ada yang mengerti dirinya.
“Elana hentikan tangisan mu, lebih baik pulanglah dan jangan perdulikan lelaki itu lagi,” seru Mira yang merasa ikut kesal karena beliau tak mau mendengarkan dirinya dan juga Elana malah kini ia yang pergi begitu saja dengan segala rasa khawatirnya.
Sedangkan Attala yang sejak tadi memperhatikan Elana berbicara sendiri segera keluar dari mobilnya saat melihat wanita tersebut menangis di bagian belakang mobilnya. Ia bingung apa yang sebenarnya terjadi dengan Elana dan segala keanehannya yang di luar nalar tersebut tapi Attala berusaha untuk mendekati lalu menenangkan wanita itu.
“Elana..” lirih Attala sambil memegang kedua bahu Elana agar wanita itu bisa segera bangkit lalu menatap dirinya. Elana yang melihat Attala pun langsung menghapus air matanya begitu saja tak seperti biasanya yang langsung memeluknya. Bersamaan dengan itu sosok Mira pun kembali menghilang karena Elana dan Attala saling bersentuhan.
“Kamu pulang duluan saja dan malam ini tidak usah menemani aku di rumah, Ta,” seru Elana kepada Attala karena ia ingin menikmati waktu untuk sendirian saat ini.
“Tapi EL, aku tidak bisa membiarkan kamu sendirian dalam keadaan mu saat ini kalau memang aku melakukan kesalahan terhadap mu, tolong maafkan aku dan biarkan aku mengantar kau pulang,” seru Attala yang tak ingin Elana pergi sendirian dengan keadaannya yang tidak stabil.
“Aku baik- baik saja Ta, lagi pula kau tak bersalah sama sekali hanya saja aku ingin sendirian saat ini,” pinta Elana memohon kepada Attala.
“Apakah kau bisa berjanji satu hal kepadaku saat ini? kalau ada hal yang membuat diri mu tak nyaman atau dalam keadaan yang tidak baik- baik saja nantinya kau mau menghubungi aku?” kata Attala memberikan sebuah syarat kepada Elana.
“Iya aku akan menghubungi mu jika memang aku memerlukan bantuan mu,” seru Elana cepat agar laki- laki yang berada di hadapannya bisa segera pergi meninggalkan dirinya saat ini juga. Attala pun tersenyum dan merasa sangat lega karena Elana mau memenuhi permintaannya.
“Kalau begitu kau tunggu sini sebentar biar aku mencarikan taksi untuk mu,” seru Attala yang berjalan menjauh dari Elana untuk memanggil taksi yang berlalu lalang. Awalnya Elana ingin sekali menolak tawaran Attala barusan tapi pikirannya perlahan berubah saat mengetahui kalau Attala melakukan ini karena lelaki itu peduli padanya.
“Elana..” seru Attala setelah mendapatkan sebuah taksi kosong untuk Elana dengan melambaikan tangannya. Elana pun menuruti Attala lalu berjalan mendekati Attala dan taksi yang di berhentikan oleh lelaki itu.
“Sekarang pergilah, tenangkan diri mu sebisa mungkin tapi jangan bersedih lagi ya dan ingat jika butuh sesuatu hubungi aku,” seru Attala sebelum membukakan pintu taksi untuk Elana. Setelah itu ia menyuruh Elana masuk ke dalam taksi dan menyuruh sang supir untuk membawa Elana pergi dengan selamat dan berhati- hati.