Sesampainya di kamar tidur miliknya, Elana langsung mengunci pintu kamar dan jendelanya sesuai dengan saran dari Attala. Sebelum ia kembali untuk tidur, wanita itu memutuskan untuk membersihkan badannnya dahulu. namun saat ia berendam di bathtub untuk merilekskan dirinya, ia teringat kejadian siang tadi dan malam ini yang baru saja terjadi di antara ia dengan Attala. Jujur saja ia malu dan ia baru sadar padahal siang ini ia sudah sangat marah dan kecewa dengan lelaki itu namun dengan mudahnya ia meminta lelaki itu kini menginap di Rumahnya.
“Bodoh banget sih EL, kamu itu manusia apa bukan sih?” serunya yang terdengar oleh Mira yang sejak lima menit lalu sudah duduk di atas toilet yang berada di samping bathup Elana tanpa di sadari wanita tersebut.
“Sudah jelas kamu manusia mengapa kau masih menanyakan tentang diri mu, Elana,” seru Mira yang membuat Elana terkejut dan menoleh ke arah Mira. Ia mendengus kesal kala mengingat Mira yang selalu muncul tanpa di undang dan mengejutkannya namun wanita itu sendiri tak bisa menyalahkan sosok Arwah perempuan tersebut.
“Aku sedang merasa terlihat sangat bodoh sekali Mira, siang tadi padahal jelas- jelas aku sangat marah dengan Attala tapi malam ini aku malah minta di temani olehnya, bukankah itu namanya bodoh karena sebagai manusia aku ini tak tahu malu,” jelas Elana kepada Mira.
“Lalu jika kamu itu bodoh, bagaimana dengan diriku yang ceroboh mengambil keputusan untuk bunuh diri tapi setelah mati aku belum bisa menerimanya sampai saat ini,” seru Mira yang merasa tersindir dengan kata- kata Elana barusan. Karena sebagai Arwah penasaran saat ini ia merasa begitu hina dan bodoh apalagi saat mendengar mantan kekasihnya mengatakan hal yang memang benar adanya.
“Hei Mira, maafkan aku jika perkataanku barusan membuat mu tersinggung namun hanya saja aku..”
“Kau tidak perlu merasa bersalah karena memang apa yang aku katakan barusan adalah benar adanya,” seru Mira yang masih tertunduk dengan rasa menyesal dari dalam hatinya. Elana pun merasa sangat bersalah karena tanpa sadar sudah melukai hati Mira walau dengan sosoknya yang kini sudah menjadi arwah.
“Ra, pokoknya kamu tenang ya, aku akan selalu ada untuk menemani sampai kau bisa kembali ke alam di mana tempat mu berada nantinya,” seru Elana yang berusaha membuat Mira kembali tenang dan berharap kalau kata- katanya barusan bisa jadi penenang untuknya.
“Benarkah, Elana?” tanya Mira dengan binar matanya yang berseri- seri dan bergharap kalau yang di katakan Elana bukanlah sekedar omong kosong belaka.
“Benar, karena aku ingin menjadi teman baik mu di saat terakhir mu nanti dan kau juga bisa berguna untukku di saat yang di butuhkan bukan?” seru Elana sambil tersenyum yang ia sendiri belum yakin jika memang sosoknya mampu membantu dirinya.
“Bagaimana bisa aku membantu mu di dengan keadaan seperti ini?” tanya Mira yang membuat Elana skakmat untuk mencari jawaban yang terpat untuk membalas percakapannya kali ini dengan sang Arwah. Namun ia pun mulai teringat kejadian hari ini di mana Elana memberitahukan tentang sosok yang menyerang rumahnya.
“Ah apakah tidak ingat kalau tadi saat ada penyerangan di Rumahku, kau melihat ada orang yang menaiki motor?” tanya Elana yang berusaha membuat Mira mengingatnya hingga sang Arwah tersenyum setelah mengetahuinya.
“Iya kau benar, kau bisa meminta bantuanku untuk hal itu kapan pun kamu mau tapi aku tidak bisa membantu jika kau sedang bersama lelaki itu,” jelas Mira yang kini berbalik mengingatkan Elana. Awalnya memang Elana mengangguk untuk menyetujui ucapan Mira tapi ia sadar kalau tak selamanya Attala berada di sisinya.
“Kau tenang saja Mira, mungkin suatu saat nanti akan ada waktu di mana aku membutuhkan mu namun saat ini yang terpenting adalah aku ingin menyelesaikan mandiku dulu,” canda Elana yang sudah merasa kedinginan karena terlalu lama berendam di Bathtub hingga Mira pun tertawa.
“Baiklah, selesaikan mandi mu dan aku akan menunggu mu di kamar mu,” seru Mira yang kemudian menghilang. Elana membuang nafas lega karena untuk saat ini Mira tidak akan kembali dengan kesedihannya karena hal itu akan menghambat sang Arwah untuk bangkit dari rasa penyesalan dan dendamnya. Elana pun kemai menyelesaikan mandinya lalu ia ingin bergegas untuk segera beristirahat karena ia sudah merasa sangat lelah.
# # #
Pagi hari saat pembantu Elana datang ke Rumah sang majikan ia merasa terkejut karena ada sebuah mobil yang terparkir di pekarangan Rumah Elana. Selain itu ia melihat jendela Rumah Elana yang tampak di tambal dengan sebuah kayu tipis saat memasuki ruang tamu dan beliau melihat seseorang yang tertidur di sofa.
“Ma..” awalnya sang Bibi ingin berteriak namun beliau mengurungkan niatnya karena mengenali sosok tersebut tapi sayang Attala sempat mendengar suara sang Bibi hingga lelaki itu segera menoleh ke arahnya.
“Bibi sudah datang?” tanya Attala yang merubah posisi tidurnya menjadi duduk.
“Maafkan saya Den, tadi saya kira siapa yang tidur di sofa hampir saya mau teriak, tapi kalau boleh tahu ada apa ya, Den? Dan kenapa Aden ada di sini?” tanya sang Bibi basa- basi karena sebenarnya ia sudah mempunyai dugaan yang tidak akan meleset.
“Ah kemarin malam ada yang melemparkan batu ke jendela Rumah Elana dan kebetulan saya lewat sini lalu saya di minta Elana menemaninya karena takut jika ada hal yang tidak di inginkan terjadi,” jelas Attala yang membuat beliau mengangguk.
“Tapi kenapa Aden tidak tidur di kamar tamu saja?” tanya sang Bibi.
“Tidak Bi, di sini saja sudah cukup nyaman sekaligus berjaga karena takut ada yang menyelinap,” jawab Attala dengan sedikit tertawa.
“Kalau begitu Aden sekarang bisa istirahat di kamar tamu saja karena saya sudah berada di sini tapi beruntunglah malam ini Nona Elana ada yang menemani biasanya ia tidak akan tidur semalam jika ada insiden seperti ini,” jelas sang Bibi yang sudah sangat mengetahui tentang Elana.
“Sepertinya saya akan pulang saja BI, karena merasa tidak enak jika terlalu lama di sini apalagi...”
“Beristirahatlah saja dulu di kamar tamu Attala sampai Bibi selesai menyiapkan sarapan untuk kita karena aku tak ingin sesuatu terjadi dengan mu apalagi kau sudah menemaniku di sini sepanjang malam,” seru Elana yang tiba- tiba saja muncul dari tangga lalu kini berjalan mendekati sang Bibi dan Attala.
“Tapi aku..”
“Ah aku juga ingin mengajukan kontrak kerja sama dengan mu itu pun jika kau mau dan aku sendiri akan pastikan jika hal ini akan menguntungkan untuk kita berdua,” tambah Elana yang tak ingin Attala berubah pikiran untuk segera pergi meninggalkannya.
“Baiklah kalau begitu, aku akan tetap di sini sampai aku tahu isi kontrak mu, Elana,” jawab Attala setuju karena mungkin saja dengan ini Elana pun mau dengan sendirinya di wawancarai olehnya tanpa ada lagi kesalahpahaman dan juga rasa bersalah.
“Oke sekarang kembalilah ke kamar tamu lalu lanjutkan tidur mu karena Bibi akan membuatkan sarapan untuk kita,” suruh Elana yang langsung di turuti oleh Attala. Lelaki itu bangkit dengan ponsel dan juga selimut yang Elana pinjamkan semalam.
“Bibi tolong buatkan sarapan untuk kami ya,” pinta Elana sambil tersenyum kepada beliau.
“Baik Non, tapi apakah Non Elana baik- baik saja? Dan apakah sudah mengetahui siapa yang menyerang Nona Elana?” tanya sang Bibi kepada Elana karena baru kali ini beliau melihat wanita di hadapannya tersebut terlihat baik- baik saja.
“Saya baik- baik saja malah semalam aku bisa tidur dengan nyenyak berkat bantuan Attala, Bi. Tapi sampai saat ini saya belum mendapatkan jawaban siapa pelaku yang menyerang Rumah saya,” jawab Elana yang memang tak bisa memungkiri kalau keberadaan Attala sudah menjadi malaikat penolong baginya.
“Syukurlah kalau memang Non Elana merasa baik- baik saja, Bibi senang mendengarnya dan Bibi berharap orang tersebut bisa segera di ketemukan karena mungkin bisa saja akan membahayakan Non Elana nantinya,” kata sang Bibi yang juga mengkhawatirkan pelaku yang masih berkeliaran dan bisa saja melakukan hal lebih buruk pada sang majikan.
“Semoga saja ya Bi, karena aku sangat berharap jika orang itu segera menerima sanksi yang telah ia perbuat padaku, oh ya kalau begitu aku kembali ke atas lagi ya Bi karena ingin menghubungi Editorku,” pamit Elana yang ingin kembali ke kamarnya.
“Baik Non, saya juga ingin segera ke Dapur untuk menyiapkan sarapan,” seru sang Bibi yang di jawab senyuman oleh Elana. Lalu wanita itu pun berjalan menuju tangga yang akan membawanya ke lantai atas.