“Bagaimana dengan isi perjanjian kontrak tersebut? Apakah menyetujuinya Attala?” tanya Elana yang duduk di hadapan Attala yang sedang membaca sebuah kertas yang berisi perjanjian yang kontrak kerja yang poinnya Elana buat tadi pagi saat ia bangun tidur. namun hal itu bisa di tambah atau di kurangi jika salah satu pihak merasa keberatan sampai menemui titik tengah.
Pihak pertama : Elana illiana
Pihak kedua : Attala
Dengan ini kami pihak pertama mengajukan kerja sama dengan pihak kedua dengan poin sebagai berikut:
- Pihak kedua akan menjaga pihak pertama sampai masa kerja yang belum di tentukan atau sampai pelaku penyerangan di rumah pihak pertama di temukan.
- Pihak kedua bersedia datang kapan pun jika di perlukan.
- Sebagai imbalan Pihak pertama akan bersedia di wawancarai oleh pihak kedua secara suka rela dan pihak kedua akan menerima bonus dari pihak pertama.
Dengan ini pihak pertama Nona Elana dan pihak kedua Tuan Attala menerima segala poin yang sudah di jabarkan di atas dengan dan tanpa sebuah paksaan sama sekali dari kedua belah pihak.
“Baiklah aku rasa tidak ada yang harus di tambah karena aku menyetujui setiap poin yang tertera di dalam surat kontrak ini,” jelas Attala sambil tersenyum karena ia merasa bahagia Elana ingin ia wawancarai tanpa adanya paksaan atau pun salah paham walau ia harus terlihat seperti satpam atau seorang bodiguard untuk Elana.
“Baiklah kalau begitu kau tanda tangan punyaku dan aku akan menandatangi milik mu,” suruh Elana dan keduanya pun menandatangani kertas yang mereka pegang masing- masing dan menukarnya. Kertas yang memang sudah di bubuhi materai oleh Elana sebelumnya.
“Kalau begitu, aku akan kembali pulang saat ini juga namun jika nanti malam kau ingin aku kembali berjaga di Rumah mu lagi kau bisa hubungi aku ke nomer ini,” kata Attala yang berusaha untuk berpamitan sambil memberikan kartu nama miliknya kepada Elana. Lelaki itu bangkit dari sofa dan bersiap ingin pergi dari Rumah Elana karena ia masih ingin menuntaskan istirahatnya di Rumahnya saja setelah seharian berjaga.
“Oke, pastikan ponsel mu tetap aktif dan mungkin aku membutuhkan mu sore nanti untuk kembali berjaga di Rumahku karena aku masih takut jika memang mereka akan datang menyerangku,” seru Elana sambil bangkit dari sofanya untuk mengantar Attala menuju pintu gerbang karena sang Bibi sedang sibuk dengan pekerjaannya.
“Tenang saja, aku akan datang sore saat Bibi pulang dari rumah ini tapi jika bonus yang kau berikan suatu hari nanti aku minta ganti dengan hal lain apakah masih bisa, Elana?” tanya Attala yang baru saja teringat dengan kedua orang tua Andri.
“Di ganti? Memang kamu tahu apa yang aku akan berikan sebagai bonus nantinya?” tanya Elana balik yang membuat Attala menggeleng karena ia sendiri baru teringat kalau di surat itu tak tertulis dengan jelas tentang bonus yang di maksud. Attala sendiri malah berpikir kalau Elana akan membayarnya dengan uang.
“Kau ini tidak tahu apa yang akan aku berikan tapi sudah memberikan tawaran lain,” seru Elana sambil tertawa kecil karena ia merasa lucu dengan pemikiran dari Attala. Attala sendiri pun merasa malu hingga wajahnya memerah.
“Lebih baik aku akan pulang saja sekarang dari pada semakin anaeh di hadapan mu,” pamit Attala sambil masuk ke dalam mobilnya. Elana pun membuka pintu gerbang rumahnya untuk Attala masih dengan tertawa kecil.
“Jangan lupa sehabis ini kau tutup semua pintu dan jangan buka kan pintu untuk siapa pun,” saran Attala kepada Elana saat ia membuka kaca jendela mobilnya. Elana pun mengangguk dan mengerti kalau maksud dari Attala itu sangatlah baik.
Setelah menutup kembali pintu gerbangnya Elana kembali masuk ke dalam rumahnya dan ia berniat untuk bersantai di dalam Rumahnya tanpa melihat kepergian Attala yang baru saja menghilang.
“Loh Den Attala ke mana, Non?” tanya sang Bibi saat melihat Elana yang sedang duduk menonton televisi seorang diri di ruang tengah sambil membawa keranjang pakaian bersih milik Elana.
“Attala sudah pulang Bi, baru saja ada apa? Apakah Bibi memerlukan bantuan?” tanya Elana sambil mengecilkan volume televisinya dan menatap sang Bibi.
“Ah tidak Non, hanya saja saya merasa kalau kehadiran Den Attala mampu membuat Non Elana bersikap tenang sampai saat ini seperti tidak mendapatkan sebuah masalah apa pun,” seru sang Bibi sambil tersenyum.
“Ah Bibi saja tapi benar sih saya merasa tenang apalagi semalam bisa tidur tanpa merasa ketakutan memikirkan hal ini tapi saya juga harus terus waspada dan Bibi juga ya karena pelakunya belm ketemu dan mungkin bisa kembali menyerang lagi,” kata Elana berusaha mengingatkan agar tak ada orang di sekitarnya yang mendapatkan imbas dari apa yang terjadi padanya.
“Iya Non, moga saja pelakunya cepat tertangkap ya kalau begitu Bibi ke atas dulu mau meletakkan pakaian Non Elana,” pamit sang Bibi.
# # #
Sementara itu Attala baru saja selesai mandi dan kini ia berusaha merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil memainkan ponselnya. Entah kenapa ia tiba- tiba teringat sosok Elana dan juga segala hal yang sudah ia lakukan bersama dengan wanita itu hingga tanpa sadar ia tersenyum.
“Ya ampun Ta, lo kenapa sih?” tanya sambil mengusap wajahnya karena merasa aneh pada dirinya sendiri dengan apa yang barusan terjadi.
“Mungkin efek terlalu lelah terjaga semalaman ya, lebih baik aku tidur sekarang,” kata Attala yang tak mau tenggelam dalam pikirannya sendiri yang memikirkan Elana. Namun belum sempat ia tertidur ponselnya berdering dan mendapatkan panggilan dari Rudi rekan kerja di Kantor.
“Halo Di, ada apa lo telefon gue? Baru aja gue mau tidur nih,” seru Attala yang merasa keberadaan Rudi saat ini kurang tepat karena mengganggu tidurnya.
“Eh udah siang masih mau tidur lo, Ta?” tanya Rudi yang heran karena sudah pukul sepuluh tapi temaannya masih ingin tidur.
“Gue habis jaga di Rumah Elana karena baru terjadi penyerangan di sana, eh gue kirim beberapa fotonya sama lo ya biar bisa di jadiin bahan berita,” seru Attala yang baru teringat ingin membagi informasi ini kepada temannya.
“Siap Ta, tapi kayaknya lo sudah dapat perkembangan ya buat wawancarai Elana?” tebak Rudi saat mendapatkan kabar yang menurutnya hal baik.
“Ah ya benar jadi gara- gara insiden itu gue bisa deket sama Elana dan di perlahan- lahan mau untuk gue wawancarai walau harus jagain Rumahnya sampai pelakunya ketemu,” seru Attala yang di sambut baik oleh temannya.
“Wah asyik gue bisa dapet tanda tangan Elana nantinya,” seru Rudi yang terdengar cukup antusias.
“Kalau soal itu gue enggak janji ya soalnya ceritanya panjang dan gue mau istirahat dulu nih karena baru pulang,” seru Attala yang membuat Rudi kembali lemas namun ia sendiri tak bisa memaksakan kehendaknya sendiri bisa- bisa nanti ia tak mendapat tanda tangan dari Elana lagi.
“Oke kapan- kapan kita ketemu ya dan lo harus cerita,” seru Rudi yang di jawab anggukan oleh Attala padahal Rudi pun tak akan melihatnya.
“Ya sudah silahkan beristirahat Tuan Attala.” Kata Rudi terakhir kalinya dan mengakhiri obrolan keduanya lalu Attala memutuskan untuk kembali memejaman matanya.