12. PANDANGAN BARU

1957 Kata
Sudah lama sekali Alyn tidak datang ke pemakaman. Entah milik abangnya atau orang tuanya. Langkah kakinya melambat lalu menatap gundukan tanah yang bersih dari rumput liar. Alyn meletakkan buket bunga di atas makam abangnya dan kedua orang tuanya. Berjongkok lalu mengelus nisan mereka. Daripada menangis sendirian di pinggir jalan seperti orang gila, Alyn lebih memilih untuk datang ke makan keluarganya lalu berbagi sendu bersama-sama. Diujung sana, juga ada beberapa orang yang sedang berziarah ke makam saudaranya. Mereka datang beramai-ramai, saling bergandengan, dan menguatkan satu sama-lain. Alyn tersenyum masam, dia hanya punya keluarganya saja dan mereka sudah meninggalkannya. "Bu, Alyn datang." Lirih Alyn pada makam ibunya. Tangannya yang bebas mencabuti rumput kecil yang baru tumbuh. "Alyn baru aja putus sama Kak Regan. Entah Alyn merasa sedih atau lega, tapi hati Alyn benar-benar plong dan tidak ada beban lagi, Bu. Alyn enggak harus pura-pura suka walaupun enggak suka. Ibu tahu 'kan, kalau selama ini keluarganya Rere baik banget sama Alyn. Waktu itu, Alyn udah bilang sama Kak Regan kalau Alyn enggak mau pacaran dulu. Tapi, Kak Regan bilang kita bisa coba dulu. Benar 'kan Bu, Alyn belum bisa suka sama Kak Regan," curhat Alyn pada makam ibunya. "Bu, Alyn merasa kalau Kak Regan kecewa banget sama Alyn. Bahkan sampai mengeluarkan kata kasar sama Alyn. Mungkin karena sejak awal, Alyn masih punya perasaan sama Genta. Memang, Alyn salah kalau selama ini pacaran sama Kak Regan, tapi Alyn enggak cinta. Tapi Bu, Alyn sudah berusaha berubah, Alyn sudah berusaha untuk jatuh cinta sama Kak Regan. Tapi susah! Enggak semudah itu! Alyn pacaran juga karena terpaksa, Kak Regan selalu meyakinkan Alyn untuk bisa jatuh cinta lagi," lirih Alyn yang membuat lekukan senyuman di wajahnya. Jujur, walaupun sedih dan merasa dikhianati, namun Alyn justru sangat lega dan tidak memiliki beban sama sekali. Hubungannya dengan Regan memang sudah tidak sehat sejak awal. Walaupun begitu, Alyn hanya sedang berusaha menenangkan dirinya lalu ada orang yang masuk dalam hubungan mereka. Tidak apa, Alyn tidak akan menyalahkan. Cinta itu datang karena memang untuk mengisi kekosongan. Setelah cukup lama bercerita pada ibunya, Alyn beranjak dari makam. Perempuan itu tersenyum ke arah penjaga makam yang sedang lahap memakan makanan yang sempat Alyn belikan sebelum datang kesini. Bapak itu tersenyum lalu berterima kasih berulang kali. Alyn masuk ke dalam mobilnya dan mengenakan sabuk pengaman. Baru saja hendak menstater mobilnya, ponselnya berdering kembali. Alyn menatap layar ponselnya di mana nama Tito terpajang di sana. Alyn langsung memencet tombol hijau untuk mengangkat telepon dari temannya itu. "Halo," sapa Alyn. "Halo Lyn, di mana? Udah sampai belum?" Tanya Tito dari ujung sana. "Udah kok To, tapi bentaran ya, aku mau mampir ke hotel dulu. Setelah itu aku nyusul ke tempat janjian gimana?" Tanya Alyn kembali. "Kamu nginep di hotel mana? Nanti aku jemput aja di hotelnya, biar bisa bareng sampai tempat janjiannya." Usul Tito yang mengajak Alyn untuk pergi bersama. "Oke boleh, nanti kalau udah sampai ke hotelnya aku langsung shareloc deh. Kalau gitu aku jalan dulu ya, To." Pamit Alyn yang mendapatkan jawaban 'iya' dari Tito. Setelah itu sambungan telepon mereka terputus. Alyn bergegas ke hotel untuk membersihkan dirinya. Baru beberapa jam yang lalu Alyn mem-booking satu kamar hotel untuk dirinya. Padahal, rencana Alyn adalah datang ke rumah Rere dan menginap di sana. Tapi semuanya berantakan. Setelah sampai di hotel, Alyn langsung masuk ke kamarnya. Setidaknya dia harus tampil rapi di depan teman-teman lamanya. Walau mereka tidak menganggap Alyn teman, setidaknya dia sudah berusaha menunjukkan niat baiknya untuk datang dalam acara mereka semua. Jika masa SMA-nya tidak berkesan, setidaknya Alyn bisa membuat acara reuninya lebih menyenangkan. Tapi, apa mereka mau berbagi perasaan bersama? Menjadi teman walaupun hanya satu hari saja? Alyn ingin mengulang masa putih abu-abunya ketika ada banyak orang yang bisa diajak berteman. Tidak seperti saat ini, semuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Setelah selesai mandi, berganti baju dengan pakaian yang santai, lalu memoles make up tipis, membuat Alyn semakin terlihat cemerlang dan cantik. Perempuan itu sudah tidak sama lagi, tidak sama seperti jaman SMA dulu. Tampilan Alyn pun sudah modis seperti kebanyakan perempuan pada umumnya. Tidak lama kemudian, ada pesan dari Tito yang mengabari Alyn jika dirinya telah sampai di hotel. Alyn segera memakai sepatu high heels yang hanya ber-hak 3 cm saja, lalu segera keluar untuk menemui Tito. Rasanya canggung karena mereka baru akan bertemu kembali setelah sepuluh tahun berlalu. Mungkin, jika via telepon, Tito sangat santai. Tapi apakah akan sesantai di dunia nyata. Setidaknya sama seperti Zidan yang tidak berubah banyak, baik fisik maupun sikap. Hanya saja, Zidan semakin gagah dengan balutan seragam kepolisian dengan potongan rambut rapi dan wajah yang tegas. Alyn kadang malah menyayangkan, mengapa Zidan dan Rere berpisah. Padahal mereka sangat cocok pada masa itu. Ah, sayang sekali, tetapi urusan jodoh pun tidak ada yang tahu. Alyn menatap sebuah mobil warna hitam yang terparkir di depan sana, mobil milik Tito. Laki-laki dengan setelan kaos berkerah warna putih dan celana kain pendek namun ber-merk itu tersenyum ke arahnya. Alyn berjalan mendekat ke arah Tito. "Hai," sapa Tito dengan senyuman khasnya. Sudah lama sekali tidak bersapa dengan teman lama. Apalagi Tito merupakan orang yang sangat pendiam dulunya. Tetapi entah mengapa saat ini, Tito begitu ramah dan banyak tersenyum. "Hai To, apa kabar?" Sapa Alyn yang membalas uluran tangan Tito. Ya, semua orang berubah. Tidak hanya Zidan yang berubah menjadi pribadi yang bisa memaafkan orang lain, Tito juga berubah menjadi orang yang banyak tersenyum dan ramah, begitula Alyn yang banyak sekali berubah dengan tatanan kehidupannya yang dulu. "Baik Lyn, baik banget malahan. Duh, sorry ya jadi gangguin kerja kamu." Ucap Tito tidak enak. Alyn hanya menggeleng, "enggak kok santai aja. Beberapa minggu ini aku belum ngambil libur. Terus pas UGD enggak sibuk aja, aman!" Tito mengangguk, "kalau gitu, mau berangkat sekarang?" "Oke, sekarang aja!" Mereka berdua masuk ke dalam mobil Tito dan melaju ke tempat janjian mereka semua. Sebenarnya Alyn sangat gugup dan merasa bingung dengan apa yang akan dia katakan nanti. Namun, sebaiknya Alyn tetap menghadapinya. Karena, Alyn ingin membereskan semua masa lalunya. Alyn tidak mau terjebak dalam kisah yang belum usai dan mengganggu masa depannya. ### Sebuah cafe 24 jam yang biasanya digunakan untuk anak muda itu adalah tempat janjian para panitia reuni. Alyn baru saja keluar dari mobil Tito, mereka berjalan bersama untuk menuju meja yang telah mereka reservasi sebelumnya. Tempat duduk mereka berada di ruangan outdoor yang ada di lantai dua yang sengaja kosong karena sudah diatur untuk pertemuan mereka. Setelah berada di atas, Alyn bisa melihat betapa bagusnya tempat ini. Pemandangan yang bisa dilihat dari lantai dua sangat menakjubkan. Ditambah lagi lautan bintang yang ada di atas mereka semakin menambah suasana yang menyenangkan. Setelah sampai di atas, Alyn dan Tito melihat kumpulan beberapa orang yang sedang duduk santai sambil mengobrol. Ada juga yang saat ini menatap ke arah dirinya dan Tito. Perempuan itu tampak tertegun, mengerutkan keningnya heran lalu tersenyum kembali. "Teman-teman, Tito bawa calonnya nih. Si Tito, mentang-mentang mau nikah, calonnya sampai di bawa kesini lagi. Katanya mau barengan sama Ralyn—eh, bener enggak sih nama cewek sok kecantikan di angkatan kita itu?" Suara perempuan itu cukup melukai Alyn. Tetapi Alyn berusaha biasa saja. Beberapa teman mereka menatap ke arah Alyn dan Tito. Awalnya kaki Alyn tidak mau diajak berjalan. Namun, Tito mengajak Alyn untuk mendekat ke arah teman-temannya. Mereka masih menganalisis wajah Alyn. "Hai teman-teman, jadi ini bukan tunanganku ya. Ini Alyn, seperti yang aku janjikan sama kalian bakalan datang hari ini," ucap Tito yang membuat wajah beberapa orang kaget sekaligus bingung. Alyn yang dulu mereka lihat sebagai perempuan pendiam dan penakut, berubah menjadi perempuan yang sangat cantik. Memiliki wajah yang cantik, polesan make up tipis yang pas, kulit putih dengan kaki jenjang, rambut yang tergerai indah dan dibuat bergelombang setengahnya, setelan kemeja dengan aksen bunga warna pink dan celana panjang jeans warna biru. Sebuah tas selempang pun menambah kesempurnaan penampilannya. Ada yang terkagum, ada juga yang merasa iri karena Alyn jauh lebih cantik dari mereka. Apalagi tubuh terawat dengan tampilan modis dan mahal membuat banyak orang tidak melepaskan pandangan darinya. "Eh, malah pada bengong. Silakan duduk, Alyn, Tito." Ucap Dion—ketua OSIS pada angkatan mereka dulu dan pencetus adanya reuni. Alyn mengembangkan senyumannya lalu duduk di kursi yang kosong dan berdampingan dengan Tito. Mereka sedikit canggung karena menganggap jika Alyn tidak akan datang. Bahkan beberapa orang baru saja bergunjing tentang apakah Alyn akan datang dengan dandanan seperti hantu. Karena dulu, Alyn tampak sangat menyedihkan dengan tatanan rambut berantakan dan wajah lesu. "Kamu enggak pa-pa?" Tanya Tito tepat di telinga Alyn, agar tidak terdengar yang lain. Alyn mengangguk seraya tersenyum, memberi tahu kepada Tito jika dirinya baik-baik saja. "Kayanya udah lengkap ya, kalau gitu kita mulai rapat ya sekarang aja. Oh iya, sebenarnya Indira juga bakalan ikutan jadi panitia, tapi berhubung karena dia enggak bisa hari ini. Jadi, next time dia bisa gabung." Ucap Dion sebagai pemimpin rapat. Semua orang fokus, tidak ada yang bicara sendiri atau memikirkan hal lain. Selain beberapa perempuan yang menatap Alyn, masih heran mengapa itik buruk rupa bisa menjadi putri cantik. "Sebelumnya aku mau berterima kasih karena kalian semua sudah mau meluangkan waktu dan bersedia menjadi panitia. Tanpa adanya kalian juga, acara kita tidak akan mungkin terlaksana. Hari ini kita akan mulai pembentukan panitia, siapa yang akan menjadi ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan divisi lainnya. Jadi, misalkan kalian siap menjadi ketua atau jabatan lainnya silakan langsung angkat tangan." Ucap Dion yang membacakan susunan keanggotaan panitia reuni. Beberapa orang menunjuk dirinya sendiri, ada juga yang harus ditunjuk karena mereka rasa mampu. Dion kembali menduduki sebagai ketua sekaligus penanggung jawab karena pengalamannya di bidang organisasi tidak perlu diragukan. Apalagi Dion sekarang sudah memiliki posisi penting dalam usahanya. Dion berhasil mendirikan dua perusahaan yang bergerak di bidang kuliner dan kecantikan. "Dion," panggil Alyn yang mendapat tatapan dari semua orang. Dion pun langsung mengalihkan pandangan matanya dari kertas kepada Alyn. "Aku mau jadi divisi koordinasi acara." Ucap Alyn mantap. Dia merasa mampu membuat acara dengan ide yang bagus di dalam kepala. Beberapa perempuan yang berada di sana tampak mencibir. Apalagi jika ada yang satu divisi dengan Alyn. "Oke, Ralyn masuk divisi koordinasi acara ya." Dion mencatat nama Alyn dalam daftar. Setelah menentukan tugas dari masing-masing divisi, sesuai dengan divisinya saling berunding untuk menemukan sebuah konsep. Untuk divisi koordinasi acara dipimpin oleh Tito sebagai ketuanya. Mereka sibuk membahas acara dengan matang. "Mendingan kostumnya serba hitam gitu atau putih." "Jangan dong, serem. Mendingan kostumnya ala-ala prince and princess." "Norak! Mendingan rapi, pakai jas dan dress!" "Biasa itu mah! Mending pakai kaos sama celana panjang gitu. Kaya reuni tetangga." "Kalau enggak kostumnya sesuai profesi, lebih keren 'kan." Itulah deretan pendapat untuk masalah kostum. Tito sedikit pusing untuk menentukan dress code. Padahal untuknya itu tidak terlalu penting. Kenapa dalam acara selalu saja menggunakan dress code. Dan semua pendapat di atas adalah pendapat para perempuan yang sukanya ribet. "Maaf, menyela, jika memang harus adanya dress code, bagaimana kita mengambil dress code yang mudah dan gampang. Rata-rata teman kita punya dan semua bisa memakai di acara reuni. Banyak sekali kasus yang tidak ingin datang dalam acara reuni karena harus menggunakan dress code yang tidak mereka punya. Kita juga tahu sendiri, tidak semua teman di angkatan kita memiliki pekerjaan yang mereka anggap sebaik teman yang lainnya. Jika saya boleh memberi pendapat, bagaimana kalau kita menggunakan pakaian adat. Jika memakai pakaian adat, setidaknya mereka punya. Misalkan ada yang hanya memakai celana panjang hitam gombrong, kaos putih, dan sarung kotak-kotak sudah masuk dalam dress code." "Mungkin memang tidak modern, tapi untuk meminimalisir kesenjangan sosial. Kita datang ke acara reuni 'kan untuk nostalgia, kangen-kangenan, ketemu teman lama, bukan saling memperlihatkan apa yang kita punya saat ini. Itu sih, menurut pandangan saya secara pribadi." Usul Alyn yang membuat semua orang terdiam. Termasuk divisi lainnya yang tidak percaya jika Alyn mengatakan hal tersebut. "Aku setuju dengan pendapat Ralyn. Selain mempermudah, dress code seperti itu jarang digunakan untuk reuni, dan lebih terlihat mencintai budaya Indonesia," itu suara Dion sambil menunjukkan kedua jempolnya ke udara. Beberapa orang mengangguk dan akhirnya keputusan final. Dress code acara itu adalah pakaian adat daerah. ###
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN