bc

Terpikat Cinta Om Arga

book_age18+
1.0K
IKUTI
9.5K
BACA
HE
age gap
bxg
kicking
city
cheating
like
intro-logo
Uraian

"Om harus nikahin aku."

.

"Gue miskin, mau gue kasih makan apa lu nanti?"

.

Elea meminta pertanggungjawaban dari seorang pria paruh baya, yang diduga sudah menodai kesuciannya. Bukan Arga tidak mau. Hanya saja, dia yang selama ini hidup dalam kesulitan, merasa tidak akan mampu jika harus menambah satu orang lagi untuk tinggal di kontrakannya yang memiliki ukuran sangat kecil, bahkan jauh lebih kecil dari kamar mandi milik Elea. Sedangkan Elea, dia yang terlanjur terjebak dalam permainannya sendiri, tidak memiliki pilihan lain selain memaksa Arga agar bisa tinggal di sana, sebagai pelarian.

.

Sebagai bentuk rasa tanggung jawab, akhirnya Arga pun mengizinkan Elea tinggal di sana dengan berbagai macam peraturan dan Elea mengikuti semua peraturan itu. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, perasaan cinta pun tumbuh di hati mereka. Bukan hanya cinta, bahkan pekerjaan Arga, identitas Elea pun ikut terungkap.

.

Dari pada penasaran, yuk kita saksikan kisah cinta beda usia juga kasta antara Elea dengan Om Arga

chap-preview
Pratinjau gratis
Menuntut Pertanggungjawaban
"Siapa lu? Ngapain lu ada di kamar gue?" tanya Arga kepada gadis yang saat ini sedang menangis di sudut kamarnya. Dia adalah Elea Aglear. "Kenapa Om lakuin ini ke aku? Aku baru lulus sekolah, Om." Gadis itu menangis sesenggukan, jarinya yang lentik sibuk mengusap air mata yang mengalir cukup deras. "Emangnya apa yang gue lakuin?" Kening Arga mengerut tidak mengerti. Dia yang masih berada di atas ranjang coba menyibakkan selimut, lalu memakai kaus yang kebetulan tergelak di sebelahnya. "Om udah menodai aku, aku udah nggak suci lagi." "Apa? Lu gila, ya! Mana mungkin gue ngelakuin itu. Jangan ngarang deh." "Aku nggak ngarang, Om. Om udah ngerusak masa depan aku." Arga menggelengkan kepalanya. "Nggak! Lu pasti boong. Siapa yang nyuruh lu fitnah gue? Si Leo anak geng motor duku pinggir itu?" "Aku nggak kenal siapa Leo, aku juga nggak boong. Nggak ada yang nyuruh aku, nggak ada yang mau fitnah kamu." "Tapi ini ...." Kalimatnya tercekat di kerongkongan menatap tidak percaya apakah benar dirinya sudah menodai gadis yang baru saja lulus sekolah? "Nggak, nggak mungkin." Dia mengusap wajahnya secara kasar. "Ini udah kejadian, Om. Om harus tanggung jawab!" "Berhenti panggil gue om! Berhenti minta pertanggungjawaban dari gue!" "Terus aku harus minta pertanggungjawaban sama siap? Penjaga kuburan?" "Mana gue tau." "Ya Om taulah. Ini kan perbuatan Om, Om yang menghancurkan masa depan aku." "Kalau bener gue udah menodai lu, mana buktinya?" "Oh, Om mau bukti?" Elea bangkit dari duduknya, berjalan menghampiri Arga tanpa melepaskan selimut yang masih menutupi tubuhnya yang polos tanpa busana. "Minggir!" titah Elea setelah berdiri di samping ranjang. "Mau ngapain?" tanya Arga bingung. Tanpa menjawab, gadis berusia dua puluh tahun itu mendorong tubuh kekar Arga ke sisi lain, hingga bercak merah pada sprei bisa ia lihat dengan jelas. "Itu buktinya." Apa yang gadis itu tunjuk, membuat Arga terkejut, dia menggelengkan kepalanya dan terus menyangkal. "Nggak, ini nggak mungkin." "Masih belum percaya?" Elea menyibakkan rambut panjang ke belakang, hingga tanda merah pada lehernya juga bisa Arga lihat dengan jelas. "Masih belum percaya juga?" Dia menunjukkan kedua pergelangan tangan yang tampak memar akibat perbuatannya semalam, juga sudut bibirnya yang sedikit terluka. "Apakah semua bukti itu nggak cukup buat Om? Om mau aku melakukan pemeriksaan?" Arga diam, lalu seseorang memanggil namanya sambil berteriak. "Ga, gue punya kabar bagus!" "Sial! Si Beni lagi." Arga beringsut turun dari atas ranjang, menarik tangan Elea menuju lemari. "Masuk!" titah Arga seraya mendorongnya untuk masuk, tetapi gadis itu menolaknya. "Kenapa aku harus masuk! Aku nggak mau. Nanti Om kabur." "Gue mau kabur ke mana? Ini rumah gue," ujarnya sudah tidak sabar, sekaligus ketakutan. Pasalnya sejak tadi Beni terus menggedor pintu kamar dan khawatir pintu itu didobrak olehnya, kerena tidak kunjung dibuka. "Buruan!" "Nggak! Aku nggak mau," kekeh. Saat Arga memaksa Elea masuk, gadis itu juga terus berusaha mendorong tubuh Arga yang entah mendapat kekuatan dari mana, dia berhasil menjatuhkan Arga ke lantai, lalu ia menutup mulut dengan tangannya. "Maaf." Belum sempat Arga marah, tiba-tiba saja pintu kamar berhasil dibuka, tampak seorang pria berdiri di ambang pintu sambil menatap kagum ke arah Elea "Wow, bidadari dari mana ini? Kenalan dong, siapa namanya?" "Elea, Om." "Nama yang cantik." Beni tersenyum menggoda. Arga segera bangkit, memunguti pakaian gadis itu, lalu memintanya untuk kembali mengenakan pakaian di dalam kamar mandi. Sementara dia memakai pakaiannya, Arga mengajak Beni keluar dari kamar. "Kayaknya semalem habis enak-enak, nih," ledek Beni setelah ada di ruang tamu. "Sembarangan aja lu kalau ngomong." "Lah, itu buktinya." "Gue nggak tau dia siapa, tiba-tiba aja dia ada di kamar gue." "Halah, lu bilang kayak gitu paling biar gue kagak minta. Ngomong-ngomong, berapa semalem?" Beni duduk di atas kursi kayu, sedangkan Arga berdiri di dekat jendela sambil mengeluarkan sebatang rokok dari dalam sakunya. "Sunting, lu. Lu pikir tuh cewek wanita penghibur? Dia baru keluar SMA." Arga menghidupkan rokoknya dengan korek api, lalu membuang batang korek tersebut ke dalam tong sampah yang ada di sebelahnya. "Apa? Baru lulus SMA? Gimana rasanya?" Saking penasaran, dia sampai bangkit dari duduknya, menghampiri Arga, lalu berdiri di sebelahnya. "Gue nggak tau, gue nggak ngerasa udah merenggut kesucian dia. Tapi, gadis itu terus aja nuduh gue yang nggak-nggak. Kan gila." "Om yang gila!" Suara Elea membentak. Mereka menoleh ke arah sumber suara, keduanya terkejut saat melihat gadis itu sudah mengenakan pakaian dengan rapi dengan model sabrina di bagian bahunya dan gadis itu terlihat sangat cantik ketika rambutnya diikat satu di belakang. "Ga, biar lu nggak merasa nidurin tuh anak, udah lu bilang aja iya. Sayang banget kalau sampai lu lepasin gitu aja," bisik Beni dengan suara pelan. "Mending lu diam! Sekali lagi lu ngomong kayak gitu, gue lakban mulut lu," ancam Arga dengan kesal, karena sejak tadi Beni tidak berhenti mengoceh. "Aku udah nunjukin semua bukti loh, Om. Aku juga berani kita melakukan pemeriksaan," ujar Elea tanpa rasa takut. "Emang orang ini kurang ajar, Neng," tunjuk Beni ke arah Arga yang masih berdiri di sampingnya. "Kalau dia nggak mau periksa, sini Abang aja." Saat Beni melangkah maju, Arga langsung menarik tangannya sampai ia jatuh. Beni mendesis dan kembali berdiri. "Diem lu di sini!" Arga bicara pada Beni, lalu bicara kepada Elea. "Oke dengan semua bukti yang udah lu tunjukkan. Lu mau apa dari gue?" "Nikah! Om harus nikahin aku." Dengan tegas Arga menjawab. "Nggak! Enak aja lu minta nikah. Udah hidup gue miskin, tambah lagi gue punya bini. Lu mau gue empanin apa? Angin doang mau?" "Terus, kalau Om nggak nikahin aku, cowok mana yang mau sama gadis tapi udah nggak perawan? Oke aku nggak jujur sama calon suami aku, tapi gimana sama malam pertama? Om mau aku diceraikan di malam pertama?" "Itu kan bukan urusan gue." "Jelas ini jadi urusan Om, Om yang udah bikin aku kayak gini. Tanggung jawab dong. Kalau Om nggak mau tanggung jawab, ganti deh celananya pake rok. Malu-maluin kaum lelaki tau nggak. Bener kan Om yang di belakang?" Elea bertanya kepada Beni. Beni langsung membenarkan. "Bener itu. Malu-maluin gue lu, Ga. Tangung jawab dong. Kalau lu nggak mau, biar gue aja deh yang tanggung jawab," ujar Beni asal. "Mau kan, Neng?" "Nggak mau!" "Kenapa?" "Kalau aku hamil, ini kan bukan anaknya Om ....." "Gue Beni. Tapi, jangan panggil om juga kali. Gue masih muda, kalau dia sih nggak apa-apa lu panggil om. Udah cocok soalnya," tunjuk Beni ke arah Arga. "Terus aku panggilnya apa?" "Kakak." Arga tertawa meledek. "Najong, muka boros kayak gitu pengen dipanggil kakak. Jijik gue dengerinnya." Beni menatap sinis, lalu tersenyum ke arah Elea. "Panggil mas aja deh. Mas Beni. Cocok, kan?" "Boleh." "Udah, udah, udah. Malah asik ngobrol. Gimana nih gue?" Arga bertanya kepada Beni. "Ya gimana? Kalau semua bukti ada dan lu emang pelakunya, ya udah lu nikahin dialah." "Terus gimana sama masa depan gue?" "Emang lu masih punya masa depan?" ledek Beni. Arga langsung menendangnya. "Kampret! Gue serius ini." "Heh, masa depan lu yang mana? Lu emang masih perjaka? Dia noh udah kehilangan kesuciannya, masa depan dia udah hancur sama lu. Tangung jawab, dong." Dengan cepat Elea menyambar ucapan Beni. "Seratus untuk Mas Beni. Pokoknya Om Arga harus tanggung jawab. Om harus nikahin aku sekarang juga!"

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

My Secret Little Wife

read
100.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
191.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
207.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
14.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.8K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.8K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook