Adelia menatap pantulan dirinya di cermin toilet kamar inapnya. Ia memandangi wajah yang tak ia kenali. Lee Areum, begitu dia mengetahui identitas dari tubuh seorang wanita yang kini ia tempati.
‘bagaimana bisa aku berada di tubuh wanita ini?’
Masih segar di ingatannya kejadian dimana dirinya yang tertabrak sebuah mobil di jalan dekat fakultasnya. Ia tak mengerti dengan keadaannya sekarang. Ia masih bisa mengingat kejadian terakhir dirinya sekarat, namun ia tak dapat mengingat apapun tentang kenangan gadis ini.
Dari semua cerita tentang time travel yang pernah ia baca, ketika sang pemeran utama mengalami time-travel, sang pemeran utama masih mendapatkan kenangan milik tubuh seseorang yang ia tempati. Tetapi anehnya, dirinya tak mendapat kenangan apapun mengenai gadis ini.
‘apa jangan-jangan cerita-cerita itu bohong?’
Adelia menghembuskan nafasnya berat. Ia mengusak rambutnya hingga berantakan. Ia tak harus berbuat apa setelah ini. Tentang kehidupannya sebagai Lee Areum dan tentang dirinya yang ia tak ketahui apakah Lee Areum bernasib sama sepertinya atau tidak. Ia sangat-sangat bingung.
“Bodoh, mengapa aku harus mempercayai semua cerita-cerita itu? sudah jelas itu adalah sebuah karangan dan tak mungkin nyata terjadi. Kau bodoh Adel. Tetapi, masalahnya adalah, aku mengalami situasi yang sama di semua cerita time-travel yang pernah k****a. Dan ini sungguh membuatku gila.” Kata Adel.
Adelia merapikan kembali rambutnya yang berantakan. Setelah merutuki dirinya sendiri, ia mencuci mukanya dan menatap sekali lagi pantulan dirinya.
“Baiklah, untuk sekarang jangan terlalu memikirkan hal ini. Kau jalani saja kehidupanmu yang baru ini sebagai Lee Areum. Jadilah seorang Lee Areum dan cari tau semua tentang gadis ini dan apa yang terjadi pada gadis ini. Jika kau menemukan sesuatu yang penting mengenai gadis ini dan memiliki hubungan denganmu, itu bisa menjadi jalan keluar dari semua kejadian aneh ini. Semangat Adel!!! Kau harus bisa melewati semua ini dan temukan cara agar kau bisa kembali lagi ke tubuhmu.!!” Kata Adel yang menyemangati dirinya sendiri.
Adelia bertekad untuk mencari tahu sesuatu tentang gadis ini dan hubungannya dengannya. Siapa tau, ia bisa menemukan sesuatu hal yang penting yang bisa membuatnya kembali ke tubuh aslinya.
Adelia keluar dari kamar mandi dan ia sudah menemukan 2 orang berbeda jenis yang kini tengah duduk di sofa panjang dekat ranjangnya. Seketika Adelia tak tahu harus berbuat apa. Ia hanya berdiri sembari menatap kaku kedua orang di hadapannya. Baru saja ia bertekad untuk menjadi Lee Areum, tetapi kini ia tiba-tiba bingung harus berbuat apa. Ia tak tau Lee Areum orang yang seperti apa, dan bagaiman hubungan Areum dengan keluarganya. Rasanya ia ingin berbalik dan mengurung diri di kamar mandi saja. Mengapa ia harus mengalami hal ini.
“Aaah ngh anu…”
Adelia tak tau harus mengatakan apa. Dua orang didepannya itu taka da yang mau membuka suara. Mereka hanya memperhatikan dirinya dengan serius.
‘apa yang harus ku lakukan? Mengapa mereka hanya diam saja? Setidaknya bicaralah padaku atau sekedar menanyakan keadaanku. Mengapa di saat seperti ini aku berfikir bahwa mati lebih baik dari pada hidup di tubuh orang lain begini…’
“Areum-ah..” panggil sang Ibu
“I-iya?” jawab Adel
“Kau merasa baikan? Tidak ada yang sakit bukan? Kau butuh sesuatu?” Tanya ibunya
“Nngg itu ak-“ belum sempat Adel menjawab pertanyaan ibu Areum, dirinya sudah dipotong oleh kakak Areum.
“Eomma, biarkan Areum berbaring dulu di ranjangnya. Baru setelah itu tanyakan keadaannya.” Kata Dae Wook kakak Areum
Dae Wook bangkit dari duduknya dan menghampiri Areum, adiknya. Ia merangkul pundak adiknya dan membantu Areum berjalan kea rah ranjangnya.
“A-a-aku bisa sendiri…” kata Areum
“Biarkan Oppa membantumu, kau baru saja bangun dari tidurmu, oppa hanya khawatir kau merasa pusing.” Kata Dae Wook
Ia memapah Areum kea rah ranjangnya dan mendudukkan Areum di sana. Adelia atau Areum tersenyum kearah Dae Wook sebagai tanda terimakasihnya. Dae Wook membalas senyum adiknya dan mengelus rambut adiknya lembut.
Sang ibu mengahmpiri Areum dan duduk di sebelah Areum. Ia mengelus sayang kepala Areum sembari tersenyum ke arah anak perempuannya.
“Kau baik-baik saja? Kau merasa pusing? Ada sesuatu yang kau butuhkan?” Tanya ibunya dengan lembut.
Adelia menatap wanita paruh baya yang notabene nya dalah ibu Areum dengan lembut. Dalam lubuk hatinya, ia ingin menangis. Ia iri dengan Areum yang memiliki ibu yang sangat perhatian padanya. Sedangkan dirinya, ia harus berusaha keras untuk mendapatkan perhatian dari ibu maupun ayahnya. Adelia tersenyum ke arah ibu Areum dan menggeleng pelan.
“Aku baik-baik saja, aku tidak merasakan pusing sama seklai, dan aku tak membutuhkan apapun sekarang.” Kata Adelia.
Adelia sekeras mungkin menahan air mata yang akan jatuh dari pelupuk matanya. Aahh jadi seperti ini rasanya mendapatkan perhatian dari seorang ibu saat kau sedang dalam keadaan sakit. Adelia merasa benci, mengapa ia harus mendapatkan perasaan nyaman ini ketika situasi dan kondisinya seperti ini. Mengapa ia tak mendapatkannya disaat ia tetap menjadi Adelia, bukannya Areum.
“Areum-ah.., kau mungkin tak mengingat kami, dan kau juga tak mengetahui siapa dirimu sekarang. Aku adalah ibumu dan dia adalah kakakmu. Ayahmu meninggal dunia 2 tahun lalu. Dan kau adalah anakku yang paling kusayangi. Ibu tak peduli kau melupakan ibu atau bahkan tak mengenali ibu. Yang perlu kau tau, dalam keadaan apapun dirimu, kau tetaplah Areum anak ibu.”
Setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Adelia. Adelia merasa bersalah dengan wanita di depannya ini. Ia merasa tak adil, mengapa di situasi seperti ini dia harus menjadi seorang Lee Areum dan membohongi wanita penuh kasih sayang ini. Namun, ia juga tak dapat berbuat apa-apa. Jika ia mengatakan bahwa ia adalah sebenarnya adalah Adelia yang menggunakan tubuh Areum, ia takut wanita di depannya ini bersedih.
“Maafkan aku. Aku tak dapat mengingat kalian, dan aku tak tahu harus berbuat apa. Aku pun tak menginginkan hal ini terjadi. Maafkan aku.” Kata Adelia dengan air mata yang mengalir dari matanya.
“Jangan menangis dan jangan merasa bersalah. Ini bukan salahmu. Apapun itu, dalam keadaan apapun itu, ibu tidak pernah menyalahkanmu dan kecewa padamu. Ibu tahu, kau pun tak menginginkan hal ini terjadi. Tidak ada yang salah dalam hal ini, jadi jangan meminta maaf.” Kata ibunya. Ia bawa Areum dalam pelukannya dan mendekap Areum erat.
Dae Wook melihat ke arah adiknya dengan perasaan haru.
“Kau ini, mengapa malah menangis. Ku kira hilang ingatan juga bisa menghilangkan kebiasaan cengengmu itu, ternyata tidak ya.” Kata Dae Wook
“Aku kan hilang ingatan bukan hilang kebiasaan. Namanya juga hilang ingatan, yang hilang pasti ingatannya bukan kebiasaannya. Memangnya hilang ingatan bisa menghilangkan kebiasaan juga?” Tanya Areum sembari menyeka sir matanya tanpa melepas pelukan ibunya.
“Tentu saja. Orang-orang di luar sana yang juga mengalami hilang ingatan kebiasaannya juga berubah. Tidak seperti kau.” Kata Dae Wook
“Benarkah itu? bisa seperti itu ya?” Tanya Areum bingung
“He’um. Bahkan kebodohanmu pun tak hilang sedikitpun hahahahahaha” tawa Dae Wook memenuhi ruangan itu. mengerti dirinya di bodohi oleh kakaknya, Areum merasa kesal.
“Oppa!!! Kau menyebalkan!!” kesal Areum
Dae Wook tak mengindahkan kekesalan Areum, ia terus saja tertawa. Melihat wajah kesal adiknya membuatnya tambah tertawa kencang dan bahagia.
“Eommaaa lihat oppa… masa aku di bilang bodoh~~” rengek Areum kepada ibunya.
“Cih! Mengadu.” Kata Dae Wook
Areum melirik sinis kakaknya dan semakin mengeratkan pelukannya pada ibunya.
“Sudahlah. Kalian ini selalu saja bertengkar. Kau juga, selalu saja menggoda adikmu dan membuatnya kesal.” Kata ibunya membela Areum.
Areum semakin melirik sinis kakaknya dan tersenyum penuh kemenangan karena ibunya membela dirinya.
“Cih! Coba lihat wajah kemenangannya itu. aigoo mentang-mentang kau di bela oleh eomma…, dasar bocah.” Kata Dae Wook bercanda.
“Eommaaaa” rengek Areum
“Aigoo kalian ini…”
Seketika mereka tertawa bersama. Merasa konyol dengan pertengkaran tadi dan pada akhirnya menertawakan kekonyolan itu.
‘Bolehkah aku egois? Aku mungkin akan menyesali keputusanku ini nanti. Tetapi, untuk saat ini aku hanya ingin berada di suasana yang tak pernah aku dapatkan sebelumnya. Bolehkah aku tetap bersama mereka dan melakukan banyak hal dengan mereka? Aku… hanya merasa terlalu bahagia.’
*
*
*
Seorang laki-laki berkacamata hitam tengah duduk di kursi luar café. Ia menikmati pemandangan orang-orang yang tengah sibuk melakukan aktifitas di depannya. Dengan di temani segelas kopi dingin, dapat menetralkan tenggorokannya yang terasa kering karena siang ini matahari begitu terik.
Seorang laki-laki lain menghampirinya dan duduk di hadapannya. Laki-laki itu mangambil kopi dingin milik laki-laki berkacamata hitam itu dan menegaknya dengan rakus.
“Pesan sendiri minumanmu dan berhenti menghabiskan kopiku.” Kata laki-laki berkacamata hitam itu.
“Hari ini panas sekali, tenggorokanku sangat kering, bahkan hanya untuk memanggil seorang pelayan pun aku tak bisa. Melihat kopimu masih ada, jadi kuminum saja.” Kata laki-laki itu.
“Sudahlah, terserah kau saja. Bagaimana? Kau sudah mendapatkannya?” Tanya laki-laki berkacamata itu.
Laki-laki lainnya merogoh saku celananya dan megeluarkan ponselnya. Ia mengutak-atik ponselnya sebentar lalu memberikannya pada laki-laki berkacamata itu. laki-laki berkacamata itu menerima ponsel yang di berikan kepadanya dan melihat sebuah foto disana.
“Aku sudah menemukannya. Dia sekarang dalam keadaan koma di rumah sakit. Dan kupastikan, dia tidak akan bangun dalam waktu dekat. Luka akibat kecelakaan itu sangat parah. Aku menguping pembicaraan si dokter dengan orang tuanya, peluang dirinya untuk sadar sangat mustahil. Dia bisa saja mengalami mati otak.” Jelas laki-laki itu.
“Baguslah kalau begitu. Usahaku tidak sia-sia juga. Kalau begitu aku akan memantau yang satunya. Dan kau, pastikan dia tetap terkurung di tubuh itu, jangan biarkan ia lolos ataupun bangun dari tidurnya. Sebelum jiwa Adelia yang asli menyelesaikan tugasnya, jiwa Areum harus tetap terkurung dalam tubuh sekarat Adelia. Aku tak peduli jika ia bahkan mati otak sekalipun. Dengan begitu semua rencana akan berjalan dengan lancar.” Kata laki-laki berkacamata itu.
“Kau tau, terkadang aku berfikir kau itu sangat jahat dan licik. Tetapi aku juga tak dapat menyalahkan tindakanmu ini, bagaimana pun juga, hal ini harus terjadi. Jika tidak, ‘dia’ tidak akan pernah terlahir kembali.”
Laki-laki itu menghabiskan sisa minumannya dan mengelap mulutnya dengan sapu tangan miliknya.
“Kau tau aku begitu keras kepala jika menyangkut tentang ‘dia’. Lagipula mereka menyetujui rencanaku. Jadi, aku hanya mempermudah tujuan mereka. Dengan begitu kami mendapatkan keinginan kami masing-masing.” Kata laki-laki berkacamata itu.
“Obsesimu itu sangat mengerikan.” Kata laki-laki di hadapannya. Laki-laki berkacamata itu hanya menyeringai menanggapi perkataan laki-laki di depannya.
Laki-laki berkacamata itu berdiri dan melangkah pergi. Sebelum dia pergi meninggalkan laki-laki itu, dia menepuk pundak laki-laki itu dan merematnya pelan.
“Lakukan saja bagianmu, dan kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan juga. Bukankah kita memiliki keinginan yang sama terkait ‘dia’? hanya pastikan dia tidak bangun dari komanya, maka semua akan baik-baik saja. Kau tak ingin kejadian yang sama terulang kembali bukan?”
Setelah mengatakan itu, laki-laki berkacamata itu pergi meninggalkan laki-laki yang kini masih duduk termangu di tempatnya.
“Benar. Aku tak ingin semua kembali terulang. Maka aku berharap jiwa Adelia dapat melakukan tugasnya dengan benar.”
*
*
*
Adelia tengah merebahkan dirinya di ranjang rumah sakit. Mungkin kita harus menyebutnya dengan sebutan Areum kali ini. Karena nyatanya Adelia hidup dalam tubuh Areum. Ibu dan kakaknya tengah keluar membeli makan. Dan sekarang ia merasa bosan sendiri di dalam kamar inap nya.
Ia sempat meminjam ponsel kakaknya yang mencari berita-berita di situs Negara Indonesia, apakah kecelakaan yang menimpa dirinya masuk dalam berita atau tidak. Namun, setelah 30 menit mencari, Adelia tak menemukan apa yang ia cari. Ia mencoba untuk berfikir logis. Dirinya bukanlah putri seorang presiden maupun pengusaha kaya, jadi mana mungkin ada pemberitaan terkiat kecelakaan yang meimpa dirinya.
Ia sempat kecewa, namun ia tak patah semangat. Kini ia akan mencoba untuk hidup sebagai Areum dan mencari sesuatu terkait semua kejadian yang menimpa dirinya.
Pintu kamar inapnya terbuka dan menampakkan kakaknya yang baru saja masuk.
“Kau tak tidur?” Tanya Dae Wook.
“Tidak. Aku tak bisa tidur. Kemana eomma? Kenapa Oppa datang sendiri?” Tanya Areum.
“Eomma sedang menemui dokter. Berhentilah bermain ponsel, nanti kau pusing. Kau masih belum pulih sepenuhnya.” Kata Dae Wook. Ia mengambil ponsel miliknya yang di pegan oleh adiknya. Ia mengernyit membaca tulisan yang tak ia mengerti sama sekali.
“Areum-ah, apa yang sedang kau baca ini? Kau membaca berita dari Negara Indonesia? Kau bisa membacanya?” Tanya Dae Wook
Seketika Areum membolakan matanya terkejut. Ia lupa untuk menutup situs yang baru saja ia baca.
‘Bodoh sekali kau Adelia!!’
“A-ah i-itu, aku hanya iseng saja membacanya. Situs itu tadi muncul begitu saja, karena penasaran ku buka saja.” Elak Areum
“Oh begitu.”
Dae Wook mengacuhkannya begitu saja dan memasukkan ponselnya kedalam saku celananya.
“Oh ya? Mau jalan-jalan di taman rumah sakit? Oppa tahu kau pasti bosan berada di dalam kamar inap seharian ini? Bagaimana?” Tanya Dae Wook
Mendengar ajakan kakaknya, Areum menegakkan punggungnya dan menatap bahagia ke arah Dae Wook.
“Bolehkah?” Tanya balik Areum
“Tentu saja, Mengapa tidak. Tunggu disini Oppa akan mengambilkan kursi roda untukmu.” Dae Wook hendak berbalik tetapi di tahan oleh Areum.
“Eeyy, tak perlu menggunakan kursi roda aku bisa berjalan sendiri Oppa. Seperti aku sakit keras saja.” Kata Areum
“Baiklah kalau begitu.”
Dae Wook membantu Areum berdiri. Ia memegang tiang infus Areum dan menggandengkan tangan Areum ke lengannya. Saat mereka keluar dari ruang inap Areum, seorang laki-laki dan perempuan berdiri di depan ruang inap Areum.
“Woon Pil? Siyeon? Mengapa kalian ada disini?” Tanya Dae Wook.
Woon Pil dan Siyeon adalah manager dan asisten pribadi Dae Wook. Dae Wook meras bingung mengapa mereka berdua berada di sini.
“Hyung, kau mau kemana? Jangan keluar dulu dari ruang inap adikmu. Sebaikanya kalian tetap di dalam.” Kata Woon Pil
“Apa maksudmu?” Tanya Dae Wook
“Oppa, wartawan sedang berada di depan rumah sakit. Jika kalian keluar, mereka akan menyerbu kalian saat itu juga. Kau tau bukan, para wartawan itu sedang mengincar kalian. Apalagi Areum Eonni. Kau pasti tau kemana semua ini akan berakhir jika kalian keluar sekarang. Sebaiknya tetap lah di dalam kamar inap.” Jelas Siyeon.
Dae Wook tampak memikirkan perkataan Siyeon. Ia tak tahu jika berita mengenai adiknya menyebar begitu cepat. Ia tau apa yang akan ia hadapi kedepannya jika bertemu dengan para wartawan itu. sebenarnya ia juga tak masalah jika bertemu dengan para wartawan itu. tetapi, ia juga memikirkan Areum, adiknya. Ia baru saja bangun dari kematiannya, tentu saja para wartawan itu tengah menruh perhatian kepada adiknya. Dan ia tak mau adiknya merasa terganggu oleh semua ini.
Sedangkan Areum, ia hanya menatap ketiga orang di depannya dengan raut wajah bingung. Ia tak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan. Dan mengapa juga ada para wartawan di rumah sakit ini? Dan untuk apa juga wartawan-wartawan itu mengincar dirinya? Entahlah ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Areum, maaf, sepertinya kita tidak bisa berjalan-jalan sekarang, tetapi Oppa berjanji akan mengajakmu jalan-jalan di lain waktu. Tidak apa ya?” Tanya Dae Wook
“Baiklah, tak apa”
Areum tersenyum tenang ke arah kakaknya. Walaupun ia sedikit kecewa karena ia harus tetap di kamar inapnya. Mungkin, ia akan tidur saja.