Sudah satu minggu Bentley berada di New York. Kedatangan Bentley sedikit membuat Laura tenang. Ya, setidaknya Laura tidak merasa sendiri menghadapi situasinya kini.
"Lau, sepertinya aku harus pergi. Ada pekerjaan yang tidak bisa ku tolak."
Bentley menghela napas panjang dengan berat mengatakan.
Laura mengunyah sarapannya dan tersenyum santai. "Okey. Kapan kau berangkat?"
"Jam 10 aku berangkat ke Nevada. Tapi aku tidak tenang meninggalkan adik bodohku disini."
Laura melototi Ben. "Heeiii!"
Tangan Laura sudah siap melayangkan garpu ke wajah Ben.
Ben terkekeh. "Bagaimana kalau kau ikut saja? Daripada kau terus tidur, kasihan nanti keponakanku jadi anak malas seperti ibunya."
"Lebih baik aku di apartemen, tidur dan nonton film sepuasnya sambil makan es krim."
Ben geleng-geleng kepala. "Dasar pemalas! Bisa-bisanya Newton memungutmu menjadi sekretaris."
"Tentu saja bisa! Aku ini hebat dan pintar," oceh Laura tersenyum lebar dengan bangga.
Ben memutar bola matanya malas menanggapi adiknya itu. "Aku kerja sekitar 2 hari. Kau yakin tidak ingin ikut denganku?"
"Yap!" jawab Laura dengan santai memakan serealnya. "Kau kerja saja Ben. Aku akan baik-baik saja!"
Ben menghela napasnya pelan. "Baiklah, jangan membuatku khawatir ok Liliput?"
"Jangan memanggilku Liliput, Ben!" jerit Laura jengkel.
Ben menyeringai konyol. "Pisss! Ingat pesanku jangan membuatku khawatir."
Ben melihat jam tangannya dan berdiri bergegas untuk pergi.
"Kau mau pergi sekarang?"
"Yap, aku harus berangkat sekarang."
"Bagaimana kalau aku ikut mengantarkanmu ke bandara?" pinta Laura.
Ben mendesah menyetujui permintaan adiknya itu. "Baiklah."
Laura pun beranjak bangun dan bergegas.
Ia ganti pakaian dan berdandan sedikit.
"Ben, kau tidak membawa koper atau tas?"
Laura keheranan melihat Ben tidak membawa barang apapun pergi ke luar kota.
"Tuuuuh." Ben menunjuk ke pojok TV keberadaan tasnya itu.
Laura mengerutkan dahi. "Dasar kau! Ternyata sudah menyiapkan semua, pakai segala khawatir denganku."
Ben terkekeh. "Hahaha, ayooo jalan."
Mereka pun keluar dari apartemen dan bergegas pergi ke bandara dengan taksi.
Pesawat tujuan Bentley siap untuk berangkat. Dengan berat Bentley bergegas masuk.
"Heh Lili, aku pergi dulu. Kalau ada apa-apa kabari aku ok?" oceh Bentley sambil mengacak-acak rambut adiknya.
Laura tersenyum lebar memberikan simbol ok di tangannya. "Siap, Boss!"
Bentley pun memeluk adiknya melepas pergi.
"Apa yang ingin kau minta saat aku pulang?" tanya Ben yang selalu mengingat adiknya itu.
"Chris Hemsworth," jawab Laura sambil tertawa.
Ben berdecak malas. "Kau ini!" ucapnya seraya mengacak-acak rambut Laura.
Laura terkekeh. "Sudah masuk sana. Jangan lupa telepon saat kau sampai."
Bentley tersenyum, kemudian masuk ke dalam pesawat.
Setelah mengantar Bentley lepas landas ke Nevada. Laura pun meninggalkan bandara.
Rasa malas menyelimuti dirinya untuk pulang ke apartemen. Selama satu minggu, ia hanya di apartemen saja.
"Bosan sekali di apartemen. Baru satu minggu di apartemen tapi seperti sudah setahun,"ocehnya kesal.
Laura ingin sekali pergi ke kafe. Namun, tidak mungkin pergi ke sana mengingat ibu hamil tidak boleh minum kafein.
Ingin pergi menonton film ke bioskop sudah seperti jomblo kesepian tidak ada gandengan. Lebih baik maraton Drama Korea atau serial di apartemen saja.
Laura pun mempunyai ide untuk singgah sejenak ke supermarket membeli camilan. Tidak seperti wanita hamil pada umumnya yang sering mual. Laura justru kebalikannya, ia terus kelaparan dan banyak makan.
Laura pergi ke supermarket dan membeli beberapa camilan yang ia inginkan. Setelah belanja, ia pun kembali ke apartemennya.
Laura menenteng-nenteng plastik besar belanjaannya memasuki lift apartemen.
"Huft, begini nih kalau tidak punya pasangan. Kalau ada Ben sudah kusuruh membawa belanjaan ini."
Di dalam lift Laura terus menggerutu. Memilik bangunan apartemen di lantai 30 ada tidak enaknya juga. Jika di lantai satu tidak perlu repot-repot naik turun pakai lift.
Kling
Pintu lift terbuka, Laura bergegas ke luar dengan keberatan membawa plastik yang penuh di tangannya.
Laura melangkah ke apartemennya dan masuk ke dalam.
"LAURA." Suara berat memanggil Laura. Sepasang mata mengamati Laura dengan wajah dingin dan murka.
Bruk
Laura terkejut dan menjatuhkan belanjaannya di lantai.
"Kenapa? Kau terkejut melihat saya?" tanyanya dengan suara yang mengerikan.
Laura memasang senyum palsu. "Pak Jared. Selamat pagi, Pak."
Laura bersikap tenang menyapa lelaki di hadapannya itu.
Lelaki di hadapannya Laura tersebut ialah Jared Massimo yang tak lain mantan bossnya di Newton.
Jared berdiri melihat Laura dengan wajah murka. Matanya bak singa yang ingin menerkam mangsanya.
Jared berjalan mendekati Laura dan menjatuhkan amplop putih di meja.
"Beraninya kau lancang membuat surat resign sampah seperti ini!"
Glek
Laura menelan salivanya, ia tidak tahu harus menjawab apa.
Bersambung...