Kedatangan Bentley

739 Kata
Hari sudah pagi, mentari menyinari cahaya nya di balik jendela. Kilauan mentari mengganggu wajah Laura yang terlelap tidur. Mata Laura sakit dan jengkel dengan pantulan itu. Ia merenggakan badannya sambil menguap bebas. "Ya, Tuhan kenapa matahari ganggu banget sih!" ocehnya kesal. Laura turun dari ranjang dan memakai sendal. Ia melangkah ke dapur. "Kenapa seperti ada orang di dapur?" Curiga ada suara di dalam dapur. Laura langsung was-was. "What the hell! Psikopat mana yang berani mencuri pagi-pagi begini?" Dengan gesit Laura langsung mengambil sapu dan bersiap-siap untuk memukul si pencuri. Laura berjalan pelan-pelan sambil mengintip ruang dapur. KYAAAAA!!!! Tanpa ampun Laura memukul si pencuri dengan sapu yang ia pegang. "DASAR PENCURI SIALAANN!! SIAPA KAAUU!!!" "Aaaawww! Apa kau gila Laura?" Mata Laura terbelalak syok melihat pria di hadapannya. "Ben? Kenapa kau di sini?" "Begini caramu menyambut saudaramu sendiri, hah?"omel Bentley. Laura tak menyangka ternyata Bentley yang ia pukuli. Bentley adalah kakak kandung Laura, mereka hanya terpaut usia 2 tahun. Bentley merintih kesakitan sambil mengelus-elus lengannya. Laura menjatuhkan sapunya dan langsung memeluk Bentley. "Bentleeyy aku merindukanmu," ucapnya dengan manja. "Kau merindukanku? Tapi kau tidak mengenali kakakmu sendiri!" Bentley cemberut dengan tingkah adiknya itu. Laura nyengir tanpa dosa memandangi Bentley yang masih merintih kesakitan. "Salahmu sendiri mengendap-endap di apartemenku. Aku pikir kau pencuri atau psikopat gila yang masuk." Bentley menyeringai konyol. "Untung saja kau adikku, kalau bukan sudah ku lempar kau dari apartemen ini." Laura mengerucutkan bibir. Memang Bentley selalu datang ketika Laura sedang sedih. Laura tahu jika kakaknya ini memiliki ikatan yang kuat dengan adiknya. "Kenapa kau tidak mengabariku kalau mau pulang?" "Ini kejutan! Eh tapi sayangnya aku mendapat pukulan mengerikan," decak Bentley. Laura terkekeh. "Okay, maafkan aku ya kakak. Apa masih sakit?" ucap Laura cengengesan. Bentley menghela napas panjang. "Cepat mandi! Dasar bau!" Bentley mengambil roti panggang di pemanggangan dan meletakkan di meja makan. "Aku sudah membuatkan roti panggang untuk sarapan." "Ini masih pagi Ben, nanti saja. Aku sudah kelaparan sekarang." Bentley langsung melototi adiknya itu yang tidak pernah berubah dengan kemalasannya. "Okey, okey!" Laura bergidik ngeri dan bergegas mandi. Meskipun Laura sangat manja dengan Bentley. Tetapi, jika sudah melihat Bentley melotot Laura langsung bergidik ngeri. Bagi Laura, Bentley jika sudah marah bak singa yang ingin memakan daging manusia. Namun, mana mungkin Bentley bisa marah ataupun emosi dengan adik kesayangannya itu. Bentley sangat menyayangi Laura. Di mata Bentley, Laura masih seperti anak bayi yang harus diasuh. Setelah selesai mandi, Laura menghampiri Bentley kembali. Laura menarik kursi dan duduk. Mereka berdua menikmati sarapan dengan nikmat. "Apa hari ini kau Libur?" "Tidak." Laura mengunyah rotinya dengan lahap. Bentley mengerutkan dahi dengan curiga. Tidak biasanya Laura berada di rumah. "Terus kenapa kau tidak bekerja hari ini? Apa kau sakit?" "What??" Laura memakan rotinya dengan tenang. Ia tidak ingin Bentley khawatir. "Aku baik-baik saja, Ben." Bentley menatap Laura dengan tatapan menyelidik. "Lau, tidak mempan kau membohongi kakakmu ini." Laura diam tidak tahu harus menjawab apa. Merasa ada yang tidak beres. Bentley tahu Laura menyembunyikan sesuatu darinya. Maka itu Bentley sengaja datang dari Spanyol ke New York untuk memastikan keadaan Laura baik-baik saja. "Hey Liliput, aku tahu ada yang kau sembunyikan dariku. Kau tahu tujuanku datang kemari hanya memastikan adik kecilku ini. Tapi, aku tidak memaksakan kau bercerita sekarang." Dengan lembut Bentley berbicara. Bentley tersenyum hangat agar Laura tidak tertekan dan siap bercerita padanya. "A,a, aku hamil," ucap Laura terbata-bata. "Apaaa?" Bentley syok berkecamuk emosi mendengarnya. "b******n mana yang berani menghamilimu, LAURA?!" pekiknya geram. Laura menangis. Ia tidak bisa menahan lagi beban yang ia pikul. Terasa sangat berat menghadapi semua sendiri. Laura meluapkan semua kesedihannya. "Ku mohon Ben jangan bertanya itu. Aku hanya butuh kau sebagai kakakku." Tangis Laura pecah. Ia sesenggukan mengingat ayah dari bayi yang ia kandung. Laura tidak tahan mengingatnya, dadanya sangat sakit. Melihat adiknya sangat sedih dan tertekan, Bentley rasanya ingin membunuh pria b******n itu. Bentley memeluk Laura dan menenangkannya. "Apa dia tahu kau mengandung anaknya?" Laura sesenggukan di bahu kakaknya. "Tidak," ucapnya lirih. Dengan lembut Bentley mengusap-usap rambut sang adik dan bersikap tenang."Lalu bagaimana nasib anakmu nanti, Laura?" "Aku akan membesarkannya sendiri." Dengan napas berat Laura mengambil keputusan. "Apa kau yakin?" Laura mengangguk. Bentley menghela napas panjang, ia menghargai keputusan adiknya. Meskipun Bentley tidak terima sang adik diperlakukan seperti ini. "Baiklah, apapun keputusanmu akuakan mendukungmu." Laura mengeratkan pelukan pada Ben. "Terima kasih, Kak," ucapnya sedih bercampur bahagia sang kakak mendukungnya. "Kau adalah adikku. Tugasku menjagamu." Bentley tersenyum. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN