Yes or no

2067 Kata
"The first time I saw you, my Heart said you are the one." "Bagaimana? Apa kau mau menjadi kekasihku?" tuntut William menatap lekat wajah Angel. Anget tersenyum tipis. "Apa kau mencintai ku?" sahutnya meragu membalas pernyataan william. Dia tidak ingin terjebak dalam pesona William hingga membuatnya menyesal suatu saat nanti. "Cinta? Apa menjadi sepasang kekasih haruskah dengan cinta?" William benar-benar tidak mengerti bagaimana cara berpikir wanita selalu saja merepotkan diri terhadap hal-hal yang tidak penting. "Hubungan tanpa cinta akan terasa hampa Liam. Bagaimana mungkin sebuah kisah akan berjalan baik tanpa cinta. Dan kau... tidak mencintaiku sama sekali." Angel tersenyum lembut mencoba memberi pengertian pada William. "Tau apa kau tentang cinta? Kau saja tidak pernah memiliki kekasih?" William mendelik tidak suka saat Angel malah membahas sesuatu hal yang terdengar konyol. "Aku memang tidak punya kekasih tapi aku punya seseorang untuk ku cintai." Angel berucap sangat lirih ingin rasanya menangis saat ini juga. "Siapa itu? Siapa yang kau cintai itu?" penuh kecurigaan yang teramat sangat William terlihat sudah merangkai balasan apa yang pantas pada seseorang yang berani mendekati gadis incarannya. "Dia... ayahku. Aku mencintainya." selalu saja Angel gagal menahan kesedihan jika menyangkut tentang ayahnya. "Ella... kau menangis?" William mulai terusik dengan genangan air mata yang terlihat di pelupuk mata Angel. Seperti virus, kesedihan itu turut melanda benaknya. Angel menunduk sebentar untuk menghapus genangan air mata. "Tidak... aku tidak menangis. Untuk apa aku menangis?" lanjutnya kemudian. Merasa bahwa Angel tengah berbohong William langsung mengangkat tubuh kurus itu ke pangkuannya dan melingkarkan kedua tangan di pinggang kecilnya. "Apa yang kau lakukan?!" pekik Angel. Dia tidak pernah bersentuhan seintim ini dengan pria, wajahnya berubah pucat. "Diamlah, aku ingin menghiburmu. Kau terlihat sangat sedih." William menahan kuat pinggang Angel saat dia mencoba turun dari pangkuannya. "Jangan seperi ini, tolong turunkan aku." Angel berbisik lirih dengan kepala menunduk. William mengangkat dagu gadis dipangkuannya. "Kenapa kau selalu menunduk, apa aku begitu menakutkan?" "Aku... aku tidak nyaman." Angel berucap pelan tidak ingin memancing kemarahan William yang bisa saja meledak tiba-tiba. "Kau memang gadis aneh, diluar sana banyak yang ingin berada di posisi mu semetara kau malah menolak ku mentah-mentah." William mengeleng kepala merasa heran dengan tingkah aneh Angel. "Aku ... tidak menyukaimu. Berhentilah mengganggu ku, tolong turunkan aku." masih saja Angel berusaha untuk melepaskan diri dari dekapan William. Mata William berkilat marah. "Kau... beraninya kau mengatakan hal itu." desisnya tajam. "Aku benar-benar tidak mengerti akan dirimu. Kita baru hari ini bertemu dan kau sudah berani memperlakukan ku seperti ini. Apa semua wanita yang pertama sekali kau temui juga kau perlakukan sama sepertiku?" Angel dengan berani menantang William. "Kau salah, aku tidak pernah mengejar wanita. Tanpa bersusah payah sekalipun, mereka akan sangat rela melempar diri padaku. Kau adalah gadis pertama yang ku perlakukan seperti ini. Sebab itu, berbahagialah." penuh percaya diri tanpa niat buruk sedikit pun kalimat itu meluncur mulus dari bibir William. "Tapi aku tidak ingin dekat denganmu. Aku lebih suka sendirian Liam, mengertilah bahwa aku sangat tidak nyaman dengan kehadiran mu." wajahnya Angel berubah sendu seperti ingin menangis. "Bagaimana jika ku katakan aku tidak akan melepas mu. Bagaimana jika kukatakan aku ingin menemanimu untuk melewati rasa sepi itu. Bagaimana jika ku katakan aku ingin kau mengajari ku tentang cinta." seperti sebuah kalimat hapalan, begitu mudah dan lancar William mengeluarkan semua isi hatinya. Keheningan seketika membentang. Angel menatap lama kedua netra biru William seperti sedang mencari-cari celah kebohongan disana. "Tapi... kenapa harus aku? Banyak gadis yang lebih cantik dari ku di luar sana." jelas Angel kemudian. William tersenyum manis. Dia mendorong wajahnya lebih dekat dengan Angel. Kini kedua wajah itu hanya berjarak beberapa senti. "Karena kau berbeda dari semua gadis yang pernah ku kenal." bisiknya lembut. "Kau tidak hanya cantik tapi juga unik, jantungku berdebar saat pertama sekali melihatmu." Dengan perlahan William membiarkan jari telunjuknya menjelajahi setiap sudut wajah Angel. Hingga tatapannya terpaku tepat di depan bibir ranum yang belum tersentuh sama sekali. Angel terkesiap, pikirannya buruk mulai menghantuinya. "Apa... apa yang ingin kau lakukan?" "Hm, apa kau tidak tahu aku sedang berbuat apa?" William tidak menghiraukan suara bergetar Angel jemarinya semakin berani mengelus lembut bibir itu. "Liam.. Jangan macam-macam denganku." walau ketakutan Angel tetap mempertahankan akal sehatnya. William berhenti mengelus saat bibir Angel bergetar takut. "Kenapa? Apa yang berada dalam otak kecilmu ini? "Jangan... berani menciumku?" begitu polos dan lugu Angel langsung menyuarakan apa yang sedari tadi ditakutkan. William tertawa keras, bertemu dengan Angel merupakan suatu hal yang menyenangkan baginya. Gadis itu begitu polos, penakut, lembut walau sesekali suka berteriak dan yang paling penting adalah dia terlalu lugu dan naif. "Kau lucu sekali. Astaga, kenapa kau begitu bodoh?" ujar William disela tawanya. Wajah Angel seketika berubah merah karena malu. Dia mengumpat dengan berbagai sumpah serapah di dalam hatinya. "Kenapa wajahmu merah? Lihatlah, wajahmu seperti tomat." William semakin gencar menggoda Angel. "Diamlah... dasar mesum." Angel berucap dengan nada kesal. "Apa katamu? m***m? Aku tidak berpikir untuk mencium mu, kau saja yang terlalu menghayati suasana." sahutnya kemudian. "Baiklah, baiklah, kita sudahi topik bodoh ini. Bagaimana dengan pertanyaan ku tadi?" ujar William mengulang pertanyaannya uang sempat terlupakan. "Pertanyaan yang mana?" kening Angel berkerut dalam menandakan kebingungan. "Pertanyaan yang tadi, apa kau mau menjadi kekasihku?" lanjutnya william kemudian. Angel menarik nafas panjang kemudian memandang dalam wajah tampan William. "Aku... aku sama sekali tidak mengenal mu Liam, kita hanya bertemu satu kali. Tiba-tiba kau datang menghujani ku dengan cinta. Kau tahu, kehadiranmu membuat duniaku jungkir balik. Aku tidak ingin terjebak oleh cinta semu lalu berujung tangisan. Aku tidak ingin terluka dan aku terlalu takut akan itu. Bagiku, sepi adalah dunia terindah, aku tidak ingin terjebak dalam duniamu yang sama sekali tidak pernah terbayang oleh ku." "Kenapa? Kenapa kau takut? Apa kau memiliki pengalaman buruk?" tanya William mengamati raut wajah sendu Angel. "Aku... aku tidak ingin membahasnya." ujarnya dingin berusaha menutupi kebenaran. " Baiklah, aku tidak akan memaksamu." ujar William mengalah. Dia tidak ingin memaksakan keinginannya, baginya kenyamanan Angel yang terpenting. Dia tidak bisa merebut hati Angel dengan cara memaksa. Angel tersenyum senang "Terimakasih, boleh... aku turun?" tanya Angel sedikit berbisik pelan, diujung suaranya tersirat ragu. William terkekeh. "kau juga bisa keluar dari ruangan ini sekarang juga." "Benarkah?" tanya Angel berbinar. "Dengan satu syarat?" pinta William dengan senyum licik yang membuat binar bahagia meredup dari wajah Angel secepat angin berlalu. "A-apa itu?" dengan terbata-bata Angel kembali berucap. William menyeringai. "I want to kiss you." Dan detik selanjutnya kedua bibir itu menyatu dalam kecupan. William memagut, melumat bahkan menggerakkan bibirnya di bibir ranum Angel. Tanpa permisi, William mengecap rasa manis dari bibir mungil itu. Tidak sebentar, William mencium rakus benda mungil yang mengganggu kewarasannya sejak tadi. Dugaannya benar, bibir merah itu begitu manis, lembut dan membuatnya lupa diri. Dia terus melumat bahkan sesekali menggigit pelan demi menuntaskan hasratnya Angel menegang hanya bisa terdiam, dia sama sekali tidak mengerti harus berbuat apa. Seperti orang bodoh, matanya mengerjap-erjap kebingungan. Ciuman itu berlangsung lama, William lalu melepaskan pagutannya saat merasakan pukulan-pukulan kecil di dadanya. William menatap wajah Angel yang memerah dipenuhi rasa malu, kemudian dia mengelus lembut bibir basah yang baru saja dinikmatinya. "Ciuman pertama eh?" goda William sembari mengedipkan sebelah matanya. "b******k! Kau memang b******n!" Angel menatap benci William yang sama sekali tidak merasa bersalah. "Hati-hati jika bicara, aku bisa saja menunjukkan sisi b******k lebih dari ini." ancam William penuh kepastian. Sial! Aku terjebak dengan permainan laki-laki b******n ini. Aku harus segera melepaskan diri. "Apa aku sudah bisa pergi?" tanya Angel kemudian. "Alangkah lebih baik jika kau tidak pergi." ujar William enteng semakin tertarik mengorek emosi Angel yang mulai terkuak. Aku sudah muak! Kau memang b******n William. Tidak ingin terlalu larut dalam permainan William. Angel langsung melepas kasar dekapan di pinggangnya. Dia segera berdiri dan membenarkan penampilannya. Dia tidak bisa menunjukkan perasaannya saat ini, kesal, takut, gelisah, marah semua berkumpul jadi satu. Angel menyembunyikan semua dengan memasang wajah datar. "Kalau begitu saya permisi, tuan." pamit Angel membungkukkan badannya sedikit. Dia harus menunjukkan sikap sopan santunnya pada tamu. William menggeram amarah. "Apa yang kau katakan Ella! Jangan berani menyebutku tuan, aku bukanlah tuanmu dan kau bukan pelayan ku! Perhatikan sikap mu lain kali, jika kau masih saja bersikeras, aku akan menghukum mu lebih dari sekedar ciuman." desis William tajam, pelan dan mengancam dibalik punggung Angel. Angel kembali terkesiap, dia mematung mendengar kalimat mengerikan itu. Suara ketukan sepatu mulai terdengar menggema, William melangkah mendekati Angel. Dia langsung membalikkan punggung Angel kasar. "Apa perlu ku ingatkan lagi tentang posisimu?" tanya William dengan mata yang hampir meloncat keluar. "kau sudah menciumku bukan? Apa lagi sekarang?!" geram Angel menahan kobaran api didalam hatinya. "Aku bukan tuan mu! Kau gadisku! Apa kau tidak mengerti?! " teriak William murka di hadapan wajah Angel. "Apa kau lupa aku tidak menjawab pertanyaan mu sama sekali. Jadi, berhentilah bersikap seperti seorang kekasih." ujar Angel mengangkat dagunya tinggi. "Jangan membuatku marah Ella, kau adalah milikku!" "Aku bukan milikmu!" tukas Angel tajam. "Jangan menguji kesabaran ku Ella!" ujar William sembari mencengkram rahang Angel kuat. "L...liam s-sakit. Lepaskan aku." pinta Angel memelas. William tersadar, dia lalu melepas cengkramannya dari wajah Angel meninggalkan rona merah menyakitkan di wajah pucatnya. "Itu salah satu hukuman jika kau berani menantang ku. Sekarang kau boleh pergi, sebelum aku benar-benar marah padamu." Angel menyentuh rahangnya yang terasa sakit, dia langsung berbalik tanpa melirik sedikitpun pada pria dihadapannya. "Erik....!" panggil William pada seorang pria yang berdiri di luar pintu sejak tadi. "Ada apa tuan muda?" tanya Erik dengan nafas memburu karena takut ketika mendengar nada yang tidak bersahabat dari William. "Aku ingin informasi mengenai Ella secara lengkap secepatnya." perintah William tak terbantah. "Baik tuan muda." balas Erik kemudian. "Dan satu lagi.... beli kafe ini dari Bento, tidak boleh ada yang menginjakkan kaki selain aku diruangan ini. Aku tidak ingin orang lain menikmati harum tubuh gadisku." William kembali menambahkan perintahnya. Apa lagi ini? Apa tuan muda mulai gila? "Apa kau tidak mendengar ku?" tanya William menyadarkan Erik dari kebingungan. "Baik tuan muda." Erik tak lagi berani membantah perintah William. Nyawanya terlalu berharga untuk itu. "Jika Bentos menolak, lakukan cara kotor." ujar William angkuh, kemudian dia menggerakkan tangannya di udara mengisyaratkan Erik segera keluar. Waktu menunjukkan jam 11 malam, sudah saatnya Angel untuk pulang. Dia berjalan menuju ke parkiran. Tiba-tiba Angel dikejutkan oleh suara klakson dari belakangnya. "Masuklah, aku akan mengantarmu pulang." ucap William dari dalam mobil. Angel terdiam, raut wajahnya penuh akan pertanyaan. Dia masih disini? Mobilnya mewah sekali, siapa William ini sebenarnya? "Apa kau tuli? Ayo masuk, Aku tidak menyuruhmu jadi patung disana." panggil William lagi hingga membuat Angel tersentak kaget. "Tidak perlu, terimakasih untuk tawaran mu." balas Angel singkat. "Aku akan menggendongku jika kau tidak segera masuk detik ini juga." ancam William tak terbantah. Angel menahan kekesalannya yang sudah menjadi-jadi. Dengan berat hati dia memutuskan memasuki besi berjalan itu. "Apa kau suka sekali diancam?" tanya William saat Angel sudah duduk disampingnya. "Begitulah." ujar Angel datar Setelah itu, tidak ada lagi yang bicara. Mereka terdiam lama, William menatap kearah luar dari balik kaca mobilnya. sementara Angel menyandarkan punggungnya melepas penat di kepala kursi. "Ella....kenapa kau harus bekerja seperti ini?" tanya William tiba-tiba bersuara. "Karena aku butuh makan." balas Angel. "Apa kau tidak lelah, Ella?" William merutuki pertanyaan bodohnya. Aku lelah, teramat sangat lelah tapi aku tidak bisa mengatakan pada dunia rasa lelahku. "Kenapa harus lelah, bukankah hidup adalah perjuangan?" Angel berucap santai. "Apa kau membenciku?" tanya William "Apa kau melakukan kesalahan?" Ella membalas pertanyaan William dengan pertanyaan. "Kenapa kau malah balik bertanya? Aku butuh jawaban bukan pertanyaan." ujar William dengan jengkel, Angel selalu saja merusak suasana. Lama tak ada balas, William mengerutkan kening bingung. Didera rasa penasaran William menolehkan kepalanya, dan betapa terkejutnya dia ssaat melihat Angel sudah tertidur pulas. William sedikit meringis melihat posisi tidur Angel yang tidak nyaman, dengan perlahan dia bergeser lebih dekat dengan Angel. Kemudian William menaruh kepala Angel bersandar di dadanya. Dari jarak yang begitu dekat William mengamati wajah cantik Angel. Tangannya terulur merapikan anak rambut yang menutupi wajah gadis itu. William menyelipkan helaian rambut Angel dibalik telinganya. Dengan lancang, dia bahkan mengelus lembut bibir ranum masih teringat jelas betapa manisnya bibir ranum itu. William kembali mendaratkan satu kecupan lembut namun, kali ini di dahi Angel. "Sleep tight Ella." bisik William lembut. Aku tidak tahu apa yang tengah ku rasakan padamu namun jujur ku akui jantungku berdebar saat melihat mu. Dan ketika aku tak melihatmu ada kesepian yang merayap di hatiku. Mungkinkah itu yang disebut cinta?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN