SEPULUH - Luka

1006 Kata
Amanda POV Aku memutuskan untuk tidak lagi menempati kamar utama. Aku memilih memprioritaskan diriku sendiri di atas oranglain. Sudah cukup dua tahun yang kulalui dengan kerahasiaan dan ketidaksukaan Leo terhadapku. Aku hanya menjadi penghalang. Aku menemui Freddy yang berangsur baik keadaannya. Setelah pertengkaran itu aku menangis tersedu-sedu di hadapannya. Donna pun ada disana. Hanya kami bertiga di dalam ruangan Freddy. Kesehatan Freddy semakin membaik walau butuh rawat intensif. Donna memeluk erat. Akhirnya Freddy pun menyerahkan keputusan kepadaku sepenuhnya, apa aku akan tinggal atau pergi. Kutatap wajah tua Freddy dan wajah sendu Donna. Jika aku pergi, Sarah akan merajalela dan berdampak buruk dengan kesehatan Freddy. Aku memilih bertahan sampai waktunya tiba. Donna memperkenalkanku dengan sahabat sekolahnya dulu, Kim Javier Luidge melalui makan siang. Donna ingin aku membantu Kim dalam belajar management perusahaan. Selama setahun ini aku mengambil kuliah online dalam bisnis. Kim sangat terbantu dengan adanya aku di kantornya, background pendidikan aslinya yaitu hukum berbeda dengan apa yang di butuhkan dalam mengelolah perusahaan. Donna pun menceritakan situasiku kepada Kim. Setelah itu Kim semakin memperlakukan aku dengan baik. Itulah mengapa aku disini, menghadiri pelelangan yang di selenggarakan Herold. Kim mempersilahkan aku duduk di bangku yang di letakkan di taman belakang. “Apa kamu baik-baik saja?” Kim bertanya kuatir. Aku mengangguk dan tersenyum kecil, “Terimakasih. Dan maaf menarikmu dalam masalah keluargaku.” Aku menatap Kim dengan tatapan tidak nyaman. Kim menggeleng lembut sambil tersenyum, “Tidak, Amanda. Aku sudah mengatakannya kepadamu bukan bahwa aku berharap hubungan kita lebih dari sahabat?” Ayah Kim adalah Indonesia – Korea dan ibunya adalah Indonesia – Italy. Wajahnya tampan dan kokoh dengan tulang pipi tinggi dan mata tajam. Dagunya sedikit terbelah dengan bibir merah. Rambutnya cokelat dan sedikit bergelombang. Wanita pasti akan tergila-gila kepadanya. Aku menggeleng, “Kim… aku masih berstatus istri Leo. Masih banyak gadis cantik di luar sana yang pantas untukmu.” Kim tersenyum dan menggenggam kedua tanganku. “Wanita di luar sana tidak sebanding dengan dirimu. Sejak bertemu denganmu pertama kali, aku sangat menyukaimu.” Kim menarik napas panjang, “Amanda… aku rasa ini begitu cepat semenjak kita baru mengenal dua bulan ini tetapi percayalah aku sangat pandai menilai oranglain. Aku tidak meragukan dirimu.” Airmataku perlahan mengalir, bagaiman bisa Kim yang notabene adalah pria yang baru mengenalku lebih menghargaiku di bandingkan pria yang aku cintai bahkan kami sudah menikah 2 tahun dan tidak satupun sesuatu yang baik tentangku di matanya. Kim memelukku tanpa berkata-kata. Di elusnya punggungku lembut. Inilah yang aku butuhkan, perhatian. Aku hanya gadis yang baru akan menginjak 21 tahun dalam beberapa bulan kedepan. Ini terlalu sulit untukku menghadapi dunia yang penuh drama. Aku hanya ingin di cintai dan mencintai, hanya sesimpel itu. Kim hanya terdiam dan terus memelukku erat. Air mataku semakin deras mengalir, aku percaya sudah membasahi tuxedo Kim dengan air mataku. Kami masih diam dengan posisi yang sama selama 15 menit. Kim baru melepaskan pelukannya saat aku tidak menangis lagi. Kim memberiku waktu untuk melepaskan semua kegalauan hatiku. Kim melindungiku dan memberikan apa yang benar-benar hatiku butuhkan sekarang yaitu rasa nyaman dan rasa terjaga. “Amanda Lily Wijaya, maukah kamu menjadi kekasihku?” kata Kim kemudian. “Aku berjanji akan menjagamu dan mencintaimu bahkan memperlakukanmu bagai ratu di kehidupanku.” Aku menatapnya tak percaya. “Kim…. Aku….” “AMANDA!!!!” Kami berdua menoleh dengan kaget. Leo sudah berdiri beberapa langkah dari tempat kami duduk. Wajahnya sangat merah menahan marah. Dengan langkah besar dia menghampiri aku dan Kim. Leo segera menarik tanganku berdiri dengan kasar. Aku nyaris jatuh di buatnya. Kim menangkap tubuhku. “Kamu gila!” desis Kim. “Lepaskan dia! Kamu menyakiti Amanda.” “Dia istriku!” Leo menarik tubuhku keras kearah tubuhnya. Tanganku sangat nyeri, Leo menggenggam nya keras. Leo menarikku pergi dari hadapan Kim. Dengan marah Kim berusaha mengejarku tetapi pengawal Leo menghalaunya. Leo terus menarik tubuhku, kaki dan tanganku nyeri. Heels ini membunuhku dan genggaman Leo semakin keras. “Lepaskan aku, Leo. Apa maumu!” pekikku. Leo mengabaikannya dan memaksaku masuk kedalam mobil. Sepersekian detik kemudian Leo sudah membawa pergi mobilnya dengan kecepatan gila-gilaan. Aku menyadari dia mabuk. Kami berhenti di sebuah penthouse. Leo kembali menarik tubuhku. Begitu mencapai penthouse, Leo menarikku kedalam master room. Dia mengunci kamar itu dan menghempas tubuhku keatas king bed. “Buka gaunmu!” Aku berusaha melarikan diri tetapi tangan besar Leo kembali menangkap tubuhku dan menghempaskannya. “BUKA GAUNMU!!!!” Leo berteriak. Suaranya berat. Wajahku pucat melihatnya. Ini pertama kalinya Leo terlihat sangat berbahaya. Airmataku mengalir deras. Kupeluk tubuhku dan menjauh dari Leo. “Apa yang terjadi padamu? Lepaskan aku.” “AKU BILANG…. LEPASKAN GAUNMU, AMANDA.” Leo kini menggila. Matanya merah. Aku tahu pasti marah menyelimutinya di tambah dia sedang di pengaruhi alkohol. Dengan tangan gemetar aku membuka gaunku dan meninggalkan heels dan pakaian dalamku. Mata Leo menatap tubuhku lapar. Leo mulai membuka pakaiannya satu persatu hingga dalam keadaan telanjang. Kejantanannya sudah tegak berdiri. “Tidak Leo… jangan… “ Aku menangis memohon. Aku sangat takut melihatnya sekarang. Aku masih berusaha kabur namun sekali lagi lengan besar Mario menangkapku dan menghempaskan kembali ke atas king bed. “Telanjang untukku. Buka pahamu.” Perintah Leo lagi yang berdiri dipinggir tempat tidur. Aku terus menggeleng dan menangis, “Kumohon Leo…lepaskan aku.” “Lakukan Amanda!!!” suara Leo kembali meninggi. Tangan kecilku yang gemetar membuka bra dan celana dalamku. Mata elang Leo mengikuti gerakanku. Aku masih menutup kedua pahaku erat. “BUKA!!!” aku kembali menangis dan membuka kedua pahaku memperlihatkan kewanitaanku yang berwarna pink. Aku terus menangis hingga tenggorokanku sakit. Aku memilih pasrah dan menutup mataku perih. Aku benar-benar sudah di perlakukan sebagai b***k seksnya. Aku merasakan Leo mulai menaiki king bed dan mulai menidihku. Tanpa aba-aba dia memasukkan kejantanannya kedalam kewanitaanku. Aku memekik keras. Vaginaku kering dan Leo terus mendorongnya masuk. Gesekannya sangat menyakitiku. Aku terus menangis memohon Leo menghentikkannya. Leo terus memaju mundurkan kejantanannya yang besar dengan cepat. Sakitnya luar biasa, aku sudah tidak sanggup lagi menahan sakit itu sehingga kegelapan menyelimutiku. Airmataku tak berhenti mengalir bahkan setelah kesadaranku hilang. Aku benar-benar ingin ini segera berakhir.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN