***** malam sebelumnya.
Fahri heran dengan kepulangan sang kakak yang membawa bunga, apalagi dari Om itu. Fahri merasa ada apa-apa. Fahri tidak bertanya kepada Ayu, ditanya pun pasti tidak akan menjawab.
Apa kakak udah di tembak sama si Om itu? Apa kakak menerimanya? Dengan membawa bunga itu?
Praduga terus berdebat dengan pikirannya. Fahri ingin memastikannya sendiri. Saat Ayu ke kamar mandi untuk membersihkan badan, Fahri masuk ke kamarnya dan mencari benda kotak yang selalu dibawa Ayu. Ya, ponsel.
Memakai sandi? Ah tidak salah pasti sandinya hari ulang tahun Fahri dan benar saja, begitu Fahri menekan enam digit nomor, layar ponsel langsung terbuka.
"Ah aku sayang kamu kak," gumamnya dengan mencium ponsel Ayu bertubi-tubi.
Cari cari cari. Fahri terus mencari nomor si Om itu. Tertera nama Rama dalam pesan singkat.
"Oh ternyata si Om itu ngajak ketemuan, dan baju merah? Hemm," otak Fahri mulai memikirkan rencana. Ia takut kakanya akan menjadi korban hidung belang seperti Rama. Ia berjanji pada orangtua mereka akan selalu menjaga kakak perempuannya itu.
Fahri mulai mengetikkan sesuatu untuk ia kirim ke Rama.
"Rama, sore saja ketemuan nya. Adik aku ngajak belanja dan biar gak panas juga. Sore lebih santai, ok? Dan jangan lupa bawa martabak selai strawberry."
Pesan terkirim, Fahri tersenyum jahil.
Tak berhenti sampai disitu, Fahri masih mengutak-atik hp Ayu. Membuat situasi terbalik, seolah-olah Rama yang mengirim pesan pada Ayu.
Rencana awal berhasil, segera Fahri kembali ke kamarnya agar tidak ketahuan oleh Ayu.
"Besok gue kerjain loe, Om." Senyum menyeringai penuh menghiasi wajah cute nya. Ya, disekolah Fahri termasuk laki-laki idola para wanita. Cute dan manis, membuat para gadis terhipnotis.
Ayu yang sudah membersihkan tubuhnya, kembali ke kamar. Selesai berganti baju dan bersiap tidur, ia kembali membuka ponsel, siapa tahu ada yang mengirim pesan. Dan ternyata ...
"Rama?" Satu pesan chat masuk dengan nama Rama. Dibukanya layar ponsel mini nya itu dan Ayu membaca nya dengan alis mengkerut.
"Ayu, maaf besok tidak jadi. Aku ada dadakan rapat. Lain kali saja dan ingat jangan ke taman, karena aku tidak akan datang. Jangan menunggu pria sepertiku. Jangan dibalas."
Aneh, Rama tidak biasanya mengirim pesan panjang lebar dengan kata-kata seperti itu. Namun Ayu tidak ingin berpikiran yang macam-macam, mungkin memang Rama ada Rapat, maklum orang sibuk memang selalu sibuk.
"Ah, besok aku bisa beres-beres rumah seharian," ucapnya seraya mengambil selimut tipis untuk menutupi setengah badannya. Ayu tidur terlelap.
Sesuai janji, yang pergi adalah Fahri bukan Ayu. Dari pagi Ayu tak henti-henti nya melakukan pekerjaan rumah, ya mumpung libur kerja. Mencuci, mengepel, masak, Ayu sudah terampil dengan itu semua. Biar nanti punya suami ia akan terbiasa.
Menjelang sore, pekerjaan rumah selesai. Ayu rebahan di sofa kecil sambil menonton tv. Ia melihat Fahri keluar kamar sudah bersiap-siap.
"Ri, mau ke mana?"
"Main kak," sahutnya simpel. Ia tidak ingin kakaknya bertanya lebih. Dengan cepat ia keluar.
"Jangan pulang malam," teriak Ayu yang hanya mendapat anggukan kepala dari Fahri.
Dan saat inilah Fahri disini. Menemui Rama.
"Udah lama menunggu Om?" Fahri tersenyum ceria memperlihatkan deretan gigi nya yang rapih dan putih.
Seraya melambaikan tangan, Fahri mendekat. Ia tahu wajah Rama saat ini tengah menahan emosi. Namun anak itu langsung duduk disamping Rama tanpa memperdulikannya.
"Maaf Om, sedikit telat gak papa lah ya?"
"Kakak kamu?" Rama memutar bola matanya tanpa arah untuk melihat keberadaan Ayu. Namun tak kunjung menemukan kehadirannya. Ia menoleh ke arah Fahri dengan alis mengkerut.
Lelaki yang ditatap Rama hanya bersikap acuh.
"Kenapa kamu yang kesini?" Rama bersidekap menunggu jawaban.
Sungguh ini adalah hari yang ditunggu-tunggu untuk menyatakan perasaannya pada Ayu. Tapi mengapa anak ini yang muncul? Pakaiannya pun senada dengan baju yang dikenakan Rama. Merah.
"Kakak gue sibuk."
Rama merasa curiga. Pasalnya Ayu tidak pernah ingkar janji atau kalau mau membatalkan sesuatu ia pasti akan memberi tahu.
Angga yang merasa tidak beres ia menghampiri Rama.
"Siapa?" tanya Angga menunjuk Fahri dengan dagu nya.
"Adik Ayu," timpal Rama malas.
Angga antusias, ia lantas mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Fahri.
"Aku Angga, temannya Rama."
"Fahri," jawabnya singkat.
"Jadi ini adik Ayu yang gak suka sama loe?" Angga berbisik, dan mendapat anggukan Rama.
"Sebentar, ini kerjaan kamu kan?" tanya Rama dengan berdiri dari duduknya bersama Angga. Fahri masih cuek bebek duduk seraya tersenyum.
"Santuy Om, jangan marah-marah. Udah tua nanti malah jadi tua. Mau gue panggil bapak lagi?"
Rama melotot mendengar ucapan itu sementara Angga tertawa terbahak dan langsung terdiam menutup mulutnya mendapat lirikan maut dari si Bos.
Rama masih menahan emosi. Sekarang yang dihadapannya ini adalah adik dari gebetan nya. Rama tidak mau Ayu menolak dirinya gara-gara ia kasar terhadap Fahri. Rama menarik napas pelan untuk meredakan emosi yang cukup memancingnya.
"Fahri, aku bukan bapak-bapak dan Om-om. Usia aku dan kakakmu juga tidak terlalu jauh. Panggil kakak saja ya?" pinta Rama dengan menarik senyum.
"Kalau gue gak mau gimana?" Rama mengurut pangkal hidung, ia pusing menghadapi bocah seperti nya.
Angga masih diam menjadi wasit, takut nanti akan terjadi perkelahian. Ia tetap siaga di tempat.
"Lagian ya Om, kakak gue itu tipe nya gak kaya Om. Kakak gue suka cowok baik, dan bertanggung jawab. Juga tulus."
"Aku," ucap Rama cepat.
"Om hanya ingin memanfaatkan kakak gue aja kan? Diluar sana juga banyak Om-om lain yang suka sama kak Ayu. Tapi gue tolak semua. Gak ada yang cocok. Dan Om, jangan coba-coba deketin kakak gue hanya untuk mendapatkan mahkota nya. Jangan minta itu ke kakak gue." Fahri mengeluarkan semuanya. Fahri mengeluarkan ke khawatirannya. Angga bisa menangkap ucapan Fahri kalau dia hanya ingin melindungi kakaknya dari lelaki jahat.
Kok, ini Fahri kayak nyindir gue ya? gumam Angga.
"Maksudnya? Aku baik, tulus, setia dan tentu saja kaya. Ngapain aku harus minta sama kakak kamu. Ayu juga kalau mau apa-apa tinggal bilang sama aku. Aku beliin semua nya buat Ayu, termasuk mahkota ratu sekalipun aku sanggup." Rama mengatakannya dengan perasaan bangga. Membuat Angga dan Fahri melongo mendengar perkataannya.
Loe jangan malu-maluin diri loe, jadi bos kok oon. Bukan itu maksudnya. batin Angga.
Si Om kemana otaknya? Jangan-jangan udah lewat masa aktif otaknya. batin Fahri.
Angga melirik sekilas ke arah Fahri dengan senyum canggung.
"Kakak kamu ada di rumah? Aku mau ketemu sama kakak kamu," ucapan Rama membuyarkan pikiran Fahri.
"Udah gue bilang, kakak gue sibuk. Gak bisa di ganggu," menjeda kalimat seraya berdiri. "Om." terucap dengan penuh penegasan pada kata om itu.
"Sabar Rama, dia hanya anak kecil," bisik Angga meredakan emosi Rama.
"Ya udah lain kali saja aku akan bertemu dengannya. Dan kamu," menunjuk Fahri. "Bisa tidak panggil lain selain Om dan bapak-bapak?"
Fahri hanya diam memutar bola matanya ke segala arah tanda sedang berfikir. Rama tidak sabar menunggu bocah itu yang masih hanya diam berdiri.
"Eh anak kecil, bisa gak?" tanya Rama emosi.
Fahri mengangguk. "Jangan panggil aku anak kecil paman," secepat kilat Fahri berlari, tidak lupa ia menarik sebungkus martabak yang ada ditangan Rama.
"Buahahaha." Angga tertawa puas melihat Fahri habis-habisan mengerjai Rama. Lelaki yang dikerjai nya hanya bisa mengelus d**a dan memukul kepala Angga.
"Puas loe ngetawain gue?"
"Banget." Angga mengangguk masih dengan tertawa.
Sementara di ujung jalan Fahri berbalik dan berteriak. "Terima kasih martabaknya Paman."