Karma, part 3

546 Kata
Tantri duduk menyender kecapekan dengan muka berkeringat dan napas tersengal-sengal. Itu membuat dadanya yang membusung kencang naik turun teratur dan membuat adek kecil Joko bereaksi, sekalipun kedua gunung itu tertutupi lembaran baju yang longgar. Joko tak bisa berkonsentrasi ke pekerjaannya. Sesekali dia akan melirik ke arah Ibu mertuanya untuk menikmati bukit kembar menantang yang sangat menggodanya itu. “Sadar Jok!!! Itu Ibumu.. Ingat!! Siapa menanam dia akan mengunduhnya…” teriak alter egonya. Dada Joko berdebar-debar. Entah kenapa, situasi seperti ini, baru kali ini terjadi. Dia berada satu ruangan yang sepi dengan Ibu mertuanya yang karena kelelahan tak lagi memperhatikan sopan santun dan merebahkan diri sekenanya. “Ughhhh,” Joko merintih, adik kecilnya terjepit celana panjang yang dia kenakan karena desakan birahi yang meledak-ledak. Tiba-tiba, wajah Sinshe tua tadi pagi muncul di kepalanya. Deg. Kalau aku gunakan obat ini dan Ibu meminumnya… Deg. Semakin memikirkan rencana jahat di kepalanya, adek kecil Joko makin menegang kuat. Dia meringis kesakitan dan menelan ludah berkali-kali. Apalagi saat bukit kembar membusung itu terus menerus turun naik dengan ritmik di balik balutan gaun panjang yang dipakai ibu mertuanya. Persetan. Tak ada salahnya mencoba!!! Joko beranjak berdiri dan mengelap keringatnya. Dia berjalan ke bagian depan Kios dan melihat ke arah Bapak Mertuanya. Seperti biasa, Bapak duduk di belakang meja kasir dan dikerumuni oleh banyak Ibu-ibu yang berbelanja dan menunggu giliran untuk menyelesaikan pembayaran mereka. Joko berjalan ke water dispenser dengan air mineral gallon di atasnya. Tanpa berkata-kata, Joko mengambil dua buah gelas dari nampan yang ada di atasnya dan menuangkan air mineral ke dalam gelas itu. Bapak Mertua hanya melirik sekilas ke arah Joko yang kembali ke gudang dengan dua buah gelas air putih di tangan. Sesaat kemudian, dia sudah kembali tersenyum sambil melayani pelanggannya. ----- Joko meraih botol kecil di saku jaket ojeknya. Dengan pelan-pelan, Joko membuka botol itu dan mengambil sebuah pil dari dalam sana. Pil kecil berwarna biru tanpa aroma. Joko memasukkan obat itu perlahan-lahan ke dalam gelas di tangan kanannya lalu tak melihat reaksi apa-apa. Obat itu seolah seperti larut dalam air tanpa menimbulkan perubahan bau atau warna. Joko menggaruk kepalanya dan sedikit bingung, tapi biarlah. Sudah terlanjur. Dan dia pun melanjutkan rencananya. Joko berjalan mendekati Ibu mertuanya yang masih terlelap di atas kursi. Joko menelan ludah setelah berada di dekat Tantri. Bukit kembar itu jauh lebih seksi dibandingkan ketika dilihat dari jauh. “Buk…” panggil Joko pelan. Tak ada reaksi dari Tantri. “Buk…” panggil Joko lebih keras lagi. Tantri terlihat kaget dan sedikit meloncat dari posisi duduknya setelah mendengar panggilan Joko. Dia terlihat kaget dan bingung tapi hanya sesaat, sedetik kemudian, dia menarik membetulkan posisi baju yang dia kenakan dan menggunakannya untuk menutupi kedua buah bukit kembarnya yang tercetak jelas di gaunnya. “Bapak nyuruh ngambilin ini untuk Ibu,” kata Joko berbohong. Tantri melirik ke arah minuman di tangan kanan Joko dan menerimanya tanpa berkata apa-apa. Joko tersenyum gembira dalam hati. Kini dengan harap-harap cemas, Joko kembali berjalan menuju ke tempatnya tadi yang kebetulan ada di dekat pintu ke arah kios depan. Joko melirik ke arah Tantri dan tidak menemukan adanya reaksi apa-apa. Joko membuang napas panjang dan tersenyum kecut. “g****k banget sih aku, percaya sama kata-kata tukang tipu berkedok sinshe,” maki Joko. Tak lama kemudian, Joko pun kembali fokus pada pekerjaannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN