- 5 -

830 Kata
Mata Ayla melirik Regal yang masih duduk di hadapannya. Ia mendengus karena cowok itu malah diam saja disana, seperti tidak ada rencana untuk pergi, seolah menonton Ayla yang sedang makan adalah sesuatu yang menarik. Padahal, jelas-jelas Ayla risih makan ditemani orang asing. Yang dimaksud orang asing bagi Ayla adalah, mereka tidak terlalu kenal. Tepatnya, baru kenal beberapa hari lalu. Meski Regal berteman dengan Azrial, cukup akrab dengan Satrya, serta mengenal Chica, tapi Regal tidak ikut bergabung dengan mereka. Tentu saja karena kelas sepuluh mereka berbeda kelas, Regal jelas memiliki teman sendiri dan bergabung dengan mereka. Itupun ia mengenal Azrial karena mereka satu SMP. "Lo kalo balik naek apa, Ay?" Akhirnya Regal melontarkan sebuah pertanyaan. Setelah berpikir panjang, ternyata pertanyaan Regal benar-benar klasik. "Angkot." Ayla menjawab sekenanya. "Emang rumah lo dimana?" Cewek itu memutar bola matanya, menatap Regal yang masih tetap memperhatikannya. Harusnya ketika tatapan mereka bertemu, itu bisa menjadi momen ala drama korea. Tapi tatapan Ayla itu datar dan malaj terkesan nyeremin. Regal nyaris merinding. Cewek itu hanya mendesis, kemudian menjawab. "Roksi." "Deket sama rumah Azrial dong." "Iya." Kali ini Regal berdecak. Kayaknya ia memang salah membuka topik pembicaraan. Atau ia memang salah mengajak orang bicara? Mie instan yang Ayla makan sudah habis. Mata cewek itu terlihat memerah karena kepedasan, tapi ekspresinya tidak seperti orang kepedasan. Ia tetap tenang, serta minum sewajarnya. Tidak berlebihan. Regal yang melihatnya jadi curiga, jangan-jangan Ayla itu bukan manusia. Vampire misalnya? Ayla berdiri, keluar dari meja kantin tanpa mengatakan apapun. Regal yang melihatnya langsung melontarkan pertanyaan yang bagi Ayla gak guna banget. "Mau kemana, Ay?" "Lapangan lah." Regal tertawa kecil. Sepertinya Ayla mulai bosan dengan pertanyaannya yang emang gak bermutu. Bagi Ayla maksudnya. Padahal Regal kan memang hanya ingin mengobrol dengan Ayla. Tapi sepertinya, mengobrol dengan Ayla akan jadi pencapaiannya yang tertinggi. Boro-boro ngobrol, ditanya aja jawabnya satu kata doang, nadanya terdengar lelah pula. Seolah Ayla sudah menjelaskan dengan panjang lebar tapi Regal masih tidak paham. Ini bukan cinta pandangan pertama. Jelas aja, cowok seperti Regal mana mungkin merasakan hal seperti itu. Ini hidup, bukan drama. Realita aja. Ini juga bukan perkara suka. Karena cowok waras gak mungkin suka dengan Ayla yang lebih sering mendengus daripada tersenyum. Tapi ini perihal Regal yang menganggap apapun yang berada dalam diri Ayla adalah sesuatu yang menarik. Yang Regal ketahui saat ini, ia inginkan Ayla. *** Ayla bukan tipe cewek yang senang main di malam hari. Tidak peduli itu hari sabtu malam dimana banyak remaja seusianya yang menghabiskan waktu bersama pasangan. Masalahnya, Ayla memang tidak punya pasangan. Tapi masalah utamanya, Ayla sangat mencintai kamarnya dan lebih senang menghabiskan malam di dalam sana daripada harus berbagi oksigen dengan banyaknya orang yang keluar di malam itu. Namun malam itu Ayla tak dapat mengelak. Karena paksaan Chica sejak beberapa hari lalu, ditambah Azrial yang sudah berada di rumahnya sejak pukul lima sore sampai harus maghrib di rumah Ayla. Mereka mau Barbecue di rumah Azrial, dan Ayla wajib ikut serta -juga patungan dana tentunya- dalam acara mereka ini. Pukul 18:30 motor Azrial baru keluar dari rumah Ayla untuk menuju lokasi. Perjalanan dari rumah Ayla menuju rumah Azrial tidak jauh, hanya membutuhkan waktu lima menit ditempuh menggunakan sepeda motor. Sesampainya di depan rumah Azrial, Ayla dapat melihat sudah ada Fahlan disana, sibuk menata pemanggang tradisional dengan arang. Ayla yang baru datang segera mendelik. "Barbecue apaan nih pak areng? Ini mah kayak mau nyate." Fahlan mengangkat kepalanya, melihat Ayla yang rambutnya masih basah karena habis keramas. Cewek itu kini berjongkok di depan Fahlan sambil menatap arang dengan sengit. "Ini barbecue tradisional, tau." Fahlan menyaut, sambil tetap mengatur arang pada tempatnya. Ayla berdecak, lalu terduduk di teras rumah Azrial. Disampingnya terlihat beberapa jagung yang belum di kupas. Azrial yang tadi datang bersama Ayla sedang ke dalam rumahnya, menaruh kunci motor dan mengambil sesuatu yang dibutuhkan. "Chica sama Satrya mana?" Tanya Ayla, sambil mengambil sebuah jagung dan mengupasnya. "Beli daging." Ayla mengangguk. Rumah Azrial yang berada di jalan hidup, bukan buntu maksudnya, membuat Ayla yang berada di teras dapat melihat aktifitas di jalan. Rumah Azrial tidak ada gerbang, hanya teras rumah dan sedikit lahan untuk parkir motor. Sabtu malam seperti ini banyak kendaraan ataupun pedagang yang berlalu lalang di depan rumah Azrial, membuat suasana malam itu menjadi ramai. "Kipasnya cuma satu, Lan." Azrial keluar dari rumahnya dengan membawa kipas yang biasa dipakai tukang sate. "Yaa emang satu aja. Ngapain banyak-banyak?" "Ini kan malem minggu, depan rumah gue banyak orang lewat. Takutnya ada mantan yang lewat sama pacar barunya, eh terus panas, kan butuh kipas." "Apasih, Yal? Bikin cerpen?" Fahlan tertawa mendengar sautan Ayla yang diucapkan dengan mimik muka seolah Azrial aneh banget. Azrial hanya mendengus diledek Ayla seperti itu. Tak lama suara motor terdengar memasuki pekarangan rumah Azrial. Ayla mengangkat kepalanya, mengira yang datang adalah Satrya dan Chica. Namun, ia malah menemukan motor satria-f alih-alih Honda Beat milik Satrya. "Mau pada bakar-bakaran?" Cowok pengendara satria itu melepas helm full face-nya. Kini Ayla dapat melihat wajahnya yang familliar. Dia teman sekelasnya, teman sebangku Azrial, siapa lagi selain Regal.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN