Kesedihan Yang Tertahan

1092 Kata
BAB 7 Brakk… Ayah Baskara terkejut saat mendengar suara pintu yang di tutup dengan keras oleh putrinya. Ayah yang semula sedang duduk santai menikmati kopi pahitnya sambil membaca koran sedikit terganggu akibat ulah putri sulungnya. Ara berdiri di belakang pintu dengan napas yang masih memburu pun sedang menenangkan dirinya, wajahnya sudah menjadi pucat dan memerah menahan semua amarah dan emosinya yang sedang ia rasakan. “Ara, kamu ini kenapa? Pulang-pulang malah buat keributan, setidaknya ucapkan salam terlebih dulu. sebenarnya kamu ini kenapa?” seru Pram Baskara, Ayah Ara. “Maaf Ayah, Ara tidak sengaja.” Jawab Ara pelan namun tidak dapat ia pungkiri jika ada ketakutan jika sampai Ayahnya mengetahui kalau dirinya telah bertemu kembali dengan Alfaro Pradipta, yang kini malah berstatus sebagai bosnya. “Kamu pulang sama siapa? Kenapa baru pertama kerja sudah pulang selarut ini? Apa bos kamu itu galak? Kalau iya kamu lebih baik jangan bekerja saja Rara, ayah masih sanggup menghidupi kamu dan juga adikmu hingga nanti akan ada laki-laki yang datang memintamu pada Ayah.” beribu pertanyaan dari sang Ayah Pram yang mencemaskan putrinya. Biar bagaimanapun Ayah Pram tidak ingin melihat putri yang di besarkan seperti ratu harus di perlakukan secara tidak baik apalagi jika itu laki-laki b******k. “Ayah, tenanglah Ara tidak apa-apa. Aku ini sudah dewasa Ayah, jadi jangan terlalu di pikirkan. Ayah fokus saja sama adik, takutnya nanti malah adik salah pergaulan apalagi sekarang adik masih SMA? Kan kasian, Ayah!” jelas Ara memegang lengan sang ayah dengan manja di iringi senyum termanisnya. Ia tau jika ayahnya sangat mengkhawatirkan dirinya apalagi dulu Ara pernah depresi besar semenjak kejadian lima tahun yang lalu, sejak saat itu Ayahnya lebih protektif menjaga dirinya dan adiknya. “Baiklah, kamu memang pandai sekali merayu Ayah. Iyasudah kamu masuk kamar dulu bersih diri nanti kita makan malam bersama. Jangan lupa ajak adik kamu ya?” kata Ayah lalu menyeruput kopinya kembali. “Siap, Ayah.” Jawab Ara lalu berjalan menuju kamarnya. Beberapa menit kemudian setelah Ara selesai mandi, ia bersiap ke ruang tamu dan tidak lupa mengajak adiknya yang masih berada di kamarnya. “Dek, makan yuk?” ajak Ara sambil membuka pintu kamar adiknya. Dapat Ara lihat jika adiknya masih fokus melihat ponsel miring miliknya. “Apakah kamu sedang main game?” tanya Ara menatap tajam kepada adiknya. “Hehehe.. aku gabut kak. Bolehlah yaa?” jawabnya meringis tanpa merasa bersalah. Padahal sorot mata sang kakak sudah geram. Adik Ara memang sangat suka bermain game seperti mobile lagend, free fire dan game online lainnya, Kalau sudah bermain pasti adiknya akan lupa waktu. “Cristina Frislly baskara?” Panggil Ara geram kepada adiknya. “Jangan main game mulu, apa kamu tidak belajar? Dek, aku sudah sering kali ingetin kamu lo tapi masih aja sama.” Tambah Ara lagi “sekali-kali kenapa sih, Kak?” tanya Tina yang mulai kesal dengan sang kakak karena ia merasa tidak memiliki kebebasan dalam melakukan apapun. “Ini ada apa kok ribut-ribut?” tanya pemilik suara lembut yang berhasil membuat kakak beradik itu menoleh secara bersamaan dan melihat siapa yang berbicara. “Bu, ini loh adik malah main game nggak mau belajar!” adu Ara kepada ibunya, Karina Baskara. “Enggak, Bu. Adik bukannya tidak mau belajar hanya saja sekarang masih malas. ini juga di ajak main game sama Safi’ dan teman yang lain, jadi aku tidak menolaknya Bu. Lagipula aku baru saja main.” Jelas Tina dengan penuh manja dan berjalan ke arah Ibu lalu memeluknya. "Jangan melempar kesalahan pada orang lain." sahut Ara yang geram melihat adeknya. Ara yang melihat tingkah adiknya mendelik kesal, karena jika adiknya sudah menunjukkan sikap seperti itu pasti ibu tidak akan marah lagi bahkan mungkin sudah kembali meleleh karena melihat tingkah lucu adik perempuannya itu. Padahal sudah jelas-jelas sang adik bermain sejak tadi. meskipun ia tidak melihat secara langsung namun Ara paham dengan sifat adik perempuannya itu. “Baiklah, kamu juga jangan marah-marah dong Ra!! Kan adik kamu hanya main game sebentar.” Bela Ibu Karina kepada anak keduanya. Ara terpekik kaget melihat ibunya malah membela sang adik yang justru salah. “Kok malah nyalahin Rara sih, Bu? 'Kan yang salah Tina?” tanya Ara tidak terima. Padahal ia hanya menasihati adik satu-satunya dengan pelan namun pada akhirnya Tina pandai sekali merubah fakta. hingga dirinya-lah yang di salahkan. Ara berjalan dengan napas berat meninggalkan ibu dan adiknya yang masih menebar kasih sayang tanpanya. Ia duduk mengambil nasi sedikit dan lauk pauk yang sudah tersedia di atas meja makan. Ketika sang ayah melihat anak sulungnya sudah ingin makan tanpanya, istri dan anak bungsunya. Ayah pun membuka suara. “Kenapa makan duluan Ra? Nggak nunggu Ibu sama Adik dulu?” tanya Ayah heran menatap Ara. Ayah bisa merasakan jika ada yang di sembunyikan oleh anak sulungnya itu, tapi meskipun ia mengetahuinya Ayah Pram tidak akan ikut campur urusan pribadi anak-anaknya kecuali jika mereka sendiri yang bercerita. “Aku sudah lapar yah, maaf ya aku tinggal makan lebih dulu. Setelah makan Rara mau tidur.” Dusta Ara. Sebenarnya dirinya sama sekali tidak ingin makan, tapi jika Ayah dan Ibu tau pasti akan di todong banyak pertanyaan. Sebenarnya Ara juga ingin makan bersama dengan keluarga, tapi suasana hatinya yang buruk dan tidak ingin menebar senyum palsu di hadapan keluarganya itu akhirnya memutuskan makan terlebih dahulu. Penyebab hati Ara bersedih tentu saja bukan karena adik dan ibunya melainkan karena laki-laki yang mengantarnya pulang malam ini. Saat makan pun Ara masih teringat dengan jelas wajah laki-laki itu yang merasa bersalah. ada kesedihan yang tampak jelas dari sorot mata pria itu. Ara berusaha memaksa membuka mulutnya agar bisa menelan makanan yang tidak ada rasanya, bukan karena masakan sang ibu yang tidak enak melainkan karena suasana hati yang tidak baik membuatnya kehilangan nafsu makan. “Loh, kakak kok makan duluan? Kenapa sedikit?” lamunan Ara buyar ketika melihat ibunya bertanya kepadanya “Iya nih kakak, makan kok sendiri nggak ngajak-ngajak.” Sahut Tina kesal lalu mengambil duduk di samping ibu di meja makan. “Rara katanya mau cepetan tidur bu.” Jawab Ayah Pram. Ia tau putrinya sedang tidak ingin di ganggu maka dari itu Ayah Pram yang berganti menjawab pertanyaan dari sang istri. Ara tersenyum menatap ayahnya, ia seperti memberikan kode ucapkan terima kasih kepada sang Ayah. “Kamu makan gih dek, udah kakak ajak lo.” Kata Ara tersenyum puas. Tina hanya mendengus kesal menatap Ara namun yang di tatap tidak mempedulikannya. Setelah beberapa menit Ara sudah menghabiskan makan malamnya, segera ia pamit ke kamar kepada orang tuanya dan juga adik tercintanya. “Ayah, ibu Ara mau ke kamar dulu ya, Daa adek!!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN