BAB 5
“Apa kamu tidak mendengar suara saya Ara?” kata Alfaro lagi.
“Saya mendengarnya.” Jawab Ara ketus.
Sejujurnya Ara ingin kembali mengacuhkan pria itu lagi, namun semakin tak menjawab Alfaro akan terus mengganggunya. Ara berusaha menahan emosi yang sudah berdesir di dalam darah merahnya, dengan sekuat tenaga ia berusaha untuk mengontrolnya agar tetap tenang.
“Kenapa tidak melihat saya?” tanya Alfaro lagi.
Ara menarik nafas berat dan menjawabnya, “Tadi juga bapak bicara dengan saya tidak melihat saya.” Jawab Ara tanpa memalingkan wajahnya untuk menatap Alfaro.
Alfaro yang mendengar jawaban dari sekretaris barunya terkejut namun ia berusaha meredakan emosinya. Karena ia tau jika Ara memang sengaja mengacuhkannya, dan Ia melakukan itu semua karena sengaja ingin membuat alasan agar dirinya bisa tetap di pencat dari perusahaannya. namun bukan Alfaro Pradipta namanya jika mengizinkan Ara keluar dari kantornya begitu saja.
“Apa kamu tidak lapar?” tanya Alfaro dengan nada merendah.
“Tidak.” Jawab Ara dingin.
Namun tiba-tiba dua insan mendengar suara cacing-cacing sedang meminta asupan gizi, perut Ara tidak bisa di bohongi jika dirinya memang sudah sangat lapar.
Alfaro yang mendengarnya terkekeh dalam hati, jika sampai Ara tau jika dirinya menertawainya bisa-bisa Ara akan lebih marah dan dingin lagi.
"Pembohong." umpat Alfaro pelan dengan tersenyum sinis melihat Ara.
Ara memegang perutnya dan menggerutu sendiri dalam hati. bisa-bisanya perutnya berbunyi ketika bersama Alfaro, kenapa tidak bisa menunggu Alfaro pergi dulu.
“Jika lapar makan dulu, sudah jelas ada suara yang sedang meminta makan kepada tuannya namun sayang tuannya sangat kejam. Lain kali jika ingin berbohong harus di kondisikan dulu agar bisa di ajak berkompromi bersama.” Celetuk Alfaro menyindir Ara.
Yang tersindir pun melihat ke arahnya dengan tajam, matanya menyipit dan terlihat jelas jika sudah ada aura bom yang akan meledak. Dan benar saja Ara langsung berdiri di depan Alfaro dan berkata,
“Pak, tolong bapak jangan urus hidup saya karena saya tidak membutuhkan saran atau apapun dari bapak. silahkan bapak urusin hidup bapak sendiri tanpa mengganggu hidup saya.” Kata Ara tegas sambil menatap tajam mata Alfaro.
Alfaro mengeryit, ia seakan sedang mengingat sesuatu karena ia merasa pernah mendengar kata-kata itu dan benar saja itu adalah perkataan yang dulu di ucapkan oleh orang yang sama kepada dirinya. Seketika kemarahan yang sudah ia pendam sejak tadi kini ingin meluap seperti bara api yang membara. Alfaro akhirnya memutuskan meninggalkan Ara tanpa peduli dia akan sakit atau tidak.
“Dasar bos aneh.” Cibir Ara menatap kepergian Alfaro.
Ara pun melanjutkan pekerjaan yang tertunda karena kedatangan Alfaro yang juga membuat moodnya rusak. Tapi Ara pun berusaha berkonsentrasi lagi dan membuang bayangan Alfaro.
Setelah kepergian Alfaro, Ara menarik nafas lega. Ia muak melihat wajah dingin dan datar dari bosnya. Meskipun dirinya mengetahui sisi baik dari seorang Alfaro Pradipta tapi tidak memungkinkan jika ia masih tetap membenci pria itu.
Sejujurnya jika saja bos Ara bukan Alfaro, mungkin ia akan memperlakukan Alfaro selayaknya bos lainnya. Tapi karena kebencian Ara yang terlalu dalam membuat dirinya tidak bisa bersifat baik dengan bosnya.
“Nona Ara?” panggil Rendi selaku asisten Alfaro dengan sopan.
Ara yang mendengar namanya di panggil pun menoleh dan tersenyum, meski lamunan dalam kepalanya sudah menghilang justru itu lebih baik untuknya, karena ia pun sudah lelah menghadapi Alfaro dalam lamunannya.
“Iya pak, Ada yang bisa saya bantu?” tanya Ara sopan lalu berdiri di depan Rendi.
“Ini ada makanan, Silahkan di makan dulu, daritadi saya lihat nona masih berkutik dengan berkas di atas meja ini. Apa tidak capek? Setidaknya istirahat dan makan siang dulu.” Tutur Rendi sambil memberikan kotak makan siang kepada Ara, dan Ara pun menerimanya.
“Terima kasih banyak pak Rendi atas kepeduliannya, nanti saya makan.” Kata Ara sopan.
Setelah memberikan kotak makan siang kepada Ara, Rendi kembali ke meja kerjanya dan segera makan siang.
Alih-alih memilih menikmati, sepertinya ia akan terpaksa menyantap makanan yang di pesannya, bukan karena tidak lapar melainkan lauk pauknya yang tidak di sukai olehnya. Rendi memesan makanan sesuai dengan lauk pauk yang bos minta, terlihat aneh bagi Rendi karena ia sendiri tau jika bos tidak terlalu menyukainya menu makanan yang di pesannya.
Ketika kotak makan dibuka, Ara terkejut melihat isi kotak makan tersebut. Karena di dalamnya banyak makanan yang menjadi kesukaannya, tanpa berpikir panjang ia langsung menyantap makanan itu dengan cepat dan semangat. Dan benar saja makanan itu tandas dalam beberapa menit.
Jam menunjukkan pukul 16.00 wib sore, satu persatu karyawan mulai pulang ke rumah mereka masing-masing. Ruangan yang dari pagi sudah ramai dengan adanya karyawan yang berlalu lalang disana sekarang sudah sepi tanpa ada suara.
Karena jam kerja sudah selesai tentu saja yang tidak memiliki pekerjaan lain dengan senang hati akan langsung pulang dan beristirahat.
Ara menatap kosong dan sepi ruangan sedikit merasa sedih, ia sama sekali tidak melihat satu karyawan pun yang masih duduk di meja kerjanya. sepertinya hari ini hanya dirinya dan karyawan penting lainnya yang akan lembur malam ini.
‘Kenapa baru pertama kerja sudah banyak sekali berkas yang harus aku tangani? Apa menjadi sekretaris sangat berat? Ahhh, Sudahlah Ara kamu pasti bisa jangan mengeluh.’ Gumam Ara melemah, badannya sudah sangat lelah dan meminta untuk di rebahkan di Kasur kesayangannya, namun sayang itu masih menjadi angan.
Waktu semakin cepat, jam yang semula menunjukkan waktu sore kini sudah berubah menjadi malam hari. Saat Ara masih fokus dengan pekerjaannya tiba-tiba saja hujan turun dengan deras, ia melihat sekeliling ruangan ternyata sudah sangat sepi dan ia pun segera menyelesaikan pekerjaannya.
Ia melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 7 malam sungguh tidak terasa waktu begitu cepat tapi bagaimana dia akan pulang jika hujan kini bertambah deras, Pikir Ara.
Setelah pekerjaannya selesai, Ara merapikan berkas yang ada di meja kerjanya. Lalu ia berjalan menuju lift untuk turun ke lantai 1 karena dirinya bekerja di lantai 7. Pintu lift terbuka, Ara pun memasukinya.
“Kenapa sangat sepi sekali apa iya semuanya sudah pulang?” kata Ara pelan, sambil menunggu lift terbuka dan melihat di sekelilingnya yang sangat sepi dan juga horor.
Pintu Lift terbuka, Ara kemudian melangkahkan kaki untuk memasuki Lift. pikiran Ara sudah jauh melambung kemana-mana, kantor yang sepi dan sedikit penerangan membuatnya berpikir jika akan ada hantu yang menemaninya di dalam lift.
Bulu kuduk Ara seketika meremang membayangkan wajah hantu yang menemaninya, saat di dalam Lift Ara menutup matanya. Pintu lift berhenti, detak jantung Ara semakin cepat.
Terdengar Langkah kaki yang berjalan mendekatinya, namun sedikit samar di telinganya. dirinya takut jika langkah itu hanya halusinasi saja, mau bagaimanapun ia takut jika tiba-tiba ada hantu yang tersenyum tepat di depan wajahnya sampai pintu lift tertutup pun Ara belum membuka mata.
“Sudah bisa di buka matanya.” Kata Alfaro yang sudah berada tepat di depan Ara dengan menatap penuh tanya kepadanya, kenapa juga ia harus tutup mata apakah dirinya berfikir yang tidak-tidak tentang ku? pikir Alfaro.
Ara mendengar suara yang familiar di telinganya pun dengan sedikit ragu ia membuka mata dan melihat Alfaro yang sudah berada di depannya membuat dirinya terkejut.
“AAAAAAA…..” Teriak Ara keras membuat Alfaro terkejut lalu dengan cepat menutup mulut Ara dengan tangannya.
“Bisa diam tidak? Jangan teriak.” Ucap Alfaro menatap tajam Ara lalu melepaskan tangannya dari mulut Ara.
“Hufff… saya pikir Bapak hantu.” Sahut Ara sambil mengatur nafasnya yang masih ngos-ngosan.
“Bapak ngapain disini?” tanya Ara lagi yang masih merasa panik dan detak jantungnya yang masih naik turun.
“Ini kan kantor saya? Justru saya yang harus tanya kenapa kamu belum pulang?” tanya Alfaro balik penuh selidik.
Ketika melihat Alfaro, Ara merasa sedang di selidiki oleh Alfaro. Dirinya berpikir kenapa juga ia harus bertemu lagi dengan sosok orang yang di bencinya dari dulu hingga sekarang? Sungguh ini bisa di bilang Alfaro adalah satu-satunya mantan pengganggu dalam hidupnya.
Lebih parahnya adalah kini malah menjadi bosnya sendiri, sebenarnya apa yang pernah dilakukan olehnya dulu di kehidupan masa lalu hingga harus kembali bertemu Alfaro lagi? Pikir Ara menggerutu nasibnya sendiri.
“Saya lembur.” Jawab Ara ketus