MENGAMBILPAKSA
“Pak! Lepaskan!” Tita berontak hendak melepaskan diri dekapan Firdaus yang demikian kuat untuk tubuhnya yang cenderung pas-pasan itu.
“Memangnya mengapa aku harus melepaskanmu? Hanya untuk bersama dengan Arjun dan meninggalkan aku?” tanya Firdaus dengan suara geram oleh rasa kesal dan terhina atas penolakan Tita, asisten yang sudah bekerja padanya selama dua tahun terakhir ini.
“Bukan! Bukan karena bang Arjun, Pak!” teriak Tita marah sekaligus ingin menangis atas pelecehan yang dilakukan majikannya ini. Tita tak habis pikir, apa yang membuat lelaki ini menjadi kesetanan seperti ini. Hubungan kerja mereka selama ini memang tidak selalu harmonis karena Tita selalu salah di mata Fir. Dan itu sudah cukup sebagai bukti bahwa Fir tak pernah menyukai Tta, baik fisik maupun psikis. Mereka berdua terlalu jauh berbeda.
“Aku tak mau tahu, Tita. Apapun alasanmu ingin lepas dariku, aku tak mau tahu. Yang jelas, kamu adalah asistenku, dan selamanya akan tetap menjadi milikku! Jadi lupakan saja kalau kamu ingin lepas dariku kemudian menjadi asisten Arjun, atau kekasih Arjun sekalipun. Karena itu hanya akan terjadi di dalam mimpimu!” kata Fir di dekat telinga Tita, membuat gadis itu merinding tak karuan.
Sungguh, ini pertama kali dalam hidupnya dia berdekatan dengan lelaki seintim ini. Ingin rasanya Tita menendang lelaki yang sudah tak bisa dikendalikan lagi ini. Akan tetapi dia sungguh tak punya tenaga sebesar itu untuk melakukannya. Apalagi pemberontakannya tadi pun sudah membuatnya mulai kelelahan. Tenaganya habis hanya untuk melawan Firdaus, sehingga dia memilih menyerah dan berharap agar mata lelaki itu terbuka dan melepaskannya.
“Firdaus! Saya tak mau!” teriak Tita — yang tak peduli bahwa lelaki ini adalah artis yang digandrungi banyak penggemarnya— lagi-lagi berusaha keras untuk melepaskan diri dari Firdaus. Tapi siapa yang akan berani melepaskan Tita dari cengkeraman Firdaus, sementara di rumah ini hanya Firdaus yang memiliki hak dan kuasa sepenuhnya. Tak mungkin pembantu di rumah ini akan menolong Tita.
Namun, semakin Tita bergerak ingin lepas, Fir semakin kuat dengan dekapannya. Dan yang Fir lakukan kemudian adalah melempar Tita ke atas ranjangnya yang lebar itu sehingga Tita terhempas. Merasa ada kesempatan lepas, Tita segera bangkit.
“Aw!” Tita berteriak ketika Fir sudah menerkamnya saat dia hendak melarikan diri. Naas bagi Tita, karena Fir sudah lebih cepat menguasainya kembali.
“Kamu pikir bisa lepas dariku? Jangan bermimpi kamu, Ta. Kamu adalah asistenku, dan selamanya akan tetap berada di sisiku!” Fir menggeram dekat sekali dengan wajah Tita, hingga hembusan napasnya terasa panas menerpa wajahnya.
“Saya tidak mau! Saya ingin bebas!” teriak Tita dengan marah.
“Mengapa? Agar kamu bisa bebas bersama Arjun? Jangan berharap kamu bisa bebas dariku!” geram Fir. Ada sebersit rasa tak suka ketika membayangkan bahwa Tita menjadi asisten Arjun.
“Arjun lagi! Arjun lagi! Persetan dengan pikiran Bapak itu! Yang pasti saya mau keluar dari pekerjaan sialan ini!” teriak Tita dengan kalap, mengabaikan bahwa yang dimarahnya itu adalah bosnya.
“Kamu pikir aku peduli?” tanya Fir kemudian bergerak sesuai yang diinginkannya. Memiliki gadis ini sepenuhnya, untuknya sendiri. Tidak untuk dibagi dengan orang lain, apalagi dengan Arjun.
Sebuah teriakan yang terhenti paksa kemudian terdengar dari kamar Firdaus. Tita kini telah kalah sepenuhnya. Fisik dan mentalnya telah lantak oleh kerakusan dan ketamakan Firdaus atas dirinya. Namun banyak yang bisa Fir lakukan. Lelaki itu berhasil menguasai Tita, asisten muda yang selama beberapa waktu ini selalu menyiapkan kebutuhannya dan bahkan selalu bertengkar dengan dirinya.
“Berteriaklah sekencang yang ingin kamu lakukan, Ta. Dan aku akan mendengarnya dengan senang hati.” Firdaus berbisik sadis di telinga Tita, mengabaikan pemberontakan yang semakin lemah dari Tita. Ya, sekuat apapun usaha Tita menolak, nyatanya Firdaus memiliki fisik yang jauh di atas Tita.
Firdaus tersenyum puas sekaligus bangga. Dinikmatinya tubuh murni Tita tanpa toleransi, mengabaikan jerit tangis Tita. Bahkan Fir menganggapnya sebagai nyanyian merdu yang mengiringi gerak rancaknya menuju surga siang ini. Hingga nyaris satu jam kemudian, Fir baru melepaskan dirinya dari Tita dengan penuh rasa puas.
Ketika semuanya selesai, laki-laki itu menoleh, menatap Tita yang menarik selimut dan menutup tubuhnya lalu memunggungi Fir. Laki-laki itu tersenyum kemudian merangsek mendekati tubuh Tita yang terguncang oleh tangisnya. Tangan lelaki itu menyentuh bahu Tita yang menyembul di antara gulungan selimut yang dipakainya dengan asal.
Tita terkejut dan segera berusaha menjauh ketika merasakan sentuhan Fir, membuat laki-laki itu tersenyum, namun tidak menarik tangannya.
“Mengapa harus menghindar? Bukannya aku sudah melihat semuanya? Dan meskipun kamu tidak pro aktif dalam hubungan panas kita, tapi aku puas dengan dirimu. Kau tahu, aku bangga menjadi lelaki pertamamu, Tita. Jadi bagaimana? Apakah aku cukup memuaskanmu di seks pertama kamu kali ini?” bisik Firdaus dekat sekali dengan telinga Tita, membuat gadis itu mengetatkan bahunya. Bahkan Fir kembali kurang ajar dengan memberikan kecupan panas dan basah di bahu gadis yang masih gemetar itu. Tita kembali menolak apapun yang akan Fir lakukan padanya. Cukup sudah pelecehan yang dilakukan lelaki b***t yang satu ini. Tita berjanji dalam hati untuk tidak membiarkan Fir mengulanginya kembali.
Sebenarnya banyak perempuan yang jauh lebih cantik yang menyerahkan diri padanya. Namun tidak satupun dari mereka tak membuat Fir merasa tertantang. Tetapi provokasi yang dilakukan Tita jelas menyulut api di dalam diri Firdaus. Dan dia akan dan bahkan sudah membawa Tita terbakar bersamanya.
“Tidakkah kamu merasa beruntung karena kuinginkan?” tanya Fir ketika dia mulai menggeluti kembali tubuh Tita yang masih basah oleh keringat itu.
“Satu-satunya kesialan hidup saya adalah bertemu dengan Bapak!” jawab Tita dengan galak, sambil terus berontak.
Fir tersenyum setan. Sikap Tita yang seperti inilah yang berhasil membangkitkan sisi liar dalam dirinya, membuatnya menjadi laki-laki kurang ajar yang meniduri perempuan —asistennya sendiri— tanpa hati.
“Tahukah kamu, sikap galakmu ini semakin membangkitkan hasratku untuk memilikimu!” Fir tak menunda lagi keinginannya untuk memanjakan hasratnya atas diri Tita, perawan pertamanya. Dan sekuat apapun Tita menolak lelaki ini, nyatanya dia selalu kalah, hingga akhirnya hanya diam ketika lelaki itu kembali menyeretnya untuk memuaskan hasrat liarnya.
Hanya menangislah satu-satunya hal yang bisa Tita lakukan di antara gempuran hasrat Firdaus yang sepertinya tak akan padam dalam beberapa jam kedepan. Fir tersenyum puas ketika akhirnya dia melepaskan diri dari Tita, dengan sebuah bisikan lembut namun menyakitkan
“Andai saja kamu menerimaku menjadi suamimu, mungkin aku akan bisa memperlakukanmu sedikit lebih mesra penuh kenikmatan.” Fir berkata sadis.
Kemudian Fir beranjak dari ranjang, meninggalkan gadis itu untuk membersihkan dirinya di kamar mandi di kamar luasnya itu.
Suasana kamar hening, hanya menyisakan Tita yang tergeletak mirip mayat hidup. Air matanya yang mengalir perlahan adalah bukti penyesalannya mengapa harus menerima tawaran menjadi asisten si aktor sialan ini, jika ujungnya harus berakhir mengenaskan seperti ini. Lalu dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Tita mengambil sebuah keputusan.
Setelah mengenakan pakaiannya yang terserak, dengan penuh amarah Tita mengambil gelas yang ada di kamar itu, kemudian memecahkannya.
PRANK!!! Suara gelas yang dipecah terdengar nyaring sampai ke telinga Fir yang masih ada di kamar mandi. Namun, Firdaus tak punya pikiran apapun. Dia mengira Tita hanya lemas sehingga tak memegang gelas dengan erat.
‘Tunggu dulu! Gelas?’ Firdaus tercenung sesaat sebelum akhirnya sebuah pikiran buruk menerjang pikirannya. “Jangan-jangan …” gumam Firdaus kemudian meraih handuk dan membungkus dirinya sebelum menghambur keluar dari kamar mandi.
“Astaga, Tita!!! Apa yang kamu lakukan?” tanya Fir yang saat dia keluar dari kamar mandi dengan panik dan mendapati Tita bersimbah darah dengan air mata yang berderai dan wajah yang semakin memucat.
Fir benar-benar shock melihat apa yang dilakukan Tita.
***