Leon baru saja selesai menemani Azzura mengantarkan pesanannya, karena begitu banyak pesanan membuat Azzura sedikit kewalahan. "Aku antar kamu kemana?" tanya Leon, karena sampai sekarang Leon belum pernah pergi ke rumah Azzura.
"Apa kamu mau bertemu dengan adik-adikku?"
"Boleh," ucap Leon.
"Tapi tidak bisa masuk mobil," tambah Azzura.
"Tidak masalah, kita bisa jalan kaki," ucap Leonn membuat Azzura tersenyum.
Leonard dan Azzura berjalan kaki menyusuri gang kecil. Banyak rumah dusun di sana dan jalannya terlihat becek dan kotor. "Jangan kaget yah, jalannya begini," ucap Azzura merasa tak enak pada Leonard.
"Tidak masalah, santai saja." ucap Leon dengan senyuman manisnya.
Setelah berjalan cukup jauh menyusuri jalanan sempit dan kotor juga penuh penduduk, mereka akhirnya sampai di rumah Azzura. "Silahkan masuk, ini rumahku." Azzura membuka pagar rumahnya. Leon terpekik kaget melihat kondisi rumah Azzura, ini bukanlah sebuah rumah. Lebih tepatnya gubuk.
Ada 10 orang anak kecil yang bermain di halaman rumah, 4 orang laki-laki dan 7 orang perempuan. Mereka semua terlihat sekitar berumur 12 tahun ke bawah, dan ada yang sangat kecil di antara mereka sekitar 5 tahun. Rumah yang mereka tempati hanya satu petak dan terlihat terbuka, dindingnya terbuat dari bilik yang terbuat dari kayu yang di rajin lagi. Bahkan beberapa ada sobekan, atap rumah mereka bahkan tidak semuanya ada genteng, Leon sangat miris melihat kondisi ini. Sedangkan dia tinggal di tempat yang sangat nyaman.
"Assalamu'alaikum semuanyaaaa," teriak Azzura dan berlari memeluk semua anak-anak yang bermain itu.
"Kakak!" teriak mereka.
Leon masih berdiri di tempatnya melihat interaksi mereka. "Lihat, dagangan Kakak laku semuanya.. Yeeaayy!" teriak Azzura. 'Bahkan mereka masih bisa tertawa puas dalam kondisi seperti ini,' batin Leon.
"Oh iya kenalin ini teman Kakak, namanya kak Leonard," ucap Azzura.
"Itu pacar Kakak yah," celetuk seorang anak membuat Azzura menutup mulutnya.
"Hush, kamu ini masih kecil kok ngomongnya pacar pacaran," tegur Azzura membuat Leon tersenyum kecil. "Ayo cepat sana, salam."
"Hai Kakak tampan, aku Nita."
"Aku Laila, Kak."
"Aku Nala."
Dan beruntunlah mereka memperkenalkan diri, membuat Leon merasa senang berkenalan dengan mereka semua. Azzura mengajak Leon masuk ke dalam rumah panggung itu, yang alasnyapun masih kayu. Bahkan Leon sedikit takut lantainya jebol karena suaranya saat diinjak. "Maaf yah, rumahku sangat sederhana," kekeh Azzura segera mengambil air minum dan beberapa kue sisa jualan tadi untuk di suguhkan ke Leon.
Leon menatap sekeliling, satu petak ini di bagi tiga ruangan. Di ujung sana hanya ada toilet yang di batasi bilik, juga di sampingnya ada dapur yang hanya di batasi oleh lemari usang. Di ruangan samping toilet, Leon yakin itu adaah kamar tidur. Karena ada kasur lipat di lantainya. Dan ruangan yang ia tempati saat ini cukup luas dan terbuka untuk sebuah ruang tamu yang bergabung dengan ruang tengah. Tak ada proferty apapun di sini, hanya ada beberapa rak dan lemari usang berisi pakaian dan juga buku. Tetapi walaupun keadaan seperti ini, Leon salut karena kondisi di sini begitu bersih. Tak ada yang terlihat berantakan, Azzura pintar mengurusi rumahnya sendiri. Leon melirik ke arah kirinya dekat pintu masuk, disana terdapat sebuah papan tulis dan lemari dari plastik dua buah, tak ada lagi peralatan lain. Selain kerajinan-kerajinan dari kertas dan gambar-gambar yang di tempel di dinding.
"Di minum," ucapan Azzura menyadarkan Leon.
"Ah, iya." Leon meneguk air di dalam gelas yang di suguhkan oleh Azzura.
"Kamu pasti merasa risih yah, tempat ini memang sangat kotor dan juga panas," ucap Azzura karena melihat Leon yang sejak tadi terdiam dan hanya menatap sekeliling.
"Sudah berapa lama kamu tinggal di sini?" tanya Leon tanpa menjawab pertanyaan Azzura.
"Sudah 5 tahun," ucap Azzura.
"Dan kalian tidur di sini? Apa tidak bahaya, ini cukup jauh dari perkampungan di depan," ucap Leon.
"Kami sudah terbiasa, Leon." ucap Azzura.
"Dan kesepuluh anak itu, semuanya adik kamu?" tanya Leon semakin kepo pada kehidupan Azzura.
"Bukan, kami bahkan tak ada ikatan darah sama sekali," ucap Azzura dengan tenang membuat Leon mengernyitkan dahinya. "Dulu kami tinggal di sebuah panti asuhan, sejak kecil aku sudah tinggal di sana,” ucapnya dan Leon mendengarkannya dengan antusias.
“Lalu orangtuamu?”
“Aku tidak tau mereka dimana, dulu terjadi penculikan dan penjualan anak-anak. Aku bersama adikku di culik saat tengah bermain, dan kami di bawa pergi jauh sampai aku tak ingat apapun. Tetapi terjadi sebuah kebakaran saat itu di gedung tempat penyekapan kami, dan akhirnya aku bersama adik dan anak-ana lainnya berhasil kabur melarikan diri dari para penjahat itu. Aku tidak tau harus kemana dan tak ingat dimana rumahku, aku bersama adikku yang masih sangat kecil tidak tau apa-apa dan tak mengenal siapa-siapa. Hingga kami bertemu dan di selamatkan oleh seorang pria baik hati, namanya Pak Sholeh. Ternyata dia mempunyai sebuah panti asuhan anak-anak yatim piatu. Aku banyak belajar di sana, termasuk ilmu bela diri. Pak Sholeh mengajarkan segalanya. Tetapi saat usiaku 13 tahun, panti asuhan kami kebakaran, kebakaran yang menewaskan banyak orang. Termasuk pak Sholeh dan saudaraku yang lainnya, yang tersisa hanya kami," ucap Azzura dengan senyumannya.
“Dan adikmu?”
“Dia tidak menjadi korban kebakaran, adikku sudah meninggalkan panti asuhan saat usianya 6 tahun, karena dia di adopsi oleh pasangan suami istri,” jelasnya membuat Leon terdiam. "Setelah kejadian itu, aku merantau ke sini. Dan bekerja serabutan. Apapun aku lakukan untuk membiayai ke sepuluh adikku dan bisa membangun gubuk ini, walau masih tak layak huni. Tapi kami sangat bersyukur dengan rezeki yang telah Tuhan berikan. Aku merasa rezeki tak pernah berhenti mengalir untuk kehidupan kami," ucap Azzura tak terlihat sedih, hanya senyuman yang terpancar dari wajahnya. Leon merasa begitu kagum pada sosok Azzura.
"Kalian tidak meneruskan sekola?" tanya Leon.
"Tidak, sekola sekarang ini sangat mahal. Hanya keempat anak laki-laki itu yang sekola, karena suatu saat nanti mereka akan menjadi kepala keluarga dan sudah seharusnya pendidikan mereka tinggi, tidak sepertiku yang hanya lulusan SD," ucap Azzura.
"Lalu ini?" Leon menunjuk papan tulis dan beberapa hasil kerajinan.
"Kami belajar bersama di sini, setiap hari aku pasti mencari buku bekas atau membeli buku bekas di tukang loak. Untuk bahan kami belajar." Penjelasan Azzura membuat Leon terharu mendengarnya.
“Saat itu aku melakukan balapan dan mendapatkan uang darimu, itu untuk biaya pengobatan Lidya yang harus melakukan operasi usus buntunya. Aku tidak memiliki keahlian lain, selain balapan.” Leon ingat sekali saat itu Azzura terlihat terburu-buru dan ngotot. "Dan malam itu di club malam, sebenarnya aku bekerja hanya sebagai tukang cuci piring. Tapi Munir yang akan masuk ke SMP, dia membutuhkan biaya sekola yang cukup besar. Aku bingung harus bagaimana, aku menerima tawarannya untuk melayani pelanggan di sana. Tetapi aku malah bertemu kamu, dan ucapan kamu membuatku tersentuh dan sadar. Kalau tidak semua jalan keluar dengan cara menjual diri," ucap Azzura tersenyum kecil.
"Lalu bagaimana dengan sekola Munir?" Tanya Leon.
"Aku menjual motor kesayanganku," kekeh Azzura. "Dan sebagian uangnya aku pakai untuk modal berdagang kue." Leon semakin tertarik dengan sosok Azzura, gadis remaja yang rela mengorbankan masa remaja nya hanya untuk mengurusi adik-adiknya. Dia berjuang untuk anak-anak yatim piatu.
"Perbuatan kamu sangat mulia," puji Leon dengan senyumannya.
"Tidak juga, aku melakukannya karena mereka adik-adikku," ucap Azzura yang di angguki Leon. "Sebentar."
Azzura beranjak dan seketika sesuatu dalam tasnya terjatuh, membuat Leon mengambilnya dan membukanya. Ada beberapa foto yang di tempel di sana, dan di bawahnya terdapat tulisan kapan dan dalam kegiatan apa foto itu. "Ya Tuhan, buku ku jatuh," ucap Azzura dan Leon memberikannya ke Azzura.
"Buku apa?" tanya Leon.
"Ini buku harianku." Azzura terkekeh.
"Buku harian?" tanya Leon, baru kali ini melihat buku harian yang isinya foto semua.
"Iya, aku selalu mengambil potret setiap kejadian yang menurutku menarik dan berkesan untuk simpananku," kekeh Azzura dan beranjak menuju ke adik-adiknya.
"Menarik," gumam Leon tersenyum kecil.
♠♠♠
Leon baru saja sampai di tempat Azzura, dan langsung di sambut semua adik Azzura. Ia membawa banyak pizza untuk mereka. Azzura yang berdiri di ambang pintu hanya tersenyum manis melihat Leon. Leon membalas senyuman Azzura yang terlihat sangat cantik. Mereka semua menikmati pizza dengan begitu lahap. Leon menyerahkannya ke Azzura sebagian agar Azzura memakannya juga. Leon mengobrol dan bercanda bersama Azzura dan anak-anak lainnya. Leonard terus memperhatikan Azzura yang tengah bermain dengan adik-adiknya. Ia menyadari kalau dirinya benar-benar menyukai Azzura. Azzura terlihat menutupi wajahnya dengan telapak tangannya saat cahaya matahari menyorot ke wajahnya, dan Leon berdiri tak jauh di sisinya untuk menghalangi sorot matahari itu agar tak mengenai Azzura.
Melihat perlakuan Leon, Azzura tersenyum malu-malu. "Siang ini kamu gak sibuk?" tanya Leon dan Azzura menggelengkan kepalanya. "Kamu ikut denganku yah, aku mau menunjukkan sesuatu untukmu."
"Kemana?" tanya Azzura bingung.
"Ikut saja nanti," ucap Leon dengan senyumannya.
Leon membawa Azzura ke bengkelnya dan menunjukkan sesuatu ke Azzura. "Apa ini, Leon?" Tanya Azzura.
"Buka saja," ucap Leon membuat Azzura mengernyitkan dahinya. Azzura perlahan menarik kain putih yang menutupi hadiah yang Leon berikan.
"Ya Tuhan!"
Azzura terpekik saat melihat motor miliknya ada di hadapannya saat ini. "I-ini?"
"Iya, ini motor kamu. Aku kembalikan kepada pemiliknya," ucap Leon dengan senyumannya.
"Ta-tapi bagaimana bisa, ini kan sudah aku jual?" ucap Azzura masih dengan raut terkejutnya.
"Orang yang membeli motormu, menjualnya ke salah satu pegawai di bengkelku. Makanya aku beli kembali," ucap Leon. "Kebetulan sekali, bukan?"
"Tapi, kan. A-aku, bagaimana?" ucapan Azzura tak jelas dan terlihat bingung.
"Sudahlah, jangan di pikirkan. Bagaimana kalau kita balapan lagi," usul Leon seraya menyodorkan kunci motor ke Azzura dengan senyuman menawannya.
"Aku setuju," ucap Azzura begitu bersemangat dan mengambil kunci motor itu.
"Aku akan menggunakan mobilku," ucap Leon yang di angguki Azzura.
Keduanya melakukan balapan liar di jalanan yang cukup sepi. Azzura sangat bahagia bisa mengendarai motornya lagi setelah sekian lama tidak. Leon tersenyum melihat wajah Azzura yang berseri-seri, dan meneruskan menyetir mobilnya. Hingga mereka sampai di garis finish, Leon dan Azzura terkekeh bersama-sama.
"Wow, kamu selalu berhasil mengalahkanku." ucap Leon menuruni mobil.
"Kamu payah," kekeh Azzura melepaskan helmnya walau masih duduk di atas jok motornya.
"Bagaimana motornya? Soalnya ada beberapa yang di perbaiki," tanya Leon.
"Lebih nyaman dan lebih gesit lagi," jawab Azzura membuat Leon tersenyum. Spontan tangan Leon terangkat merapihkan rambut Azzura yang terlihat berantakan.
Deg
Azzura mematung mendapat perlakuan lembut dari Leon. Azzura menatap wajah Leon yang begitu dekat dengannya. Leonard memiliki wajah bak dewa yunani, begitu tampan. Azzura merasa seperti upik abu di hadapannya. Leon menurunkan pandangannya saat merasa di perhatikan, dan tatapan mata coklatnya langsung beradu dengan mata bulat Azzura yang terlihat bening itu. Entah kenapa, Leon begitu menyukai mata itu. Mata yang mampu menghipnotisnya. Tak ada yang ingin memalingkan wajahnya, keduanya masih fokus saling bertatapan satu sama lainnya.
Hingga suara menyadarkan mereka berdua. “Kerang hijau, kerang hijau...” teriak pedagang kerang hijau itu. Leon dan Azzura tersenyum kecil dan terlihat canggung.
“Mas, beli!” teriak Azzura. Membuat pedagang kerang hijau itu mendekati mereka. “Sekarang kamu berani bertarung makan kerang hijau bersamaku?” tanya Azzura.
“Emm, oke siapa takut.” Mereka memesan banyak kerang hijau dan memakannya dengan lahap. Azzura sudah nambah lagi satu mangkuk, dan mulai melahapnya. Leon juga sudah menambah lagi. Kini Azzura mengambil mangkuk ketiga, tetapi Leon sudah mengangkat kedua tangannya.
“Sudah, perutku sudah tak tahan lagi,” ucapnya menyerah membuat Azzura terkekeh.
“Payah,” ejeknya.
Leon membayar semua kerang hijau itu, dan merekapun berlalu pergi meninggalkan tempat itu sambil terkekeh karena Azzura terus meledek Leon yang payah.
Mereka sampai di sebuah danau, dan berjalan menyusuri pinggir danau sambil berbincang banyak hal. Azzura melempar batu ke sungai, dan batu itu melakukan dua kali pendaratan di atas air membuat Azzura bersorak. “Lihat ini,” ucap Leon ikut melempar batu dan membuat 3 kali pendaratan.
“Lihat ini yah.” Azzura meniup batu kecil di tangannya dan melemparnya, batu itu melakukan pendaratan sampai 5 kali.
“Yeeayy!” Azzura meloncat kesenangan membuat Leon mendesah panjang seraya bertepuk tangan seraya mengedikkan bahunya. Azzura merasa senang karena bisa terus mengalahkan Leon.
♠♠♠
Saat ini Leon tengah duduk di café milik Papanya, Leon bertugas mengecek café milik Papanya selama Papanya pergi. Di sana juga Leon tengah di temani Datan. "Loe sehat kan? Kenapa ketawa sendiri?” tanya Leon mengernyitkan dahinya melihat Datan yang cengengesan.
"Gue lagi ngebayangi ekspresi kembaran loe saat ini," tawa Datan.
"Ada apa memangnya?" Tanya Leon penasaran.
"Dia kan gue jebak biar bisa dinner romantis bareng lakinya," kekeh Datan.
"Dasar julid! Si Ona ngamuk, tau rasa loe," ucap Leon.
"Habis, dia cembokur tapi gayanya sok sok-an cuek," ucap Datan.
"Cemburu sama siapa?" tanya Leon.
"Sama si Angel, kenalannya abang Verrel," ucap Datan dengan santainya.
"Angel?" Leon mengernyitkan dahinya bingung.
"Iya, Aunty aunty gatel." kekeh Datan.
"Ada ada aja loe," kekeh Leon.
"Heh es Balok, loe gitu yah sekarang sama gue!" amuk Datan.
“Loe bener-bener gak waras, tadi ketawa sendiri. Sekarang ngamuk mendadak.” Leon hanya menggelengkan kepalanya.
"Loe buat gue kagak tau apa-apa tentang loe sama cewek loe itu! Kamvret, loe anggap apa gue selama ini. Sahabat yang tak di anggap," ucap Datan menampilkan wajah sedihnya membuat Leon bergidik.
"Loe lebay, Kunyuk. Lagian dia belum jadi cewek gue.”
"Terus kapan loe mau ngesahin hubungan kalian?" tanya Datan.
"Loe pikir nikah, pake ngesahin segala." Leon hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Loe b**o ahh, serius gue kepo sama hubungan loe sama si Ceboy," ucap Datan makin tak sabar.
"Apaan tuh Ceboy?" tanya Leon.
"Cewek tomboy, es Balok. Ya Allah, loe lola ahhh," ucap Datan. "Jangan nanya lola itu apa, lola alias loading lama," timpal Datan saat Leon ingin membuka suaranya.
"Loe cerewet yah," celetuk Leon kesal membuat Datan tertawa.
"Kan emak gue keturunan nenek lampir, jadi harap maklum saja kalau gue cerewet kek mak mak," tawa Datan.
"Gue kadang bingung sama cewek cewek yang kencan sama loe, kuping mereka gak sampai bermasalah kan setelah kencan sama loe," ucap Leon.
"Sialan loe es Balok! Cepat cerita tentang si Ceboy itu, penasaran kan gue, Qaqa." ucap Datan dengan puppy eyesnya membuat Leon bergidik ngeri. Tetapi seketika senyuman menawan menghiasi bibir Leon, membuat Datan semakin mengernyitkan dahinya bingung.
"OMG Hellooooo!! Loe beneran kayak tuyul yah. Cengar cengir mulu," ucap Datan yang sudah kepo tingkat dewa.
"Kepo loe," ucap Leon beranjak mengambil minuman dingin di dalam freezer yang ada di dalam ruangannya.
"Oh ayolah Ice King, coba ceritakan kepada Adipati Datan yang unyu tiada tara ini," ucap Datan.
"Dih geli gue denger ocehan loe," ucap Leon meneguk minumannya.
"Ayolah es Balok, cerita kek sepatah dua patah kata, bikin orang mati penasaran aja!" ucap Datan yang sudah sangat kepo.
"Tar gue ceritanya pas loe dah mati," kekeh Leon.
"Kurang asem loe," cibir Datan dan wajahnya langsung merengut kesal membuat Leon semakin senang mengerjainya.
"Dia seperti permata dalam tumpukan pasir, gue merasa mendapat banyak pelajaran moral yang di dapat dengan mengenalnya," ucap Leon menatap keluar jendela dengan sebelah tangan yang di masukan ke dalam saku celananya dan sebelahnya lagi memegang minuman kaleng dingin.
"Lalu?" Datan langsung antusias menyimaknya dan duduk manis di atas sofa dengan memeluk bantal sofa.
“Gue gak tau apa yang gue rasakan ini, tapi gue baru mengalaminya. Perasaan nyaman dan senang saat bersamanya, perasaan yang ingin memiliki dia seutuhnya, perasaan yang mampu membuat jantung gue berpacu cepat saat di dekatnya," gumam Leon, dan Datan masih terus menyimaknya. "Dia berbeda dengan wanita wanita yang mengejar gue, Kunyuk." tambah Leon tersenyum kecil mengingat Azzuranya.
"Loe sudah jatuh cinta padanya." Ucapan Datan berhasil membuat Leon menengok ke arahnya yang masih duduk manis di atas sofa dan meneguk minuman miliknya.
"Jatuh cinta?" tanya Leon.
"Yupz, loe jatuh cinta sama si Ceboy itu," ucap Datan.
"Bagaimana loe bisa tau?" tanya Leon.
"Nggak tau, nebak aja," ucap Datan dengan cengirannya.
"Loe pikir ini ajang tebak gambar," cibir Leon kesal dan Datan hanya terkekeh.
"Itu memang benar, Brother. True Love it Real, Man." ucap Datan.
"Sok tau loe, emang loe pernah merasakan cinta atau jatuh cinta pada seseorang?" tanya Leon.
"Kagak," jawab Datan simple.
"Terus gimana loe bisa tau?" tanya Leon.
"Gue suka baca cerita love story, baca kisah-kisah cinta. Dan itu lah yang gue dapat," ucap Datan.
"Loe nyamain kisah nyata sama dongeng," celetuk Leon.
"Susah emang ngomong sama es Balok, mental." cibir Datan.
"Kalau begitu, gue harus bagaimana?" tanya Leon.
"Ungkapin perasaan loe padanya, sebelum terlambat." ucap Datan.
"Loe yakin?" tanya Leon sedikit menimbangnya.
"Iya gue yakin banget, coba saja loe ungkapin perasaan loe padanya," ucap Datan dan Leon terdiam memikirkan ucapan Datan barusan yang sepertinya perlu Leon pertimbangkan.
♠♠♠
Leon datang bersama Adrian ke tempat Azzura, dengan membawa beberapa cat warna dan peralatan melukis lainnya. “Kak Leon,” seru semua anak-anak di sana. Azzura yang tengah berada di dalam rumah, berjalan keluar rumah dan tersenyum melihat Leon yang berdiri tak jauh darinya.
Azzura berjalan menyambut mereka berdua. “Hai Adrian.”
“Hai Kak,” ucap Adrian yang bersalaman dengan Azzura.
Adrian langsung menyimpan beberapa kaleng cat itu di pinggir teras. Ia juga mulai memasang papan putih yang ia dan Leon bawa untuk kegiatan melukis bersama. Papan putih yang seukuran papan tulis itu di simpan Adrian di dekat teras rumah. “Nah, anak-anak. Hari ini kita akan belajar melukis dengan Kak Adrian,” ucap Leon membuat anak-anak merasa senang.
Adrian mulai mengarahkan ke mereka semua dasar melukis. Leon memperhatikan mereka, begitu juga Azzura yang berdiri di samping Leon. “Aku akan buatkan kalian berdua teh,” ucap Azzura beranjak pergi meninggalkan Leon dan Adrian di sana.
Leon menatap punggung Azzura yang berjalan memasuki rumahnya, dan tatapan itu dapat tertangkap oleh pandangan Adrian. Ia tau, kalau Kakaknya menyukai gadis itu. Leon membantu Adrian menyiapkan cat warna dan koasnya untuk mereka semua. Tak lama Azzura datang dengan membawa dua gelas teh hangat. Ia memberikannya pada Leon dan Adrian.
“Makasih Kak,” ucap Adrian dan langsung menyeduhnya.
Azzura berjongkok di samping Leon yang sedang memindahkan cat warna ke tempatnya. “Kamu bisa melukis?” Leon menoleh pada Azzura.
“Sedikit,” jawabnya kembali sibuk dengan aktivitasnya.
“Dulu aku begitu suka menggambar, tetapi hasil karyaku selalu gagal.” kekehnya.
“Kamu terlalu pesimis,” ucap Leon.
“Tidak, aku serius Leon. Dulu aku ingin masuk ke sebuah perusahaan jasa di bidang kontruksi, tetapi aku tidak di terima. Mungkin aku tidak memiliki ijazah sarjana,” ucapnya.
“Saudara iparku juga bekerja di perusahaan kontruksi. Dia seorang arsitek, kalau kamu mau. Aku bisa membantumu untuk bekerja di sana,” ucap Leon.
“Tidak, itu hanya keinginanku dulu. Saat ini aku merasa sudah sangat bahagia dan merasa cukup.” Leon tersenyum menatap Azzura, gadis ini sungguh berbeda dengan gadis lainnya. Keduanya masih saling menatap satu sama lain, dengan senyuman yang mengukir bibir mereka.
“Khem, maaf mengganggu acara tatap tatapannya. Ini mau aku simpan dimana yah,” ucap Adrian memperlihatkan kardus berisi buku yang juga mereka bawa.
“Oh iya, simpan di dalam saja.” Azzura terlihat salting dan segera beranjak menuju ke dalam rumahnya diikuti Adrian.
Leon mulai memberi arahan untuk menggambar di papan itu. Lalu ia menyuruh anak-anak itu mulai menggambar apa saja dengan saling bergantian. Leon, Adrian dan Azzura tertawa melihat keantusiasan mereka dalam menggambar bermaca-macam pola. Leon yang berdiri di sebelah kanan anak-anak menatap Azzura yang berdiri di depannya, tepatnya di sebelah kiri anak-anak. Mereka berdiri saling bersebrangan. Leon tersenyum kecil yang di balas senyuman malu-malu oleh Azzura. Adrian hanya tersenyum kecil melihat ke arah mereka berdua yang terus saja mencuri pandang.
Setelahnya, mereka semua berlajar merakit sesuatu bersama Adrian menggunakan kardus bekas dan bahan lainnya. Azzura dan Leon tengah memperhatikan hasil gambar mereka semua dengan kekehannya. Azzura memasukkan telapak tangannya pada kaleng cat warna biru dan menempelkannya di papan itu bagian atasnya.
Deg
Ia mematung saat sepasang tangan kekar juga berada di sisi kiri dan kanan tangannya yang menyentuh papan itu. Tangan Leon juga terlihat biru dan menempelkannya tepat di sisi kanan dan kiri Azzura, membuat posisi mereka seperti berpelukan dari belakang. Kepala Azzura mampu bersentuhan dengan d**a bidang Leon. Perlahan Azzura menoleh ke belakangnya dimana Leon berada. Keduanya bertatapan dengan jarak yang begitu dekat. Bahkan hidung mereka hampir bersentuhan. Adrian mengambil potret mereka berdua yang terlihat begitu intim.
“Aduh,” ucap Azzura saat Leon menyentuh hidung Azzura membuat cat biru mengenai kulitnya.
“Kenapa tegang sekali,” kekehnya dan menjauhi Azzura.
“Awas kau, Leon!” Azzura memasukkan kedua tangannya kembali ke dalam cat warna dan mengejar Leon untuk membalas perbuatannya itu.
Semua anak-anak melihat ke arah mereka yang saling menempelkan cat warna ke tubuh dan wajah mereka berdua. Tawa keduanya terdengar begitu lepas, bahkan Leon masih mengusapkan cat di pipi Azzura. Dan Azzura berusaha membalasnya.
♠♠♠
Saat ini Leon tengah berada di atas motor Azzura, lebih tepatnya Leon tengah di bonceng Azzura. Azzura terus berceloteh sambil mengendarai motornya dengan kecepatan standar.
Leon memperhatikan Azzura dari samping yang terlihat sangat cantik, apalagi Azzura tak memakai helm membuatnya terlihat semakin cantik dan bersinar di bawah sinar matahari. Leon tiba-tiba saja memegang kedua stang motor membuat tubuhnya menempel dengan tubuh Azzura dan itu berhasil membuat jantung Azzura ingin meloncat keluar dari tempatnya. Leon bahkan tak merasa risih saat kepalanya berada tepat di sisi wajah Azzura yang membeku kaku, bahkan tangan mereka bersentuhan karena Leon mengambil alih mengendarai motornya dengan Azzura yang duduk di depannya.
"Aku mencintaimu,"
Deg
Azzura semakin mematung kaku mendengar bisikan dari Leon barusan. 'Apa yang baru saja Leon bisikan padaku?' batin Azzura.
Leon masih mengendarai motor dengan santai dan senyuman terukir di wajah tampannya. Azzura bahkan kesulitan untuk menelan salivanya sendiri saat posisinya sedekat ini dengan Leon. Bahkan detak jantung Leon dapat Azzura rasakan karena d**a Leon menempel dengan punggungnya. Azzura bahkan sangat takut untuk menengok ke arah Leon. "Katakanlah sesuatu," bisik Leon.
Azzura perlahan menoleh ke sampingnya hingga hidung mereka bersentuhan dengan jarak yang sangat dekat. Bahkan nafas mint Leon, mampu menggelitik kulit Azzura. "A-aku, tapi kenapa?" gumam Azzura sangat pelan bahkan hampir tak terdengar.
"Aku tidak tau, yang aku tau aku menyukaimu," ucap Leon dengan masih menatap manik mata Azzura. Bahkan Azzura tidak sadar, kalau motornya sudah berhenti di pinggir jalanan.
'Tidak Azzura jangan termakan ucapannya. Sadarlah, kalian sangatlah berbeda. Leon bak prince perfectionist dan siapa kamu? Kamu bahkan lebih rendah dari seorang pembantu. Orang kaya biasa melakukan apa yang mereka inginkan dan setelah itu, dia akan mencampakkanmu. Sadarlah Azzura, prinsipmu dulu No Love! dan fokuslah pada adik adikmu,' batin Azzura.
Hati dan pikirannya berdebat membuat Azzura merasa pening. Leon turun dari atas motor tetapi tidak dengan Azzura. Leon beranjak dan berdiri di depan Azzura membuat arah pandang Azzura mengikuti kemana Leon. Leon terlihat begitu tampan di depannya, apalagi sorot sinar matahari membuat kulit putih bersihnya bersinar. Leon seperti jelmaan dewa yunani.
Leon masih menatap Azzura penuh harap, ada binar cinta dan kebahagiaan di matanya. "Aku mencintaimu Azzura, apa kamu mau jadi kekasihku?" pertanyaan Leon kembali membuat Azzura membelalak matanya lebar.
Bagaimana ini?
Apa aku pantas menerimanya?
Apa salah kalau Azzura mencintai pria sempurna seperti Leon?
"A-aku" gumam Azzura menundukkan kepalanya.
Leon menyentuh dagu Azzura dan mengangkatnya membuat mata mereka kembali beradu. Tatapan Leon mau membuat denyut nadinya berhenti, bahkan Azzura tak sadar kalau dia sedang menahan nafasnya. "Aku sangat menanti jawabanmu," tambah Leon.
Tatapan keduanya masih terkunci satu sama lain. Leon mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Azzura, bahkan hidung mereka sudah bersentuhan. Saat bibir mereka hampir menempel, Azzura langsung memalingkan wajahnya.
"Aku harus segera pulang," ucap Azzura dan tanpa aba-aba menstater motornya dan berlalu pergi meninggalkan Leon yang masih berdiri mematung di tempatnya.
"Apa ini artinya dia menolakku?" gumam Leon menatap Azzura yang sudah berlalu semakin jauh.
♠♠♠