Aku telah dibawa pulang ke gubuknya Ardian. Setelah mendorongku masuk, ia pergi entah ke mana. Ini hari Minggu. Tidak mungkin ia berangkat kerja. Meski badan sakit karena siksaan Ardian, aku tidak ingin merebahkan diri di atas kasur buluk yang menjijikkan. Aku tidak tahu bagaimana si Ardian itu bisa tidur dan makan di tempat sekotor ini. Sudah dikasih tempat tinggal, bukannya dirawat dengan baik, malah dibiarkan kayak gini.
Menahan rasa sakit, aku membersihkan gubuk ini. Kasur buluk itu aku masukkan ke karung. Sebelumnya aku sudah meminta bantuan Vini agar memesankan kasur baru.
Hingga sore, gubuk yang tadi sangat menjijikkan akhirnya layak dihuni. Kasur pesanan telah tiba lengkap dengan bantal dan seprei. Vini memang teman terbaik.
"Berapa harganya, Mas?" tanyaku sambil membuka dompet, hendak membayar.
"Maaf, Mbak. Semua sudah dibayar Mbak Vini."
Sekali lagi aku dibuat terharu oleh kebaikannya. Bahkan Vini yang biasanya suka banyak tanya, tidak menanyakan kebenaran tentang keperawananku. Aku hendak mengambil ponsel, ingin menghubungi Vini untuk mengucapkan terima kasih. Namun, suara klakson di depan rumah menghalangi langkahku ke kamar.
"Mbak, istrinya Bang Ardian, ya?" tanya seorang pengendara ojek online ketika aku membuka pintu.
"Iya. Kalau Mas nyari Bang Ardian, sayang sekali. Dia enggak ada di rumah," jawabku agak kesal karena mengingat Ardian sudah pergi dari pagi.
Si pengendara ojek itu tertawa pelan sembari menyodorkan sebuah bungkusan.
"Bang Ardian ada di warung. Main catur. Ini dia belikan makanan buat Mbak."
Ragu-ragu aku mengambil bungkusan itu. Fakta bahwa aku belum makan sejak pagi terlupakan. Sekarang pikiranku dipenuhi oleh kebaikan hati Ardian yang tidak kuduga. Tak menyangka ia masih peduli padaku yang ditinggal sendirian sejak pagi. Seketika pipiku memanas dan bahagia menjalar.
"Cieee, Mbaknya berbunga-bunga. Bahagia ya Mbak dikirimin makanan meski di sana Bang Ardian asyik b******u dengan selingkuhannya."
Bahagia yang baru tercipta buyar tak berbekas. Aku membelalak di depan Abang Ojek. Terpaku tanpa kata. Meski cinta untuk Ardian belum teraba di hati ini, aku tidak ingin diselingkuhi. Apalagi baru sehari pernikahan. Itu keterlaluan.
Abang Ojek tertawa. "Mbak jangan syok gitu dong. Yang aku maksud dengan selingkuhannya Bang Ardian itu catur. Suami Mbak itu di sini dikenal dengan orang yang gila main catur. Kalau sudah main, lupa segalanya. Makanya, baru ingat belikan makanan buat Mbak saat dia sendiri pun kelaparan."
Aku menggeram. Andai Abang Ojek di depan ini Vini atau Sultan, tak segan-segan aku menggetok kepalanya. Bisa-bisanya aku kena prank.
"Makasih sudah ngantar makanannya."
Aku masuk sebelum Abang Ojek beranjak. Bergegas aku mencuci tangan, lalu membuka kiriman makanan tersebut. Senyumanku tersungging saat melihat makanan yang begitu lezat. Lamunanku mengembara. Membayangkan Bang Ardian menerimaku secara utuh. Tak peduli lagi dengan keperawanan yang hilang sebelum menikah. Aku benar-benar ingin memiliki pernikahan sempurna dengan suami yang luar biasa penyayang.
Sebuah ide terlintas. Bagaimana kalau aku mengaku sebagai korban perkosaan? Mungkin saja Ardian akan berhenti menyiksaku. Jika ia memang laki-laki baik hati pasti memiliki empati pada korban perkosaan. Namun, aku masih bingung bagaimana mengatakannya. Tidak mungkin tiba-tiba aku mengaku diperkosa. Ardian tidak akan percaya.
***
Kini gelap telah menyelimuti hari, tetapi Ardian belum menampakkan diri. Aku tidak terlalu peduli. Meski ada sedikit rasa takut. Tempat ini dengan rumah tetangga jaraknya lumayan jauh. Sementara di bagian samping ada tempat nongkrong anak-anak muda. Bagaimana kalau mereka mabuk dan tiba-tiba mengetuk pintu rumah ini. Aku menggeleng, berusaha mengenyahkan pikiran buruk yang belum tentu terjadi.
Kualihkan rasa takut dengan mengirim chat pada Vini. Mengucapkan terima kasih.
"Dih, itu ra gratis yo. Cepatan bayar pakai hasil positif bulan depan. Aku pengin momong ponakan."
Aku tersenyum membaca balasan pesan Vini. Namun, ingatan tak mengenakkan tiba-tiba menghantam pikiranku. Kuraba perut yang masih rata. Tamu bulananku selalu teratur. Jika tidak ada pembuahan, satu minggu lagi aku haid. Aku khawatir. Bagaimana kalau aku hamil? Sebulan ini ada dua laki-laki yang meniduriku. Ya, Tuhan! Masih pantaskah aku disebut manusia.
Sewaktu kuliah aku pernah membaca buku tentang Simpanse Bonobo. Salah satu spesies simpanse langka yang hidup di Kongo, Afrika Tengah. Menurut para ilmuwan, Bonobo memiliki kebiasaan seksual yang paling mirip dengan manusia. Ia merupakan satu-satunya hewan yang melakukan seks oral.
Hewan itu menjadikan seks sebagai jawaban atas semua masalah yang mereka hadapi. Misal, konflik dalam kawanan. Saking biasanya mereka berhubungan seksual, saat bersalaman pun pakai seks. Binatang ini sangat mudah terangsang secara seksual bila menemukan sumber makanan baru. Mereka pun akan merayakannya dengan hubungan seksual.
Saat membaca fakta unik itu aku tertawa. Karena sejatinya aku mirip dengan binatang itu. Aku perempuan yang sangat mudah terangsang. Meskipun tidak melakukan dengan sembarangan laki-laki seperti bonobo, tetapi aku sering bermasturbasi. Makanya saat dicumbu Sultan, aku benar-benar melayang dan seketika lupa diri. Karena hasrat itu minta dituntaskan.
Seperti sekarang, aku sungguh b*******h hanya dengan mengingat aksi Sultan yang menggerilyaku di atas meja. Benar-benar luar biasa untuk sebuah hal baru yang kulakukan.
Kubuka i********: dan stalking ke akun Sultan. Ada postingan terbaru darinya yang baru beberapa saat diunggah. Sebuah gambar yang menamparku bolak-balik. Sultan mencium mesra bibir Fita. Lantas apa maksudnya mengumbar kata cinta padaku? Astaga! Kepalaku mendadak panas. Rasanya ingin mencekik leher Sultan hingga mati. Bisa-bisanya ia menipuku dengan pernyataan cintanya. Tidak. Aku tidak marah karena ia dan istrinya kembali akur. Malah itu berita bagus. Karena kepergianku tidak membuat hubungan mereka berakhir. Namun, menyadari bahwa Sultan tidak secinta itu padaku membuatku merasa bodoh.
Sultan tidak mencintaiku. Ia hanya memanfaatkan kebodohanku untuk memenuhi hasrat laki-lakinya yang ingin memiliki lebih dari satu wanita. Sebuah rahasia umum kaum pria. Hanya ada dua alasan mengapa mereka memilih setia pada satu pasangan; takut istri atau tidak ada kemampuan.
"Enggak sekalian live saat nge-seks?"
Akibat kemarahan yang memuncak, komentarku di postingan itu tak lagi terkontrol. Aku ingin melampiaskan rasa kesal pada Sultan. Tidak ada balasan, tetapi sebuah notifikasi dari akun berbeda. Akun @fit_Fita mengirim sebuah video. Karena penasaran, aku membukanya tanpa curiga. Setelah melihat isinya aku mengumpat kasar. Video seks Sultan dan Fita yang begitu panas. Sialan. Fita benar-benar tertawa sekarang.
"Gimana? Ikut terangsang? Apa suamimu menerima dirimu yang enggak perawan? Kasihan ya tuh laki. Andai dia tahu perempuan yang dia pilih baru melebarkan pahanya pada suami orang."
Isi DM Fita semakin membuatku murka.
"Aku akan sebarkan video ini ke sosmed. Biar mampus kalian di penjara."
Fita mengirim emoticon tertawa terbahak-bahak.
"Nina bego. Aku dan Sultan bisa jadi dipenjara karena lalai menjaga privasi. Tapi, ingat. Hukuman untuk penyebar video tak senonoh jauh lebih berat. Kamu mau melacur di penjara?"
Aku tak membalas. Segera kuhapus video tersebut. Tak ingin menjadi masalah suatu saat nanti. Segera kublokir akun Fita dan Sultan. Aku mengaku kalah. Fita menang. Dan, Sultan si berengsek itu aku yakin suatu saat akan mendapat azab.
Suara ketukan pintu membuatku terkejut. Tidak ada suara salam. Aku takut membukanya. Bagaimana kalau orang mabuk atau pemuda nakal?
"Nina!"
Aku menarik napas lega saat mendengar teriakan Ardian. Bergegas aku membuka pintu dan merajuk, "Dari mana saja, sih? Aku takut tahu. Tadi enggak cepat-cepat buka pintu karena kamu enggak salam."
Ardian memandang aneh. Dari kepala hingga ke bawah. Baru kusadari, lingeri pemberian Vini yang seksinya kebangetan kini melekat di tubuhku. Ditatap seperti itu membuatku b*******h. Aku meringis. Malam ini aku harus membuat Ardian benar-benar menerimaku sebagai istrinya. Lagi pula, hasratku butuh dituntaskan sekarang.
"Kenapa liatin aku kayak gitu?"
Ardian mengalihkan pandangan. Ia memandang sekiling ruangan yang telah berubah wujud.
"Berguna juga kau ada di sini," ujarnya sambil melangkah masuk ke kamar. Aku mengekor. Saat ia melepaskan kaosnya, aku memeluknya dari belakang.
"Makasih."
"Tidak usah sok manja. Kamu itu b***k, bukan istri. Aku akan menidurimu jika ingin. Sekarang aku capek. Minggir!"
Aku tak peduli. Pelukan semakin kueratkan dan mulai mencumbunya.
"Aku bilang minggir, Jalang!"
"Terserah kau menyebutku apa? b***k atau jalang, tugasnya hanya satu. Menyenangkan pemiliknya."
"Hentikan, Nina!" Ardian melepaskan pelukanku dan menatap nyalang. "Duduk sini!"
Aku terkejut. Kenapa tiba-tiba ia begitu lembut saat memberi perintah.
"Aku mau tahu dengan siapa kau berikan keperawananmu? Mantan? Sekarang dia ada di mana?"
Inilah saatnya. Ide sore tadi akan kujalankan. Aku merunduk sedih, meneteskan air mata untuk meyakinkannya. Rahasia kaum wanita untuk menaklukkan hati para pria adalah air mata. Biasanya laki-laki akan luluh.
"Aku diperkosa."
"Hah?"
Ardian terperangah. Aku masih merunduk diam sambil berharap respons positif darinya. Namun, keheningan masih menyelimuti ruangan ini. Ardian masih membisu. Entah ia akan berubah atau tidak. Semoga ini ide terbaik.