Bagian 5

1514 Kata
Jika bukan karena Ray yang mengirimi pesan unuk bertemu, Ara tentu tak akan mau keluar di malam hari seperti ini. Apalagi udaranya cukup dingin. Ditambah lagi sweater yang gadis ini gunakan nyatanya tak mampu membuat tubuhnya menjad hangat. Ara terus menggesek kedua tangannya, terasa dingin di sana. Gadis ini sedang duduk sendirian di depan minimarket yang ada di dekat pemukiman tempat ia tinggal. Dilihatnya beberapa bangku sudah terisi. Ia terus memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang. Sebuah gelas minuman yang mengeluarkan uap hadir di depannya diikuti oleh kehadiran seorang pemuda yang sejak tadi ia tunggu. Ray datang dengan pakaian casualnya selayaknya anak muda pada umumnya. "Udara terlalu dingin untuk kita keluar rumah," ungkap pemuda ini. Ara mengambil minuman hangat itu dan menenggaknya sedikit. Rasa hangat merasuki tenggorokannya. Ini cukup mengenakkan. "Kamu tau itu tapi kenapa mengajakku bertemu?" balasnya. "Bukankah kamu seharusnya pulang menyelesaikan pekerjaanmu?" imbuh gadis ini yang mengingat jika Ray memiliki pekerjaan. "Itu bisa nanti. Aku malas pergi terlalu dini," jelas Ray. "Lalu ... untuk apa kamu mengajakku bertemu?" tanya Ara. Ray terdiam dia berkedip beberapa saat. "Entahlah," jawabnya singkat dan membuat gadis ini bingung. Ara mengembuskan napas lelahnya. Ray benar-benar ajaib, bahkan untuk bertemu dengannya pemuda ini tidak memiliki alasan yang tepat. Jika begini lebih baik Ara diam di rumah. "Dasar aneh," cibir Ara. "Oh iya aku ingin bertanya sesuatu. Aku berada di dunia ini, lantas bagaimana dengan duniaku yang sebenarnya? Bagaimana dengan pekerjaanku di sana?" tanyanya yang baru ingat akan satu hal itu. "Di sana semuanya lancar. Semuanya akan kembali normal ketika tugasmu di sini sudah selesai. Dan kamu akan kembali seperti terakhir kamu pergi." "Itu artinya aku akan kembali dan berada tepat di depan Kedai Mie Ayam tempat kita bertemu pertama kali?" Ray mengangguk. "dan itu akan terjadi jika aku sudah selesai jujur tentang perasaanku kepada Gara?" Ray lagi dan lagi mengangguk membenarkan perkataan gadis ini. Ara terlihat tak bersemangat. Bicara jujur? Bahkan dia belum mengumpulkan keberanian untuk mengatakannya. Dia lebih kepada takut dengan respon yang akan pemuda itu berikan. "Apa yang kamu pikirkan?" tanya Ray. Ara menggeleng. Dia menatap beberapa pasangan yang ada dan duduk saling bercengkrama di depan minimarket itu. Bahkan di usianya yang sudah menginjak 30 tahun pun Ara masih sangat mencintai Gara. Kenapa juga Ara tidak mau membuka hatinya bagi pria lain? "Oh iya, apakah kamu tidak mau tau bagaimana pertemuan Gara dan Gladis tadi?" Ara menggeleng. Dia tak berminat sekarang untuk membicarakan Gara dan Gladis. "Bisakah kita tidak membicarakan mereka dulu? Aku lelah," kata Ara sembari menelungkupkan kepalanya. Ray terdiam di sana. Dengan lancang tangannya malah bergerak untuk mengusap rambut gadis itu dengan pelan. Menyadari apa yang ia lakukan, Ray langsung menarik tangannya cepat. Sedangkan Ara tampak tak menyadarinya. Ini baru beberapa hari Ara berada di masa lalu, namun rasanya dia sudah merindukan kehidupan masa depannya. Rasanya tak ada gunanya berada di masa ini. Lagi pula takdir Gara akan tetap sama. Dan takdir Ara juga pun sama selalu sendirian. Gadis ini menyusuri lorong sekolah sembari memperhatikan kedua sepatunya. Ini adalah sepatu hadiah ulang tahun dari sang ibu. Mengingat jika di masa ini ia masih bisa melihat sang ibu membuat Ara bersyukur sekali. Sebuah sepatu menghalangi jalannya. Gadis ini langsung mendongak. Seorang pemuda yang menjadi dalang dibalik dirinya kembali ke masa ini kembali muncul. Ara tak berkata apa-apa lagi, dia malah cuek dan melewati sosok Ray yang memandangnya bingung. Melihat keacuhan gadis itu, Ray pun lantas mengejarnya. "Ada apa denganmu?" tanya Ray. "Tidak ada apa-apa. Aku baik-baik saja," jawab Ara tanpa menoleh kepada pemuda ini. Tentu ada hal yang tak beres di sini. Seperti yang Ray ingat jika semalam Ara seperti banyak pikiran dan enggan sekali membicarakan Gara dan Gladis. "Tadi aku melihat Gara di--" "Ray," potong Ara yang langsung memberhentikan langkahnya diikuti oleh Ray juga. "Bisakah kamu tidak membahas mereka dulu?" pinta Ara menatap penuh pemuda ini. Ray pun mengangguk, keduanya kembali melanjutkan jalan. "Kenapa kamu tidak kembali ke kelasmu sendiri saja?" tanya Ara seperti sebuah pengusiran halus. "Kamu lupa? Kita satu kelas sekarang," ungkap Ray. Ara tak bereaksi apa-apa selain mengangguk paham. Ternyata Ray benar-benar mewujudkan perkataannya jika akan pindah ke kelas Ara dan Gara. Keduanya baru memasuki kelas. Ray terus mengikuti ke mana Ara pergi. "Kenapa kamu mengikutiku? Pilih kursimu sendiri," semburnya. Ara langsung meletakkan tasnya di kursi. Ray mengambil tempat duduk yang tak jauh dari tempat gadis itu duduk. Dia meletakkan tasnya di sana dan menuju ke tempat Ara. "Apa rencanamu hari ini?" tanyanya. Ara membuka tas dan mengeluarkan peralatan sekolahnya. "Tidak ada rencana apa pun. Aku akan belajar untuk sekolah. Mengingat dulu nilaiku cukup buruk," jawab gadis ini. Ray tampak tak begitu puas dengan jawaban yang gadis ini berikan. Padahal tujuannya mereka ke sini adalah untuk Gara. Sosok yang sedang Ray pikirkan tiba-tiba memasuki kelas. Ara belum menyadari itu, namun Ray yang tahu pertama kali. Gara tampak mengernyit melihat keberadaan Ray di sini. Dia meletakkan tasnya di tempat kursinya, kemudian menghampiri keduanya. Barulah Ara sadar jika Gara sudah datang. "Hai, Gara," sapa Ara mencoba terlihat biasa saja. "Hai, Ra. Hai Ray," sapa Gara kembali. Ray menjawab sapaan pemuda ini dengan anggukan kepala. "Ray sudah pindah ke kelas kita," ungkap Ara. Ia kira Gara perlu tau agar temannya itu tak terkejut di sini. "Tiba-tiba? Kenapa?" tanya pemuda itu kepada Ray. Ray terdiam, beberapa detik kemudian dia menampilkan senyum terbaiknya. "Hanya ingin menjaga seseorang saja," jawabnya yang mengundang pertanyaan di kepala Gara. Apalagi Ray melirik sosok Ara yang menatapnya bingung. Gara mengusap tengkuknya pelan. "Kalau begitu selamat datang di kelas. Oh iya, Ra. Nanti saat istirahat bisa ikut aku sebentar? Ada yang ingin aku katakan padamu," pinta Gara kepada Ara. Ara pun mengangguk saja. Kemudian pemuda itu pamit pergi keluar kelas. "Ada apa dia mengajakmu nanti?" tanya Ray. Ara mengedikkan bahunya, dia pun tak tahu. "Apa mungkin dia akan mengungkapkan perasaannya padamu?" cetus pemuda ini yang langung mendapat pukulan buku dari Ara. "Jangan ngaco. Tidak mungkin dia akan mengatakan itu. Lagi pula rasanya aneh ketika itu dilakukan tiba-tiba," sahut Ara. "Aku hanya menebak, Ra," jawab Ray. Sebenarnya dia tahu apa yang akan pemuda itu katakan kepada gadis ini, namun Ray nampaknya tak sanggup jika mengatakan sejujurnya pada Ara. "Apakah kamu perlu aku temani?" tawar Ray. "Jangan. Sepertinya Gara ingin kita bicara berdua saja," jawab Ara. Ray mengangguk dan tak lagi memaksa di sini. *** Seperti kata Gara, dia dan Ara sudah berada di taman sekolah. Ara tak mengerti kenapa Gara membawa dirinya ke sini. Apa mungkin yang dikatakan Ray tadi pagi adalah benar jika Gara mencoba mengungkapkan perasaannya pada Ara? Bukannya senang, Ara malah lebih kepada khawatir. "Ada apa?" tanya Ara mencoba memecah keheningan yang timbul sejak setengah jam lalu pada keduanya. Gara yang awalnya memandang kosong ke depan, kepalanya menoleh pada Ara secara penuh. Baiklah, ditatap seperti ini membuat jantung Ara menjadi berdetak tak karuan. Padahal dia sudah mencoba mengendalikannya. "Ra, menurutmu apakah aku tidak terlihat baik?" Gadis ini mengernyit mendapat pertanyaan aneh seperti itu. "Maksudmu?" tanya Ara lebih lanjut. Pemuda itu mengembuskan napas beratnya, sepertinya apa yang akan dikatakan adalah hal yang tak menyenangkan bagi Gara sendiri. "Kemarin aku bertemu dengan Gladis lagi di taman," ungkapnya. Ara mengangguk, dia sudah tahu karena Gara kemarin memberitahunya. "Apa hasilnya? Apa kalian sudah resmi sekarang?" tanya Ara penuh semangat. Dia ingin terlihat bahagia ketika teman masa kecilnya ini merasa bahagia. Gara tersenyum kecut mendapati pertanyaan seperti ini. "Dia menolakku," jawab Gara yang mampu melunturkan senyum di wajah Ara. "Secara tidak langsung sepertinya," sambungnya. Ara tampak bingung. Apa mungkin Gladis menolak Gara? Dia tahu jika keduanya dekat dan berkali-kali pula Gara menunjukkan perhatiannya pada gadis itu. "Kenapa bisa? Kalian tampak dekat dan Gladis tidak mungkin menolakmu," ucap Ara. "Dia menjawab jika dia tak memiliki jawaban untuk sekarang," jelas Gara. "Aku menyimpulkan jika dia pasti tak menyukaiku," lanjutnya. "Gara ... apakah kamu tak paham maksud dari Gladis? Dia ingin kamu lebih berjuang membuktikan jika kamu benar-benar menyukainya. Inilah salah satu alasan perempuan mengulur tentang jawaban." Ara tak tahu apa keputusannya ini tepat atau tidak dengan mendukung hubungan Gara dan Gladis. Jika ada Ray pasti pemuda itu akan memarahi Ara saat ini. "Benarkah?" Ara mengangguk. "Kemarin bukankah aku katakan kepadamu jika kamu bicara tentang perasaanmu pada Gladis sekarang itu terlihat terlalu cepat. Apalagi kedekatan kalian baru terjalin sebulan belakangan. Itu akan membuat Gladis mempertimbangkan jawabannya. Tapi, ini menjadi kesempatan untuk kamu membuktikan bahwa kamu benar-benar menyukainya," jelas Ara. Ara sendiri tak tahu kenapa dirinya bisa berkata seperti pakar cinta di sini. Padahal seumur hidupnya dia belum pernah berdekatan dengan pria kecuali Gara sebagai teman sekaligus sahabat. Mendengar penjelasan Ara membuat Gara seperti memiliki semangat lagi untuk memperjuangkan cintanya. Gara pun tersenyum, begitu juga dengan Ara di sini. "Terima kasih, Ra. Kamu memang teman terbaikku." "Sama-sama. Inilah gunanya teman. Aku akan mendukung segala keputusan yang kamu buat," ucap Ara sungguh-sungguh. Bahkan di masa depan ketika Gara bercerita akan melamar Gladis, Ara pun sangat mendukungnya. Kembali lagi, apa yang menjadi kebahagiaan Gara adalah kebahagiaan Ara juga. Gara dan Ara. Sebenarnya keduanya memiliki nama yang hampir mirip. Tetapi sangat disayangkan keduanya tidak berjodoh di masa depan nanti. ___ Avvv. Gara-Ara. Dua-duanya memiliki panggilan yang sama ternyata. Btw, jangan lupa komen ya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN