bc

Mendadak Jadi Mommy 2

book_age16+
323
IKUTI
1.1K
BACA
HE
age gap
submissive
heir/heiress
bxg
kicking
mystery
loser
enimies to lovers
like
intro-logo
Uraian

Eleana mendadak jadi mommy dari kelima anak yang sangat membutuhkan sesosok ibu. Ia tidak tega menolak permintaan mereka, hingga akhirnya menikah dengan pria duda bernama Erland. Pria yang sangat mencintai mendiang istrinya, membuat Eleana merasa dijadikan sebagai pengasuh kelima anak tersebut.

"Berhentilah bekerja, aku pasti akan memberimu banyak uang. Asalkan kau menjadi ibu yang baik untuk anak-anakku." Ucapan Erland tepat di malam pertama mereka. Malam yang membuat harapan Eleana pupus. Ia kira dengan menikah dapat menambah kebahagiannya, apalagi ia telah menjadi penyelamat bagi lima anak Erland. Terutama pada putra bungsunya yang kelahirannya tidak diterima oleh keempat kakaknya dan sang daddy. Mereka semua menyalahkannya atas kematian Eira—istri Erland.

chap-preview
Pratinjau gratis
01. Mommy
Seorang gadis merasakan mimpi panjang yang terasa sangat begitu nyata. Di mana ia menjadi seorang ibu dari lima anak laki-laki dan seorang putri. Setelah melalui segala hal yang ternyata hanyalah mimpi semata, ia kembali ke alam sadarnya. Eleana Ellery Elenora. Gadis yang sampai kini masih terhanyut dalam pikirannya, hingga mengabaikan keberadaan seorang sahabat yang bernama Ellen. Keduanya sudah bersahabat sejak masa sekolah dasar. Membuat mereka selalu bersama dalam hal apapun, termasuk dalam hal pekerjaan. Eleana bekerja di perusahaan milik keluarga sahabatnya. Gadis itu sama sekali tak berkeinginan mengurusi perusahaan keluarganya yang sekarang diambil oleh kakak iparnya. "Lo kenapa sih, El? Dari tadi diem mulu!" ucap Ellen melirik ke arah Eleana yang menghela napas panjang. "Gue mimpi panjang, Len. Dan di mimpi itu gue masuk ke dunia novel..." Kemudian, Eleana menceritakan semua yang terjadi padanya. Ia tak masalah, jika Ellen menganggapnya gila. Karena sejak awal, mereka sering gila-gilaan bersama. Ellen termenung. Satu tangannya merogoh saku celana. Gadis itu membuka aplikasi novel online yang sering dibacanya. Lalu, menunjukkan salah satu novel yang berjudul 'Mendadak Jadi Mommy' pada sahabatnya. "El, yang lo rasain itu adalah isi novel yang kakak lo buat! Gue juga baru tau, kalo Kak Elina yang buat novel Erland dan Eira, juga lo!" ucap Ellen yang akhirnya memberitahukan hal yang sangat mengejutkan ini. "Sialan! Bisa-bisanya, gue dijadiin korban!!" Eleana beranjak meninggalkan kamarnya. Ia menghampiri kakak perempuannya yang tengah menyiapkan makanan untuk keponakannya. Elina berdeham melihat kedatangan adiknya dengan wajah merah padam. "Sialan lo, Kak!! Bisa-bisanya, jadiin gue tokoh sengsara di novel nggak bermutu lo!!" "Oh, lo udah tau. Bagus deh, kalo gitu. Seenggaknya, sekarang lo bisa tau alesan gue buat novel itu. Lo mau tau nggak El?" Elina mengangkat dagu ke arahnya. "Apa?" tanyanya sedikit penasaran. "Karena gue kesel sama lo yang nggak pernah mau ajak anak gue main." Elina menarik sudut bibir. Ia melenggang pergi, meninggalkan Eleana yang termangu. Hanya karena masalah sepele, ia dijadikan tokoh yang mengenaskan? Eleana tidak terima. Ia melangkah, menyusul Elina yang mengambil alih putrinya dari sang suami. "Maksud lo apa, Kak? Lo kalo punya dendam sama gue, nggak harus jadiin gue tokoh di cerita lo 'kan?!" amuk Eleana merasa tak habis pikir. Elina tak meladeni adiknya yang terus mengomel. Wanita itu fokus menyuapi putrinya. Eleana yang kelewat kesal pun langsung melempar gelas yang berada di atas meja. Semua anggota keluarganya menatap bingung ke arah gadis yang tampak tersulut emosi itu. "Ada apa, El?" tanya Ellie —Mama Eleana. "Kak Elina tuh, Ma! Bisa-bisanya, jadiin Elea sebagai tokoh sengsara di cerita nggak jelasnya!!" pekik Eleana dengan napas memburu. Ellie memijit pelipisnya. Sudah lama sekali, kedua putrinya tidak bertengkar seperti ini. Ellie yang tidak ingin memihak pada siapa pun, memilih membersihkan pecahan gelas yang berserakan dimana-mana. "Awas lo, Kak! Gue beneran nggak akan ajak main anak lo!! Sampai kapan pun!!" ancam Eleana yang tak sudi mengajak bermain keponakannya karena kesalahannya. Seolah mengerti dengan perkataan sang Tante, Elia menangis. Batita itu menepis sendok yang mengarah ke mulutnya, hingga terlempar ke lantai. Eleana yang melihatnya langsung tersenyum puas. Ia menjulurkan lidah ke arah keponakannya. "Rasain tuh, si Elia ngamuk!! Makanya, jangan macem-macem lo sama gue, Kak!!" teriak Eleana yang merasa menang. Keponakannya itu akan berhenti menangis jika digendong olehnya, tetapi untuk kali ini ia tak mau menolong Elina. Rasa ketidakterimaannya begitu memenuhi hatinya. Setibanya di kamar, Eleana mengunci pintu. Ia merebahkan tubuhnya di kasur, melirik ke arah Ellen yang diduganya tengah membaca novel online. Eleana memutar bola matanya jengah saat melihat Ellen tersenyum-senyum sendiri. "Len, stop baca novel! Gue mau tau tentang cerita yang kakak gue buat!" pinta Eleana menunjukkan puppy eyes-nya. "Oke." Ellen mengalah. Gadis itu meletakkan ponsel di meja, lalu naik ke atas ranjang. "Ternyata, Kak Elina itu banyak buat novel, El. Salah satunya, novel yang berjudul 'Jangan Hamili Aku Lagi!'. Novel itu bercerita tentang Eira dan Erland." "Karena ending yang ngegantung, akhirnya Kakak lo buat novel sejenis fantasi-transmigrasi jiwa gitu. Dia jadiin lo sebagai jiwa yang menempati tubuh Eira. Dan novel itu berakhir ngegantung juga. Gue kira, nama lo sama tokoh di cerita itu cuma kebetulan sama. Eh taunya, pas gue cari-cari tau, ternyata penulis yang gue sukai itu kakak lo, Kak Elina." Raut wajah Ellen berubah muram. Gadis itu merasa sedikit kecewa mendapatkan kenyataan tentang penulis yang dikaguminya. "Terus, tentang gue yang pingsan di kamar mandi, itu gimana ceritanya?" tanya Eleana sedikit penasaran. Sudah hampir setengah jam sahabatnya pergi, tetapi tak ada tanda-tanda kemunculannya. Ponsel sahabatnya tertinggal di atas meja, membuat Ellen mau tak mau harus beranjak menuju toilet restoran ini. Dengan pelan, Ellen mengetuk pintu. Namun tak kunjung mendapat sahutan. Ia pun mulai memanggil nama sahabatnya. "El! Elea, lo di dalem, 'kan?" teriak Ellen berusaha membuka pintu yang dikunci dari dalam. Ellen menggigit jarinya. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar, berusaha mencari bantuan untuk mengeluarkan Eleana dari dalam sana. "Gimana ini? Manalagi kondisi restoran rame." Dengan rasa cemas yang menyelimuti, Ellen melangkah menuju salah satu pelayan restoran ini. Tetapi, ia diabaikan. Ellen tidak menyerah. Ia berusaha untuk berbicara dan meminta tolong pada pelayan yang lain. Dikarenakan suasana restoran yang ramai, membuat para pelayan restoran tak menyadari keberadaan Ellen yang sudah berteriak meminta tolong pada mereka. "Semoga lo nggak papa, El." Ellen kembali ke toilet. Ia menggedor pintu sambil berteriak memanggil namanya. Tanpa menyadari jika di belakangnya ada seorang pria bersama seorang anak laki-laki. Pria itu menyuruh putranya untuk masuk ke dalam toilet, kemudian dirinya menghampiri gadis yang tengah terisak. "Ada apa?" tanyanya mengamati pintu toilet yang tertutup rapat. "Itu Mas, temen saya ada di dalem." Ellen menyeka jejak air matanya. "Kayaknya temen saya pingsan." Ellen membulat saat pria itu mendobrak pintu dengan mudahnya. Ia berhambur memeluk gadis yang terduduk di atas kloset. Wajah Eleana sudah memucat, membuat Ellen menjadi kalang kabut sendiri. "Mas bantuin temen saya!" pekiknya pada pria yang memutar bola matanya jengah. "Daddy!" panggil seorang anak laki-laki yang menatap heran ke arah sang daddy. "Apa yang Daddy lakukan pada dia? Apa dia itu calon Mommy kami?" "Diamlah! Cepat kembali ke dalam, katakan pada Abang untuk menunggu. Daddy akan membantu gadis ini lebih dulu." Pria bernama Erland itu menggendong tubuh Eleana ala bridal style. Ellen dibuat tercengo atas kesigapannya. Ia tergopoh-gopoh menyusul pria tersebut. Ia dan Eleana menempati kursi mobil barisan kedua ini, lalu Erland kembali ke dalam restoran. Tak lama, Erland pun kembali dan langsung melajukan mobil. "Di mana rumahnya?" tanyanya membuat Ellen sedikit terkejut. Ia menghentikan kegiatannya yang tengah menggosok-gosok telapak tangan Eleana. Dengan gugup, Ellen menjawab pertanyaannya. Setibanya di rumah, mereka disambut oleh keluarga kecil Elina. Wanita itu tampak terkejut melihat sesosok pria yang sudah lama tidak berjumpa dengan mereka. "Cepet bantu mereka, Mas," ucap Elina pada suaminya. Seusai membopong tubuh Eleana ke dalam kamar, Erland diajak mampir di rumah ini. Tetapi, ia menolak. Masih ada kelima anaknya yang menunggu di restoran. Tanpa ada yang menyadari, Elina menyembunyikan senyumnya di wajahnya yang tertunduk. Wanita itu yakin, jika sahabat suaminya merasakan getaran aneh pada adik perempuannya. **** "Ada apa dengan kalian? Kenapa masih belum makan juga?" tanya seorang pria pada anak-anaknya yang hanya memandangi makanan yang tertata rapi di atas meja makan. Edzard, putra Erland dan istrinya yang terbesar menegakkan tubuh seraya menatap lekat manik mata sang daddy. "Ayolah, Dad, katakan pada kami, di mana rumah perempuan yang Daddy gendong itu!" "Iya, Dad! Kami ingin melamarnya untuk jadi Mommy kami!" celetuk Elan membuat daddy mereka tersedak air liurnya sendiri. Erland menerima tisu yang disodorkan oleh putra keduanya, Ezra. "Apa maksud kalian?" "Kami membutuhkan Mommy baru!!!" teriak keempat anak itu bersamaan. Sebuah keinginan yang sudah lama tak didengarnya, kini kembali diutarakan oleh mereka. Erland memang tidak boleh egois. Anak-anaknya masih membutuhkan sesosok ibu. Namun, ia tak yakin jika gadis itu bisa menjadi ibu yang baik untuk mereka semua. "Apa kalian yakin, dia bisa menjadi sosok ibu untuk kalian?" Erland menatap empat putranya satu per satu. Hanya dalam hitungan detik, anak-anaknya mengangguk bersamaan. Tak ada pilihan lain selain mengabulkan keinginan mereka. Meski tak yakin, keluarga gadis itu dapat menerimanya. Mengingat, ia adalah seorang duda beranak lima. "Cepat makan makanan kalian, setelah itu kita akan ke rumahnya!" tandas Erland membuat mereka bersorak gembira. Kecuali seorang anak yang menyaksikan kebersamaan keluarganya dari ruang keluarga. Seorang wanita paruh baya datang menghampiri, lalu mengulurkan tangan kepadanya. "Den Nuel, ayo ganti baju. Tuan besar akan menjemput Nyonya pulang." Senyum di wajahnya terukir. Senyum yang sebelumnya tak pernah dilihat oleh Bi Ela, kecuali saat menceritakan tentang wanita yang telah melahirkannya. Emmanuel Adebayor Evander. Putra bungsu dari Erland dan Eira yang tidak dianggap keberadaannya oleh sang Daddy dan keempat kakaknya. Ia disalahkan atas kepergian sang Mommy seusai melahirkannya. Emmanuel berbeda dengan kakak-kakaknya yang telah merasakan kasih sayang sebuah keluarga. Malaikat kecil itu selalu diasingkan hingga setiap harinya hanya dihabiskan bersama sang asisten rumah tangga. "Benelan Bi? Bibi tidak membohongi Nuel kan?" tanyanya pelan. "Tidak Den, ayo kita ke kamar." Bi Ela menggandeng tangan mungil itu, lalu menuntunnya menuju kamar. Erland menatap tajam bocah laki-laki yang selama lima tahun ini diabaikannya. Bola mata berwarna biru itu selalu mengingatkannya pada mendiang istrinya. Rasa sesak kembali dirasakannya. Ia yang tidak mau terlihat menitikkan air mata langsung mendongakkan kepala ke arah langit. "Untuk apa kau berada di sini?" tanya Eidlan bersedekap d**a. Edzard menepuk pundak sang adik, lalu menggelengkan kepala. "Elan ajak kembaranmu masuk ke dalam mobil." Emmanuel memandang satu per satu kakak laki-lakinya masuk ke dalam mobil. Ia langsung berlari saat kakak keduanya memberi jeda waktu untuk menutup pintu mobil. Kemudian, ia duduk di kursi yang masih kosong. Tak ada kata sapaan. Mereka semua terdiam dengan wajah terpaling, tak sudi menatap bocah yang sangat menggemaskan itu. "Daddy, apa kau akan langsung mengajaknya menikah?" tanya Elan penasaran. "Tidak secepat itu. Dia belum tentu mau menerima kita semua." Ezra melirik sekilas ke arah Elan yang memanyunkan bibir. "Jangan berkata seperti itu, Kak Ez! Tidak ada yang bisa menolak anak-anak tampan seperti kita. Kecuali, dia menolak Daddy karena Daddy sudah tidak muda lagi!" cetus Eidlan tertawa keras. Emmanuel ikut tertawa, membuat semua tatapan mengarah pada dirinya. Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam. Seharusnya, ia mengingat setiap perkataan Bi Ela yang menyuruhnya untuk tetap menutup mulut rapat-rapat. Keluarga sahabatnya, menyambut hangat mereka semua. Erland dan anaknya duduk di sofa ruang tamu yang sepertinya kurang untuk menampung tuan rumah ini juga. Membuat Elman harus mengambil kursi meja makan sebagai tambahan tempat duduk. "Ma, Elin panggil Elea dulu ya!" pamitnya terbirit-b***t menuju kamar sang adik, lalu menyeretnya keluar kamar. Eleana belum menyadari keberadaan tamu yang memenuhi ruang tamunya. Sampai sebuah teriakan anak laki-laki membuatnya mengalihkan pandangan. Elina yang berada di samping langsung menyunggingkan sudut bibir. "Mommy!!" Emmanuel mendongak, lalu menuntunnya ke sofa yang tadi menjadi tempatnya duduk. Setelah Eleana mendudukkan diri, ia langsung duduk di atas pangkuannya. Wajah Emmanuel tampak sangat berseri. Membuat mereka merasa sedikit tersentil, mengingat tak ada kebahagiaan apa pun yang dirasakannya selama ini. "Mommy, kata Bibi, Mommy akan ikut pulang bersama kami." Emmanuel menatap lekat manik mata wanita yang diduganya adalah sang mommy. Eleana masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ia menatap mereka semua bergantian, dan berakhir pada pria yang memalingkan wajahnya. Semua kejadian di alam bawah sadarnya kembali terngiang. Edzard beranjak mendekatinya saat buliran bening mengalir di pipinya. Ia mengusap jejak air mata calon Mommy baru mereka semua. Eleana mendongakkan kepala. Ia tertegun melihat senyum Edzard yang terlihat begitu tulus. "Kau, Mommy kami," bisik Edzard. Ia hampir terhuyung akibat dorongan adik kembarnya, Elan dan Eidlan. Ezra menghela napas melihat kelakuan buruk mereka yang sulit dihilangkan. "Halo Mommy, kita bertemu lagi!" sapa Elan tersenyum ceria. "Setelah mimpi panjang itu. Apa kau memimpikan hal yang sama seperti kami?" Dengan ragu Eleana mengangguk. Ia terbelalak saat Elan mendaratkan satu kecupan di pipi kanannya, dan diikuti oleh Eidlan yang ikut mengecup pipi kirinya. "Daddy, mengapa kau tidak berkedip? Apa kau ingin mencium Mommy juga?" goda Eidlan menahan tawa.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Pembalasan Istri Tersakiti

read
8.5K
bc

Istri Tuan Mafia

read
17.5K
bc

Tergoda Rayuan Mantan

read
24.7K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
4.7K
bc

CINTA ARJUNA

read
13.9K
bc

Ayah Sahabatku

read
26.0K
bc

Dipaksa Menikahi Gadis Kecil

read
22.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook