Part 3

698 Kata
“Sudah mau tutup ya?” Elnara tidak menjawab karena itu hanyalah pertanyaan basa-basi menurutnya. Percaya atau tidak, Albian duduk di restorannya dari pagi, pergi saat sore hari, lalu kembali lagi setelah setengah jam dengan pakaian yang sudah berganti dengan kaos yang dilapisi sweater, dan dengan seenak jidatnya dia mengusir seseorang yang menduduki kursi favoritnya. Begitulah Albian, selalu bertingkah sesukanya. Kini ia berada di depan restoran Elnara sambil menyandarkan tubuhnya pada body mobil mewah yang dia bawa sambil memperhatikan Elnara yang baru selesai mengunci pintu restorannya. Setelah Elnara berjalan menjauh dari restorannya dan menuju jalan pulang, barulah Albian menyusulnya dari belakang. Saat awal-awal Elnara baru mengenal Albian, ia merasa risih karena selalu diikuti ketika hendak pulang. Bahkan setiap hari Albian tidak pernah absen untuk menawarkan agar bisa mengantar El pulang dengan mobilnya, tapi tentu saja ditolak. Dan seperti kebiasaan sejak empat bulan lalu, Elnara pun sekarang berjalan pulang dengan Albian yang berjalan mengikutinya dari belakang. Elnara sudah tidak merasa risih lagi saat Albian mengikutinya karena Al tidak pernah macam-macam padanya. Bahkan setelah diperingati Albian tidak pernah lagi menyentuhnya baik disengaja maupun tidak. Sudah berkali-kali meminta pengertian Albian agar tidak lagi mengikutinya. Namun Albian tak pernah benar-benar mendengarkan. Sampai akhirnya Elnara lelah untuk memperingatinya. “Kamu kenapa sih gak mau dianter pulang pake mobil saya? Padahal niat saya baik, biar kamu lebih aman dan cepat sampainya.” "Mobil Mas Al gak muat masuk g**g rumah saya.” “Oh jadi kalau muat, kamu mau saya anter?” “Gak bakalan muat.” “Kan ada jalan lain.” “Kejauhan mas.” Albian yang memang dasarnya punya otak encer tak kehabisan akal untuk membujuk. “Kalo memang mobil gak muat masuk g**g, terus kalo motor muat dong!” “Terus?” “Motor saya banyak. Besok biar saya pake motor.” El mendengus sebal. “Saya kan udah bilang, kita gak boleh deket-deket!” “Ya terus kamu mau jalan setiap hari begini?” “Memangnya kenapa? Rumah saya deket kok, gak sampe’ 10 kilo meter jauhnya dari resto.” “Kamu nggak ngerti kata bahaya ya? Perempuan jalan malam-malam itu banyak risikonya. Kamu nggak takut, Hem?” “Enggak. Saya bisa bela diri.” “Tetep aja! Kekuatan laki-laki sama perempuan itu beda jauh! Kalau penjahatnya lebih dari satu, gimana?" “Mas Al kebanyakan nonton sinetron sih. Di sini mana ada orang jahat?!” “Kamu mungkin yang kebanyakan nonton drama Korea. Jadi kamu pikir semua laki-laki itu manis.” Elnara membantah. “Enggak!” “Enggak apa? Gak nonton drama Korea atau gak manis? “Gak semuanya manis.” “Jadi kamu nonton drama Korea?” “Dulu iya, sekarang udah enggak.” Albian manggut-manggut. “Intinya saya gak suka kamu pulang sendirian malem-malem.” “Memang urusannya sama Mas Al apa?" El bertanya karena seakan-akan Albian selalu mengaturnya “Ya kamu kan masa depan saya. Kalau kamu kenapa-napa, nanti di masa depan, saya sama siapa?” “Mulai ngelantur deh. Jangan terlalu yakin kalau saya jodoh Mas Al!” “Maunya saya, jodoh saya itu kamu, gimana dong?” “Kalau ternyata ada laki-laki lain, gimana?” “Wah cari mati tuh si laki-laki lain.” “Astagfirullah, ih gak boleh gitu!” “Saya serius.” Elnara mendelik garang. Albian berjalan cukup jauh darinya. Dia nampak memasukkan kedua tangannya dalam saku celana diiringi raut wajah yang memang nampak serius. “Alesan Mas Al deketin saya itu apa sih?” Elnara sungguh penasaran. Dengan penampilan yang bisa dibilang hampir mendekati sempurna dan kondisi dompet yang tebal serta dengan saldo rekening yang tidak bisa dihitung berapa nol-nya, sudah pasti ia bisa dengan mudah menggaet wanita jenis apapun dan dari manapun. Tapi kenapa malah Elnara yang diuber-uber? “Kan saya sudah pernah bilang, karena saya mau kamu.” Elnara tidak puas dengan jawaban yang diberikan Albian. “Itu bukan Alesan!” “Memang.” El berdecak. Apakah Albian tidak bisa serius untuk kali ini saja? “Jadi alesan Mas Al apa?” “Kalau kamu mau saya halalin, nanti saya kasih tau alesannya.” “Mimpi aja sana!” “Nanti aja kalo udah tidur.” Astagfirullah. Beruntungnya stok kesabaran Elnara masih banyak untuk menghadapi pria macam Albian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN