Akira meniup pelan pasta yang melilit garpunya seraya menatap Liam yang menatapnya tajam dengan tangan yang bersidekap.
"Apa?"
"Ada apa?"
"Apa?"
Tanya Akira mengunyah pelan pastanya, ia adalah penggila pasta jadi jangan salahkan Liam yang menyiapkan berlusin lusin Pasta buatan tangan dari salah satu chef temannya.
"Kau dan Nathan."
Akira nyaris tersedak, melotot kearah Liam sebelum meletakkan piringnya dan meraih segelas air.
"Bukan urusanmu, Liam."
Gumam Akira kembali meraih piringnya, Liam membuat sepiring pasta menggiurkan beberapa saat yang lalu sebelum mereka berakhir diruang tengah apertemen pria itu.
"Itu jelas urusanku, Akira."
Ucap Liam dengan menatap Akira yang duduk bersila diatas sofa.
"Aku tidak punya hubungan apa apa jika itu yang kau maksud."
Sahut Akira, Liam memang luar biasa menyebalkan tapi akan sangat sangat sangat menyebalkan jika pria itu berbicara serius karna Akira akan sangat kesulitan untuk membalas kata katanya.
"Tapi, bukan berarti sesuatu tidak pernah terjadi bukan?"
Akira mendesah gusar, jika seperti ini ia tidak akan menghabiskan pastanya.
"Fine! Aku pernah tidur dengannya! Kau puas?"
Liam tersentak menatap Akira tidak percaya.
"Kau pernah tidur dengan Nathan?"
Akira hanya menggumamkan sumpah serapah tanpa menatap Liam yang kini duduk tidak nyaman ditempatnya.
"Yampun, Akira. Sudah kukatakan berhati hati!"
"Aku mabuk."
Tapi yang kedua mereka jelas melakukannya dalam keadaan sangat sadar, Akira bahkan mengerang sangat keras tanpa tahu malu.
Brengsek!
Karna Liam Akira kembali mengingat malam panasnya bersama Nathan di kantor.
"Bagus jika Nathan itu tampan, kalau tidak? Ck! Awas saja kalau kau tidur dengan pria acak tanpa sepengetahuanku lagi!"
Akira mendelik, meletakkan pastanya yang bahkan masih tersisa separuhnya.
"Aku akan tidur."
"Hei! Aku belum selesai bicara! Kau juga harus lebih berhati hati, Nathan itu pengawal Tuan Nicholas!"
Akira menghentikan langkahnya, tubuhnya membeku saat mendengar ucapan Liam.
Tidak mungkin.
Mereka bahkan tanpa sengaja bertemu di Club malam waktu itu.
Semua jelas hanya kebetulan.
"Jangan berlebihan."
"Baiklah, kalau begitu berhati hatilah untuk tidak jatuh cinta pada Nathan. Aku sebenarnya tidak masalah tapi ingat ucapanmu sendiri, kau harus mencari pria kaya."
Akira mengeraskan rahangnya, tanpa Liam mengingatkannya pun ia tidak akan pernah lupa.
"f**k you, Liam!"
Akira melangkah menutup pintu ruang kerja Liam dengan suara bedebuman keras.
"Akira, aku memintamu pulang untuk istirahat bukan kembali bekerja!"
"Shut up!"
Liam menggeleng, menyentuh pangkal hidungnya yang terasa berdenyut menyakitkan.
Ia benar benar sudah tua rupanya.
Sampai kapan Liam akan menahan Akira?
Kalau saja masalah itu tidak pernah ada mungkin Liam dan Akira bisa sedikit tenang dan mencarikan gadis itu pria kaya yang mencintainya untuk dijadikan suami.
"AKIRA!"
Liam bangkit melangkah lebar kearah ruang kerjanya dan mengetuknya dengan keras.
"APA?"
"Berhenti dan Istirahat atau aku akan menyeretmu keluar!"
"Jangan menggangguku! Dasar tua bangka!"
Liam menghela nafasnya, berdecak pelan lalu memelankan ketukannya.
Ini artinya ia harus mengalah, bagaimaapun Akira sangat berperan penting dalam hidupnya.
"Akira sayang, istirahatlah. Aku tidak mau kau sakit, kalau kau sayang padaku keluarlah."
"Aku tidak mau! Aku tidak peduli!"
"Sayang, kalau kau tidak keluar kau tidak akan dapat uang bulanan dariku."
"b******k!"
**
Nathan kembali menurunkan ponselnya setelah mendapat panggilan dari Nicholas untuk segera menyelesaikan beberapa hal penting.
"Nathan."
Ia menoleh dan mendapati Roy dan Firgo yang melangkah kearahnya.
"Ada apa?"
"Ayo, ke Loby bersama."
Nathan hanya mengangguk dan melangkah beriringan menuju Loby, disana ada banyak petugas keamanan digedung ini bahkan disetiap lantai terdapat seorang petugas keamanan yang berjaga.
"Benarkah? Kau tidak salah lihat, bukan?"
Nathan mengerutkan keningnya saat melewati beberapa orang gadis yang sepertinya baru tiba sedang berbincang didekat lift.
"Aku tidak salah lihat! Kebetulan Apartement temanku satu lantai dengan Tuan Liam. Aku melihat Akira tadi hanya memakai Bathrobe keluar dari sana, mengambil sesuatu dimobil Tuan Liam dan kembali ke atas."
"Oh tuhan, dia benar benar menjijikkan. Tuan Liam memang tampan, tapi menjadi simpanan itu benar benar jalang."
"Jadi menurutmu apa yang membuat hubungan Akira dan Manager Mike berakhir?"
"Ayolah, itu karna Tuan Liam memiliki lebih banyak uang. Jalang sepertinya tentu saja hanya memikirkan uang!"
"Aku tebak, lihat saja beberapa hari lagi Akira akan berkencan dengan Tuan Nicholas."
"Tentu saja, kau lihat senyuman menjijikkannya waktu itu? Rion bahkan sampai tak berkedip."
"Dasar Jalang b******k!"
"Aku benar benar muak."
Nathan mengeraskan rahangnya, mendengar nama gadis itu kembali disebut membuatnya nyaris hilang kendali.
Apa yang terjadi semalam membuatnya benar benar ingin menarik gadis itu agar menjauh dari rengkuhan Liam.
Mike?
Nathan akan mengingat nama itu.
Nicholas?
Oh, ia tidak akan memberi celah Akira untuk mendapatkan Nicholas.
Tidak akan.
Oh, Bengsek!
Akira sudah terlalu jauh melibatkan diri dalam hidupnya sementara Nathan harus menyelesaikan sesuatu, sesuatu yang membuatnya menekan egonya hingga kedasar.
Ketempat terendah yang berusaha Nathan kendalikan sebaik mungkin, sialnya semuanya nyaris tak terkendali saat bertemu Akira.
"Nathan?"
Nathan tersentak menyadari mobil hitam mengkilap Liam sudah terparkir dipelataran gedung perusahaan.
Baru saja ia akan bergerak, pintu mobil sudah terbuka. Tampak gadis yang beberapa hari ini menghantuinya sedang berjalan dengan cepat, bahkan menutup pintu mobil dengan sagat keras.
"Selamat pagi, Nona."
Akira tak menoleh bahkan meliriknya, berlalu begitu saja melewati Nathan seolah pria itu tidak ada disana.
Gadis itu sepertinya sangat terlihat kesal saat meninggalkan Liam yang menatap punggungnya dengan tatapan penuh kemenangan.
"Selamat pagi, Tuan Liam."
Liam tersenyum namun tatapannya pada Nathan terlihat begitu mengintimidasi.
"Ya, Selamat pagi."
Liam kembali kemobil mengambil sesuatu sebelum berbalik kearah Nathan.
"Akira meninggalkan ini dan aku harus kesuatu tempat, bisa kau berikan padanya?"
"Tentu saja, Tuan."
Sahut Nathan menerima ponsel yang ia yakini milik Akira, baru saja Nathan akan berbalik suara Liam kembali menahannya.
"Nathan."
"Ya, Tuan?"
Nathan kebali menoleh, pria itu tersenyum. Senyum yang entah mengapa terlihat begitu penuh arti dimatanya, Liam meminta Nathan agar lebih mendekat.
"Aku tahu jika Akira sangat menggoda ditiduri, tapi aku tidak ingin kau bermain main dengannya."
Liam berbisik pelan dengan sseringaian kecil sebelum menarik dirinya, melangka meninggalkan Nathan yang mengeraskan rahangnya.
Brengsek!
Apa Liam sedang memperingatinya?
"Nathan?"
Nathan tak menyahut, melangkah lebar dengan tangan terkepal dengan kuat.
Liam mengibarkan bendera perang padanya, Nathan tidak akan mengabaikannya begitu saja.
Brengsek!
Kenapa Nathan merasa Liam sangat tahu apa kelemahannya?
Nathan tidak suka ini.
Demi apapun.
Nathan bersumpah!
Tidak peduli apapun yang terjadi setelah Nathan menyelesaikan urusannya.
Sakira Cleonardo, akan menjadi miliknya.
**