Part 2

1242 Kata
          Gedung pencakar langit itu tampak kokoh dan angkuh diantara gedung gedung tinggi menjulang disekitarnya. Gedung yang mampu menampung ribuan manusia berbalut kain dengan mode yang membuat siapapun hanya bisa menatap iri pada mereka. Melangkah berlenggak lenggok bagaikan model yang sedang memperagakan busana yang berkelas.     Gedung dengan lambang mahkota megah berwarna emas itu tampak sibuk seperti biasanya, namun kehadiran sosok menawan didepan pintu kaca raksasa itu membuat nyaris semua orang yang melihatnya sulit berpaling. Sosok yang hanya mampu menunjukkan senyum tipisnya dengan penuh hormat, tidak peduli tatapan memuja dan penuh minat terus dihujamkan kearahnya. "Hey! Aku baru melihatmu! boleh tahu kau siapa?" Gadis itu mengibaskan rambut pirangnya dengan anggun menatap pria dengan setelan hitamnya dengan rasa ingin taju. "Selamat pagi Nona, aku Nathan menggantikan Tuan Joan kepala Keamanan sebelumnya." Gadis itu sedikit tersentak menatap Pria panas dengan tatapan yang mampu membuat s**********n wanita manapun akan basah karnanya. "Dia siapa?" Salah seorang gadis ikut bergabung dalam obrolan ringan mereka. "Selamat pagi, Nona." "I-iya selamat pagi." Gadis itu menyikut rekannya yang tampaknya masih terpesona dengan pria dihadapan mereka. "Nona, jam kerja sudah dimulai." Salah seorang petugas keamanan menyele mereka dengan sopan. "Oh yah, sampai jumpa Nathan." Gadis itu menunjukkan senyum terbaiknya sebelum mengikuti langkah gadis yang sejak tadi ingin menyeretnya. "Kau ini, aku masih berbicara dengannya." "Aku ada urusan denganmu Regina." "Laila!" "Yayaya terserah kau saja." Berdebatan kedua gadis itu masih tertangkap diindra pendengaran Nathan sebelum sebuah mobil mewah berhenti tepat dipelataran gedung, semua petugas keamanan bergegas berdiri tegak membiarkan Nathan melangkah membukakan pintu mobil dengan kaca gelap itu. "Selamat pagi, Tuan Harananta." Nathan menunduk sekilas memberi hormat pada pria gagah yang baru saja memijakkan kakinya dilantai pelataran perusahan. "Ah, kau pasti putra Joan. Panggil saja aku Liam." Pria yang masih tampan diusianya yang nyaris berkepala empat itu mengulurkan tangannya dengan sinar bersahabat dimata abu abunya. "Nathan, Tuan Liam." "Ya, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik." Liam Harananta melepas tautan tangan mereka seraya menepuk bahu Nathan pelan dengan senyum simpulnya hingga gerutuan dari sebrang mobil mewah milik Liam memecah suasana hangat itu. "Ck! Sekretaris macam apa kau ini? Setiap hari selalu datang terlambat." Gadis cantik dengan balutan dress birunya yang mempesona itu berjalan menghampri Liam dengan langkahnya yang terlihat sedikit aneh dan hanya Nathan yang menyadarinya. "Selamat pagi." Gadis itu menundukkan kepalanya sebentar memberikan senyum tipis dengan tatapan tajam kearah Liam. "Hei, ayo! Kenalkan ini Nathan, Putra Paman Jo." Gadis itu menoleh, manaikkan alisnya menyadari sosok yang membuatnya kesal setengah mati sejak tadi. "Selamat pagi, Nona." Tidak ada reaksi yang berlebihan, hanya tatapan tajam yang disambut senyum mempesona dari pria sialan tampan itu. "Aku sibuk." Ketusnya sebelum melangkah melewati Liam begitu saja membuat Nathan menajamkan tatapannya. "Dia benar benar, Sweetheart! Kau marah padaku? Bukankah aku sudah minta maaf?" Liam merangkul bahu mungil itu begitu saja tanpa ada penolakan berarti dari gadis itu. "Maaf Tuan Liam, bisa kau lepaskan tanganmu?" "Tidak sebelum kau memaafkanku." Nathan mengetatkan rahangnya tanpa sadar saat Liam dan gadis yang belum menyebut namanya itu melanglah menuju lift. brengsek. Siapapun yang melihatnya jelas akan memikirkan hal yang sama dengan Nathan. "Namanya Sakira Cleonardo, Nona Akira sekretaris Tuan Liam yang paling sering terlambat pulang dikantor ini. Mungkin saja kau berjaga malam dan bertemu dengannya dimasa depan." Nathan menatap Roy yang memang sudah lama bekerja diperusahaan ini, Ada tatapan tertarik dimata pria itu. "Kau tertarik padanya?" Roy tertawa pelan, membuat Nathan mengerutkan keningnya. "Ayolah, semua pria tergila gila padanya. Sayang sekali, dia adalah milik tuan Liam." "Maaf?" Tatapan tajam itu membuat Roy berdehem tidak nyaman. "Sudah rahasia umum jika Nona Akira adalah simpanan yang menggagalkan pernikahan Tuan Liam. "         Nathan mengeraskan rahangnya, raut wajahnya tidak terbaca membuat Roy diam diam meninggalkan pria tampan yang baru saja menjadi atasannya itu sebelum ia benar benar mendapatkam masalah. ** "Jadi Sayang, kemana kau semalam?" Liam duduk dikursi kebesarannya sebagai wakil direktur dengan kedua tangan yang terlipat di depan d**a. "Jika kau memanggilku dengan panggilan menjijikan itu lagi dihadapan orang orang, aku akan menendang bolamu!" Ketus gadis yang sedang berdiri disebrang meja dengan tangan yang sibuk memainkan tablet ditangannya bahkan tanpa repot repot sekedar menatapnya. "Kau kasar sekali sayang, sekali kali bersikap manislah padaku." Gadis itu mendelik tajam sebelum melangkah kearah meja disudut ruangan. "Aku tidak akan bersikap manis pada tua bangka sepertimu." Ucapnya sebelum kembali kemeja Liam yang tertawa geli dan meletakkan sebuah dokumen diatasnya. "Baiklah, Akira. Duduk dan dengarkan aku, ada sesuatu yang penting yang harus kita bicarakan." Gadis yang kerap kali disapa Akira itu menghela nafasnya sebelum menjatuhkan tubuhnya diatas kursi disebrang meja raksasa Liam. "Tuan muda Jefferson sudah tiba." "Aku tahu." Sahut Akira membalas tatapan Liam tak kalah serius. "Dia akan mengisi kekosongan Direktur utama yang sudah lama jatuh sakit dan kita-" Akira masih terdiam menunggu Liam menyelesaikan kalimatnya. "Kau dan Aku akan segera tamat." Akira memutar bola matanya malas, berpikir Liam akan mengatakan hal yang lebih penting. "Aku juga sudah tahu, aku harap kau tidak lupa jika semua ini salahmu." Akira bergegas bangkit membanting Note nya dan melangkah kearah mejanya disudut ruangan. "Salahkan mantan brengsekmu itu." "Bisakah kita berhenti membahasnya? Aku muak!" "Kemana kau akan pergi?" Tanya Liam saat Akira memasukkan barang barangnya kedalam tas. "Kemanapun." Akira kembali menghampiri Liam dan mengulurkan tangannya, membuat Liam mendesah kesal. "Sebenarnya siapa yang bos disini." Gerutu Liam meletakkan kunci mobil ketelapak tangan Akira. "Oh, yah. Sepertinya kau juga lupa, aku disini karnamu. Aku bahkan seharusnya menjadi Manager sekarang." "Dan membiarkan kau dan mantanmu itu?" "Cukup!" "Akira, Sayang. Jangan begini, kita harus bicara serius!" "Dasar tua bangka!" Akira mengumpat meninggalkan ruangan dengan suara bedebum keras yang menggema dan Liam yang hanya mampu menggelengkan kepalanya. **         Akira memggerutu sepanjang menunggu Lift, ia menghentakkan kakinya dengan kesal mengingat Liam si tua bangka itu selalu saja memanfaatkannya. Jika saja bukan karna uang, Akira tidak mungkin ada disini. "Ah, kau benar benar sibuk?" Akira tersentak, mengangkat wajahnya dan menemukan pria mempesona yang sialan panas itu menatapnya dengan tatapan tajam yang mengintimidasi, tatapan yang membuat Akira diam diam merapatkan kakinya. "Mana uangku?" Akira sedang malas berbasa basi saat ini, Nathan mendecakkan lidahnya dan mengeluarkan ponsel nya. "Beri aku nomor rekeningmu." "Apa!?" Nathan meringis pelan saat gadis itu kembali menjerit namun kali ini didalam Lift. "Bisakah kau tidak berteriak?" "Bisakah kau hanya memberiku uang?" Sahut Akira membalas ucapan Nathan yang benar benar ingin mencekik dirinya sendiri, menghadapi wanita membutuhkan tenaga dan kesabaran luar biasa. "Aku tidak mungkin membawa uang ratusan dolar kemana mana." "Itu salahmu, memesan kamar yang terlalu mahal!" "Bukankah kau berterima kasih karna aku m-" "Cukup cukup!" Akira merebut ponsel pria itu tanpa peringatan dan mengetikkan beberapa kode yang sudah ia hapal diluar kepala. "Kirim secepatnya." "Kemana kau akan pergi?" Akira mendelik tajam membalas tatapan Nathan yang benar benar sialan hingga membuatnya ingin menerjang pria itu saat ini juga. Ayolah! Pria panas ini terlalu panas untuk dilewatkan! Sayang sekali Akira sedang tidak ingin bermain main dan terlibat apapun itu dengan pria seperti Nathan. Well, hanya petugas keamanan. Sama sekali tidak menguntungkan Akira. "Jangan menatapku seperti itu." "Apa?" "Kau seperti ingin melucuti pakaianku." "Ti-Apa kau bilang!?" Lagi lagi gadis itu menjerit membuat telinga Nathan berdengung keras. "Aku tahu aku tampan, tapi jangan membuatku hilang kendali dan kau yang akan kulucuti disini." Akira terperangah mendengar ucapan tanpa beban yang meluncur begitu saja dibibir sialan panas itu. "Kau benar benar." "Aku juga tapi kau harus menahannya." "b******k! Mati saja kau!" Teriak Akira kesal meninggalkan Lift dimana Nathan masih disana dengan senyum penuh artinya. Let me put spell on you, Darling. *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN