Tiga

1660 Kata
Lari dan lari. Yang bisa ku lakukan untuk saat ini adalah lari. Dadaku memanas dan sesak, kakiku mulai terasa lemas, mataku mulai mengeluarkan air mata membuat pandanganku buram. Kejadian itu begitu cepat dan membuatku tidak bisa melakukan hal apapun selain lari.                 “Lari Nona.. ce.. cepat.. la.. la.. ri..” kata-kata terakhir pelayan ku saat dirinya tertusuk pedang dibagian perutnya. Pemandangan yang membuatku membeku sesaat sebelum melakukan apa yang dia minta padaku.                 Suara langkah kaki semakin dekat dengan ku, aku sudah sekuat tenaga untuk berlari sejauh mungkin. Tapi mereka semakin dekat. Aku ingin menggunakan tarian hutan itu, tapi jumlah mereka sangat banyak, dan aku baru belajar beberapa gerakan sederhana. Tidak mungkin bisa melawan mereka semua, terlebih saat ini aku sangat ketakutan.                 Catatan penting, harus belajar cara menekan ketakutan.                 Tapi bagaimana? Tidak mungkin ada pelajaran seperti itu. Aku lelah dan terjatuh. Aku sudah tidak sanggup berlari.                 “Kau tidak akan bisa lari dari kami Nona Muda,” seorang pria meyeringgai dengan mata menyala. Aku langsung tahu jika dia adalah pemimpin kawanan itu. Tubuhnya tinggi dan berotot. Kulitnya hitam sehitam malam. Matanya besar dan rambutnya coklat gelap keriting sebahu.                 “Dia cantik,” kata salah seorang yang paling gemuk diantara yang lain, tapi wajahnya menyeramkan karena ada luka gores memanjang dari dahi kiri sampai pipi kanannya.                 Mereka berenam. Kemana para pengawalku? Apakah mereka membunuh  para pengawal seperti Asly pelayanku aku menduga-duga dalam hati.                 Salah satu berbadan kurus dan berambut hitam mendekatiku, lalu dia terkejut. Dia sedikit gemetaran lalu kembali ke pemimpinnya.                 “Bos.. wanita itu… dia.. dia…” sikurus berkata terbata-bata. Matanya melihat ke arahku lagi kemudian kembali menatap pemimpinnya. “Dia penyihir,” lanjutnya dan aku terkejut. Benar kata kakak dan ayah ku. Mata ini mata seorang penyihir.                 “Ha..ha..ha.ha..” sang pemimpin tertawa diikuti anak buahnya yang lain, lau memukul kepala si kurus tadi “Kalau begitu ini akan menarik, si penyihir yang tidak bisa menggunakan ilmu sihirnya untuk menolong para pengawalnya dan malah melarikan diri, bukannya terbang dengan sapu terbang?”                 Sang pemimpin mendekatiku, otomatis aku mundur dengan menyeret tubuhku yang masih berada ditanah dengan susah payah. Dia mengerutkan keningnya menatapku dalam. Mungkin menimbang-nimbang apakah aku adalah penyihir atau bukan.                 Aku mengambil kesempatan ini untuk melemparkan pasir kewajahnya, dia mengerang menutupi matanya, aku mencoba bangkit berdiri dan berlari, namun tangan besar seseorang menangkapku, sang pemimpin berhasil menangkapku. Seketika aku mencabut pedang yang tergantung di pingganggnya dan mengayunkannya.                 Oh sial pedang ini berat sekali.                 Dia mundur menghindari tebasanku, kemudian salah satu dari anak buahnya melemparkan pedang kearahnya.                 “Lihat, siapa yang ingin bermain-main denganku” @@@ Beberapa waktu sebelumnya.                 “Nona tampaknya kain ini cocok untuk Mu,” asly menunjukan kain berwarna merah marun dan bercorak bunga angrek. Hm… angrek mengingatkanku pada Aiden, aku tersenyum sekilas lalu menganguk menandakan aku menyukainya. Dan Asly segera melakukan tawar-menawar kepada pemilik toko. 30 Ent ( mata uang Athanoxia 1Ent = Rp 6.000,00) untuk harga kain ini. Hmm… tidak terlalu mahal karena ini merupakan toko kain terbaik di Athanoxia.                 Aku pergi berbelanja kain ke kota. Dalam satu tahun bisa dihitung dengan menggunakan jari berapa kali aku pergi ke kota untuk berbelanja. Mungkin dua atau tiga kali. Tidak lebih. Dan syaratnya adalah menggunakan tudung. Tentu saja agar orang-orang tidak bisa melihat mataku. Otomatis aku malah terlihat seperti orang aneh.                 Selain berbelanja kain, aku juga mengunjungi toko-toko perhiasan, membeli beberapa perhiasan untuk ku, dan untuk kakak – kakak iparku. Aku senang memberi mereka hadiah.                 Dalam perjalanan pulang kerumah, kami ( aku, Asly dan dua orang penjaga yang mengendarai kereta kuda dihadang seorang pengemis tua. Aku memberikan beberapa Ent kepada Asly agar dia memberikannya kepada pengemis itu.                 Dia turun dari kereta kuda dan memapah pria yang tampaknya kelaparan itu keluar dari jalan. Lalu memberikan uang yang aku berikan padanya. Saat dia berbalik, aku melihatnya memegangi perutnya. Kemudian cairan berwarna merah itu mengotori pakaiannya.                 Sesaat aku membeku. Para pengawal yang duduk di belakang kemudi turun untuk membantu Asly “Lari Nona.. ce.. cepat.. la.. la.. ri..”                 Beberapa orang berpakaian hitam dan berwajah menyeramkan keluar dari balik pohon membuat para pengawalku lansung menghunuskan pedangnya mencoba melawan mereka. Dan aku turun dari kereta kuda dan berlari. Flash back End @@@                 Aku mulai bertarung dengan pemimpin itu, melakukan gerakan seringan mungkin, namun pedang ini sangat berat,  membuatku susah sekali bergerak. Dia menghujaniku dengan beberapa tebasan. Yang bisa kulakukan hanya menghindar dan menahan serangannya. Dia tampak kelelahan, kini giliranku untuk menunjukan tarian hutan.                 Saat pemimpin mereka mulai kewalahan menahan seranganku, mereka segera mendekatiku dan mulai menyerang. Ini tidak adil aku tidak akan berhasil menang melawan mereka semua yang kini sedang mengelilingiku dengan tatapan waspada.                 Salah satu dari mereka menyerangku dengan tiba-tiba membuat pedang ditanganku terlempar entah kemana, saat itulah pemimpin mereka menerjangku, aku terjatuh cukup keras ketanah. Dan pemimpin itu kini berada diatasku. Aku gemetar ketakutan.                 “Tolong!!!” aku berteriak sekuat tenaga berharap ada seseorang yang bisa menolongku, meskipun ku tahu itu adalah hal yang sangat sulit terjadi kecuali ada sebuah keajaiban.                 Plak                 “Bodoh!” pemimpin itu menamparku keras, aku merasakan perih di pipiku.                 Aku meronta namun pergelangan tanganku dicengkramnya dengan erat. Kakiku tidak bisa bergerak karena pria besar ini mendudukiku. Dengan cepat tanpa bisa kulawan dia mulai merobek bagian atas gaunku.                 “TIDAK!!!”aku berteriak lagi mencoba melawannya. Aku sangat takut dan benar-benar takut. Aku menutup rapat-rapat mataku. Aku akan di perkosa oleh orang-orang b***t ini. Dan ini akan jadi akhir hidupku.                 Aku merasakan pria itu melonggarkan cengkramannya, aku membuka mataku, pria itu menatapku kosong. Lalu menjatuhkan tubuhnya ke tubuhku. “AAAAAAAaaaaaaaaaaaaaaa”aku berteriak.                 Sedetik kemudian aku merasakan pria itu menggeser tubuhnya. Bukan ada seseorang yang menggeser tubuhnya menjauh dari tubuhku. Aku refleks menutupi bagian depan tubuhku yang hampir telanjang itu. Kemudian aku melayangkan pandanganku kesekitar. Dan melihat anggota kelompok itu sudah terkapar ditanah, termasuk pemimpinnya yang berada di sampingku masih dengan mata terbuka.                 Bagaimana mereka bisa seperti itu, aku tidak mendengar apapun, apa karena sangat ketakutan, sehingga aku tidak menyadari apa yang terjadi.                 “Kau baik-baik saja?” seseorang bertanya, aku menundukan wajahku, tidak bisa melihat wajahnya. Dia tidak boleh melihatku. Dan tudungku… oh tudungku ku tinggalkan di kreta kuda.                 “Nona kau baik-baik saja?” tanyanya lagi kini  suaranya lebih keras. Aku mengangguk. Tentu saja aku tidak baik-baik saja. Bagaimana aku bisa baik-baik saja sedangkan aku kehilanggan pelayan pribadiku, dua orang pengawal, dan hampir kehilangan kesucianku.                 Dia berlutut dengan sebelah kaki mensejajarkan dirinya dengan diriku yang terduduk di tanah. Kemudian dia mengankat daguku, aku sangat terkejut.                 “Lihat aku dan katakan Kau baik-baik saja”                 Perlahan aku membuka mataku. Kutatap dia dan dia membeku . Ini bukan hal yang baik. Setelah bertemu srigala, sekarang aku bertemu dengan singa. Tamat riwayatku. Bukan hanya aku yang terkejut. Aku melihat dari air mukanya jika dia juga sama terkejutnya dengan ku.                 Dia melihat mata hijauku…                 Dan aku melihat mata birunya..                 Ya… Dia anggota kerajaan, pria didepanku ini yang akan menyeretku ke istana, membakarku hidup-hidup didepan seluruh rakyat dengan tulisan besar                 INILAH JADINYA JIKA KAU SEORANG PENYIHIR                 “Maaf,” aku kembali menundukan wajahku, fikiranku berkecambuk. Aku akan segera mati dan ayah serta seluruh kakakku pasti akan sangat sedih.                 Dia melepas jubahnya lalu memakaikannya di tubuhku, aku gemetar hebat, dan perbuatannya ini entah kenapa malah membuat segala pemikiran tantang dibakar hidup-hidup hilang. Tidak! Ini hanya sopan-santun karena dia melihat bajuku terkoyak. Aku tetap akan dibakar hidup-hidup.                 Tangannya terulur ke pinggangku dan kebawah lututku, kemudian dia menggendongku. Aku menerjapkan mata tidak percaya.                 "Aku… aku bukan penyihir,” kataku sambil menatapnya.                 Pria itu menatapku dan tersenyum “Aku percaya,” katanya lembut kemudian berjalan.”Dimana rumahmu, aku akan mengantarmu pulang,” lanjutnya lagi.                 “Di atas bukit South Athan”                 Langkah kakinya terhenti dan lagi-lagi menatapku terkejut.                 “Rumah keluarga Dellmore?”                 Aku mengangguk, lagi-lagi menundukan wajahku, tidak mampu menatap matanya yang biru dan penuh keterkejutan.                 “Baiklah, lagi pula aku memang bertujuan kesana,” dia mendudukanku di kreta kudanya kemudian duduk disebelahku. Memberi isyarat kepada pengawalnya untuk mulai berjalan kearah South Athan. Tidak aneh jika dia menebak dengan tepat rumahku, karena satu-satunya rumah yang ada di bukit South Athan adalah rumah ku, rumah keluarga Dellmore sang penjaga hutan terlarang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN