05. Peternakan Hantu Malam Satu Suro

1418 Kata
Inul kembali ke tubuh hantunya, namun dia belum menyadarinya. “Paman .... Paman ganteng,” panggil Inul sambil mencari sosok memukau yang baru saja diciumnya. Kok gelap toh? Inul meraba-raba sekitarnya dan menemukan jenggot panjang seseorang. Masa dalam sekejab wajah klimis Paman ganteng jadi jenggotan toh? Penasaran, Inul menjambak jenggot itu. “Adow! Sontoloyo!” Terdengar jeritan kesakitan pria disertai terangnya ruangan yang berasal dari api obor yang baru dinyalakan. Mbah Jenggot, hantu pesugihan dari pulau Jawa, merengut dengan bibir manyun. “Nduk, beraninya kamu mempermainkan kakek tua seperti saya, heh!” “Yaowoh, maaf Mbah. Inul khilaf. Tadi seperti bersama lelaki ganteng, je,” kilah Inul polos. Kepala Inul langsung mendapat hadiah toyoran dari Mbah Jenggot. “Kamu itu hantu perawan yang kebelet kawin, toh? Sana minta dilamar sama Genderuwo!” “Aduh, Mbah. Ndak ada yang lebih ganteng dari genderuwo apa? Inul geli kalau lihat bulunya gimbal yang riwuk-riwuk itu,” sahut Inul sembari memutar bola matanya malas. “Ada!” Mata Inul membesar seketika. “Siapa, Mbah? Apa Paman Ap ... Ap opo toh?” Inul menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia tak bisa menyebut nama pria tampan yang pernah ditemuinya. Namanya aneh dan sulit dilafalkannya. “Paman Apokat? Namanya saja aneh! Pasti wajahnya lebih aneh. Bukan dia, Nduk. Yang lebih ganteng dari genderuwo itu sudah ada di depan matamu.” Inul mencoba menerawang sekitarnya. meski remang-remang dia yakin mereka hanya berdua di ruangan ini. “Cuma ada Inul dan Mbah. Mbah ndak bermaksud mengatakan yang lebih ganteng dari genderuwo itu adalah ....” Inul menuding pada Mbah Jenggot. Sambil membusungkan d**a ringkihnya, Mbah Jenggot hendak mengaku. Namun Inul keburu memukul dadanya, sehingga makhluk absurd itu terbatuk hebat. “Yaoloh, Mbah. Apa mata Mbah wes katarak? Inul ini perempuan, Mbah! Bukan lelaki. Mana bisa Mbah bilang Inul lebih ganteng dari genderuwo?” gerutu Inul greget. Mbah Jenggot lebih greget lagi. Mungkin hantu ghibah di depannya ini yang katarak! Masa dia ndak bisa lihat Mbah Jenggot paling ganteng di perkampungan Janda Gatelan, kampung asalnya dulu? Mbah Jenggot merengut kesal. “Leh,Mbah ... kok ngambek toh? Yang berhak ngambek itu Inul. Menurut ilmu perghibahan yang Inul pelajari. Ngambek itu penyakit nomor satu perempuan. Ndak manusia ndak hantu,” ledek Inul. Mbah Jenggot yang sudah kadaluarsa di dunia perhantuan berhasil dibuat ngambek oleh hantu kecil amatiran yang bahkan status hantunya masih diragukan. Ini benar-benar memalukan. Dia mendengkus kasar. “Sudah, pergi sana! Kamu menganggu pekerjaan saya,” usir Mbah Jenggot. “Mbah Jenggot sibuk apa toh? Lah sedari tadi cuma ghibah sama Inul kok ngakunya kerja.” Lagi-lagi Mbah Jenggot menoyor kepala Inul dengan gemas. “Kamu yang membuat saya lupa tugas saya padahal saya disuruh Bos Dukun untuk ... haiiish! Gawat! Ini sudah jam dua dini hari. Saatnya saya menjampi duwit orang-orang kaya yang minta pesugihan sama Bos Dukun.” Menjampi-jampi itu istilah menterengnya, padahal yang dilakukan Mbah Jenggot hanya meludahi dan mengencingi harta orang-orang kaya kemaruk itu. Namun entah mengapa mereka percaya, setelah itu rezeki mereka akan berlimpah. Biarlah itu kuasa dunia ghoib yang misterius. Semisterius sosok di dekatnya ini. Hantu yang tak jelas asal-usulnya, yang berani menyelundup ke peternakan hantu satu suro tanpa ketahuan pemiliknya setelah bertahun-tahun. Memang Inul itu sesuatu banget. “Dia datang, Mbah. Bulu ketek Inul merinding. b**o mendekat!” bisik Inul was-was. Mbah Jenggot ikut panik. “Waduh. Pasti dia hendak memastikan kerjaan saya, Nduk. Ini gara-gara kamu, saya sampai lupa ... eladalah, lah opo kamu menarik jenggot saya?” “Mbah, Inul permisi mau sembunyi di jenggot Mbah,” pinta Inul. “Ndak! Jangan lakukan! Terakhir kamu melakukan, jenggot saya langsung berkutu. Mereka hijrah dari rambutmu ke jenggot keramat saya!” Mbah Jenggot menolak mentah-mentah permintaan konyol Inul yang sangat merugikannya. Inul terpaksa mencari jalan lain untuk menyembunyikan diri. Dia segera melayang mencari ke tempat lain. Kebetulan Inul berpapasan dengan Poci, si pocong cilembu. “Heh, Poci! Tulung Inul toh.” “Jangan sekarang, pasti kamu mau sembunyi di balik kain kafan saya toh?” tebak Poci. Inul mengangguk penuh harap. “Ndak bisa! Resleting saya rusak, mana bisa kamu sembunyi sekafan sama saya?” Benar juga! Dia pasti ketahuan. Inul harus mencari cara lain. Namun sebelum kabur, dia masih sempat ghibah instan. “Poci, benar kata Jero ... kain kafan upgrade terbarumu itu palsu. Kamu beli KW ke tigabelas di pasar hantu modern BAYARKURANGTEBAS toh?” Poci berjengkit kaget. Meski ghibahan Inul benar adanya, dia tak boleh mengakuinya. “Eh, benar Jero ghibah begitu? Minta dibuat bal-balan kepala buntungnya itu!” gerutu Poci geram. Inul tak sempat meredakan kemarahan Poci, dia harus kabur sebelum b**o, si hantu Begu Panjang menemukannya. Namun dia sempat menitip pesan. “Poci! Jangan bertemu dengan Jero kalau ndak ada Inul, Ingat ya!” Inul melayang dengan cepat, matanya yang jeli menemukan sosok si Manis Jembatan Ancol yang berdiri di jembatan Keramat Gantung. Seharusnya dia tak ada waktu untuk mampir, namun jiwa ghibahnya terusik. Inul berhenti di samping hantu seksi yang mengenakan pakaian kekurangan bahan itu. “Heh, Manis. Apa kamu ndak salah tempat? Bukannya kamu biasa mangkal di jembatan Ancol? Ini Jembatan Keramat Gantung yang angker! Apa kamu tahu disini sering muncul setan-setan bergentayang? Mereka itu arwah hantu yang mati gantung diri. Kamu ndak takut toh?” Manis memutar bola matanya malas. “Kamu lupa toh aku ini juga hantu? Mereka selayaknya yang takut sama saya, Nul!” Inul menyengir kuda. “Inul sering lupa kalau situ hantu. Habis yang biasa suka seksi dan glamor itu manusia toh. Kalau hantu mah kumel, mirip kuntilanak, wewe gombel, sundelbolong. Iya toh?” “Saya ndak tahu harus tersinggung atau tersanjung. Tapi berhubung sinetron tersanjung sudah tamat sampai season tujuh, saya terpaksa milih tersanjung. Memang saya manis, cantik, dan seksi. Kan, saya hantu primadona di Peternakan Hantu Malam Satu Suro. Gawat, Nul! Saya hampir lupa tugas dari Bos Dukun!” “Tugas apa toh?” tanya Inul kepo. “Saya harus menakut-nakuti calon pelanggan Bos Dukun supaya dia mau menjadi pelanggan bos kita.” Inul mengernyitkan dahi heran. “Setahu Inul, kalian dikaryakan untuk memenuhi permintaan klien Bos Dukun. Ternyata Bos lebih jahat dari dugaan Inul. Dia sengaja menakut-nakuti orang supaya orang itu lari meminta bantuan padanya.” Tentunya bantuan itu tidak cuma-cuma. Mbah Suro memang sangat mata duitan! Inul tak menyukainya. Itu sebabnya dia selalu bersembunyi dari mereka, supaya dia tak dimanfaatkan seperti teman-teman hantunya. “Ah, sialan!” umpat Manis kesal. “Ada yang menyerobot tugas saya!” Spontan Inul mengikuti arah pandangan Si Manis Jembatan Ancol. Di sana ada seorang lelaki yang dipojokkan oleh beberapa orang lelaki berpakaian serba hitam. Mata Inul membelalak mengenali salah seorang dari mereka. “Paman Apokat ...,” gumam Inul lirih. “Kamu mengenalnya?” Si Manis melirik heran. “Apa dia penunggu pohon apokat?” Inul menggoyangkan tangannya dengan heboh. “Bukan! Dia manusia! Asli manusia. Inul masih bisa merasakan kehangatan bibirnya saat ....” Ups! Inul keceplosan bicara. Tak sengaja dia membangkitkan napsu penuh kekepoan Si Manis. “APA?! Inul kita yang polos sudah lepas segel toh?” pekik Si Manis surprise. Inul yang polos sontak ternganga lebar. “Lepas segel itu apa toh?” “Ya kayak kamu itu! Kamu wes diraba-raba toh?” Inul mengangguk. Seingatnya Paman Apokat sudah meraba keningnya saat memastikan dia sehat atau tidak. “Kamu pasti sudah dicium bibirmu!” Inul mengangguk malu. Pipinya sangat panas. Aduh, mengapa Manis membahas hal beginian. Hatinya jadi bergelenyar, aneh sekali. “Apa kamu sudah dimasuki?” tanya Si Manis penasaran. “Dimasuki bagaimana toh?” Inul balas bertanya. “Ada bagian tubuh lelaki itu yang masuk ke bagian tubuhmu yang berlubang.” Inul sontak membayangkannya. Lidah pria itu masuk ke mulutnya toh? Apa itu maksud Si Manis? Perlahan Inul mengangguk dengan wajah merah padam. PLAK! Mendadak Si Manis menepuk punggung Inul dengan keras saking antusiasnya. “Selamat kamu sudah menjadi hantu jalang!” Bola mata Inul nyaris melompat dari sarangnya. Dia tak mau menjadi hantu jalang, Inul takut masuk neraka. Dia ingin jadi wanita baik-baik. “Inul ndak mau jadi hantu wanita nakal, Manis. Bagaimana sekarang?” keluh Inul kalut. Si Manis mendecih gusar. “Padahal enak. Kalau kamu ndak mau jadi hantu jalang ... ya wes, kawini toh lelakimu itu!” Deg! Inul syok mendengarnya. Menikah? Dengan Paman Apokat? Ctek! Inul berjengkit kaget karena Si Manis menjentikkan jarinya di depan wajahnya. “Ayo, Inul! Saya akan membantumu meminta pertanggungjawaban lelaki itu! Dia harus mengawinimu kalau ndak mau saya sunat habis k*********a!” putus Si Manis antusias. Inul menatap horor pada kawan hantunya. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN