“Gue kesana ya, Cal.” “Buruan sana!” Laras tersenyum kecil. Baru saja ia hendak meletakan tasnya diatas meja, bunci lonceng yang menandakan seseorang masuk ke kafe ini membuat Laras menoleh. Seorang wanita dengan dress malam yang melakat di tubuhnya lansingnya serta rambut hitam yang bergelombang datang menghampiri Arken. “Babyy!” Deg. “Kamu belum mulai ‘kan? Aku buru-buru lho datang kesini?” Wanita itu memeluk Arken erat, meletakan dagunya diatas pundak laki-laki itu. Laras pernah merasakannya. Nyaman. Tapi saat melihat ada dagu lain yang berada disana membuat Laras gusar, hatinya tiba menjadi tak terima. Namun logikanya berteriak bahwa Arken bukan siapa-siapanya. Kalo sampe hitungan ke lima, lo masih nerima pelukan itu, Ken, gue nyerah. 1... 2... 3... 4... 5.... Laras merutu

