PRA-NIKAH

1653 Kata
Dalam prosesi adat Jawa. Calon pengantin laki-laki maupun perempuan akan dipingit atau tidak boleh bertemu untuk beberapa hari sampai mereka akan bertemu lagi saat pernikahan berlangsung. Dan prosesi itu, juga terjadi pada kedua manusia yang akan menikah sekitar tiga hari lagi. Keduanya juga sedang sibuk mengurus acara pernikahan di tempat yang berbeda. Yang satu di rumah Fasha sebagai pengantin perempuan, untuk ijab qabul dan resepsi. Karena kedua belah pihak sepakat untuk tidak resepsi di gedung karena mereka ingin menjalankan adat Jawa semestinya. Dirumah Fasha juga meminta tolong tetangga untuk masak atau dalam bahasa Jawa disebut dengan rewang. Jadi, setiap ada tetangga yang sedang ewoh atau sedang ada acara hajatan, maka tetangga yang lain akan membantu. Catering hanya akan mereka gunakan saat resepsi karena harus memburu jam. Biasanya, para tamu undangan yang sudah hadir juga diberikan uleh-uleh atau buah tangan seperti nasi serta lauknya atau jaman sekarang biasanya sudah memakai roti karena lebih ringkas dan tidak repot dibawa para tamu yang rumahnya jauh. Karena daerah Yogyakarta yang selalu kental akan adat dan budaya, maka semuanya biasa dilakukan bersama-sama dengan tetangga. Jadi, tidak perlu ada wedding organizer untuk menata acara. Karena sebenarnya orang Jawa itu semuanya kreatif-kreatif, dan mereka lebih mementingkan gotong-royong. Selain agar semakin akrab dengan tetangga, hemat biaya pula. Dan itulah yang terkadang membedakan Jogja dengan kota-kota besar dan indah akan budaya lainnya.             Jadi, tuan rumah hanya diam dan tidak melakukan apa-apa. Tinggal menunggu para tetangga yang akan menyelesaikan hajatan mereka. Intinya, tuan rumah tinggal mengurus biaya untuk membeli bahan-bahan makanan yang harus mereka olah dan hanya menggunakan biaya sewa sound sistem dan seperangkat dekor. Jadi, jika dihitung-hitung akan lebih murah dan jelas sesuai keinginan. Betul kan? Fasha menatap jajaran kursi yang sudah menghiasi halaman rumahnya yang luas. Halaman yang biasanya lenggang dan dimanfaatkan anak sekitar untuk bermain bola, kini harus dialih fungsikan sebagai tempat penerimaan tamu. Walaupun ia pernah tinggal di Jakarta, tapi dia sangat mencintai budaya Jogja. Karena menurutnya, Jogja itu mewah! Tenda warna biru dengan dekorasi kuning putih sudah terpasang di sana. Rumahnya yang berbentuk limasan juga sudah dibuka, karena kebetulan rumah Fasha memang menggunakan dinding kayu. Jadi bisa dijebol kapan saja jika ada acara. Di ruangan yang biasanya difungsikan sebagai ruang tamu, sudah disulap menjadi singgasana pengantin. Dengan bunga-bunga segar yang telah terpajang di atas gapura yang tidak terlalu tinggi di atas singgasana pengantin. Pesta pernikahan di daerah sini juga biasanya berkisar tiga hari. Hari pertama, tetangga memasak untuk acara kenduri sejenis syukuran sebelum akad yang akan mengundang para tetangga dekat khususnya bapak-bapak untuk mendoakan kelancaran prosesi pernikahan. Lalu, bapak-bapak yang datang diberikan berkat yang isinya nasi dengan telur yang hanya direbus, lalu ada sayuran hidangan atau biasa disebut urap. Urap yes, bukan kurap! Jadi penyakit kulit kalau kurap. Dan hari pertama baru akan Fasha lewati hari ini. Para bapak-bapak masih melakukan acara kenduri, sedangkan dirinya sedang merenung di dekat jendela kamarnya. "Jadi galau begini ya Allah. Kangen Pak dokter," ucapnya sambil menatap keluar jendela. Sedikit banyak mereka tidak berhubungan. Namanya juga dipinggit, ya gitu! "Kira-kira, Pak dokter sixpack nggak ya? Perutnya kotak-kotak atau malah bulet kaya tahu bulat digoreng dadakan lima ratusan," Fasha kembali menyanyikan lagu tak jelasnya dengan genre tahu bulat digoreng dadakan. Karena bosan, Fasha keluar dari kamarnya. Ia melihat-lihat orang-orang yang sibuk mempersiapkan segala macam dekorasi. "Fashaaaaaaa," teriak seorang perempuan dengan celana jeans hitam dan sweeter abu-abu. "Luna," ucap Fasha yang berlari memeluk perempuan yang baru saja dipanggilnya Luna itu. Keduanya saling berpelukan macam teletubbies. "Ciee, yang mau kawin." Celetuk Luna dengan gaya hebohnya. Yang harus kalian tahu tentang Luna adalah, dia sahabat baik Fasha sejak SMA. Walaupun mereka beda kampus, tapi mereka masih sering main bareng, curhat-curhatan bareng, pokoknya yang bareng-bareng. Fasha membekap mulut Luna dengan tangan kanannya, "ih, bukan kawin. Tapi ni-kah," ucap Fasha tak terima dengan ucapan Luna. Padahal sebenarnya maksud Luna sama saja. Cuma, Fasha kan suka salah mengartikan sesuatu. Ya, sebelas dua belas sama le-mot. You know, lemot? Luna hanya mendengus sebal, "lah sama aja itu, mah! Coba gue tanya, cowok mana yang mau sama lo?" Ucap Luna ceplas-ceplos, nggak tahu tempat. Padahal mereka sedang berada di depan rumah. Fasha cemberut, "dia dokter tulang. Kalau masalah siapa yang mau sama Fasha mah banyak. Luna tau kan si Banyu sampai nekat buntutin Fasha sampai Jogja. Iya sih dia kuliah di Jogja, tapi niatnya bukan buat kuliah. Masa di warung mi ayam daerah sini, dia bilang kalau pas kencan pertama kita di sana. Padahal kita pacaran aja waktu Fasha di Jakarta kan, ya!" Fasha mencoba mengingat-ingat beberapa kejadian belakangan ini. "Serius? Apa lo belum move on, Sha? Banyu kan udah nyakitin lo sampai segitunya. Dan sekarang dia datang buat deketin lo lagi. Pas lo mau nikah gini lagi," prihatin Luna yang kini menarik Fasha sedikit ke teras. Tepat di depan singgasana Fasha dan Arham nantinya. Fasha menunduk, "Fasha udah lama lupain Banyu kok. Tapi yang Fasha khawatirin, dia besok dateng dan gagalin nikahan Fasha. Sedangkan Fasha nggak mau bikin Pak dokter kecewa," ucap Fasha yang kini sudah menjatuhkan air matanya. Luna spontan langsung memeluk Fasha yang kini sedang dalam posisi yang bisa dibilang tidak menguntungkan. Fasha bahagia karena akan menikah dengan Arham, tapi disisi lain dia takut pernikahannya akan digagalkan oleh Banyu. Mantannya yang sudah mencampakkan tapi masih minta balikan. Dasar mantan jaman now.   ---oOo---   Malam semakin larut, Arham masih membuka matanya. Kedua bola matanya rasanya enggan untuk menutup karena entah kenapa perasaan aneh ini benar-benar mengganggunya. Sesekali ia mondar-mandir di depan lemari pakaiannya sambil mengingat-ingat kata-kata sakti yang akan menjadikan statusnya berubah seketika. Arham kembali menyandarkan punggungnya di lemari. Memejamkan matanya sejenak untuk mencari kekuatan. "Saya terima nikah dan  kawinnya Alyfana Fasha Armalyta binti Bambang Susilo dengan mas kawin tersebut tunai," ucap Arham dengan satu tarikan napas. "Kenapa susah banget! Fokus Arham. Ini gampang, lebih gampang daripada hapalan kode etik kedokteran. Tenang Arham," ucapnya pada dirinya sendiri yang sudah terserang nervous pra-nikah. Dan ini benar-benar menyiksa jiwa dan raga menurut Arham. Klek. Arham menatap pintu kamarnya yang baru saja dibuka. Seorang laki-laki tinggi dengan baju batik itu melongok ke arah dalam. Menatap wajah Arham yang frustasi. "Lho, kenapa Ham? Jangan bunuh diri lho," ucap Erdit yang langsung masuk tanpa permisi lalu sedikit tertawa melihat adik iparnya yang sedang tekanan batin. Arham mengacak rambutnya kasar. "Frustasi ini, Mas. Rasanya kaya serangan jantung," ucap Arham yang kini membanting tubuhnya di kasur. Erdit tertawa sejenak, menatap wajah Arham yang frustasi. Tidak jauh beda saat dirinya akan menikah beberapa tahun lalu. Menurutnya ini adalah fase yang wajar dialami para laki-laki karena akan segera masuk dalam status baru mereka. Erdit mendudukkan dirinya di kasur milik sang adik ipar. "Dibilangin jangan terlalu keras mikirin masalah pernikahan. Ngeyel kamu," celetuk laki-laki yang sudah terjun dalam militer sejak muda itu. Rasanya Arham tidak bisa mendengar atau mencerna apa yang semua orang katakan padanya. Lagipula ia sudah merasa parno terlebih dulu. Ini kan pernikahan pertamanya dan berharap juga sebagai pernikahan terakhir pula. "Masalahnya Mas, aku nggak mikir tapi masih kepikiran. Gimana kalau aku salah sebut nama pas akad," ucap Arham frustasi sendiri dengan wajah yang masih bingung dengan banyak hal. "Pikiran kamu nggak berdasar, Ham. Pernah pacaran aja enggak, kok salah sebut nama. Bukannya kamu jones sejak lahir. Untung Fasha mau sama kamu," ucap Sekar yang tiba-tiba nongol dari balik pintu sambil menyeringai. Tawanya pecah begitu saja. Membuat hati Arham semakin dongkol saja. "Diemmmmm Mbak," ketus Arham yang hanya bisa memukul-mukul kasurnya sebal. Sekar suka sekali muncul tiba-tiba, macam hantu saja. Erdit sedikit terhibur dengan tontonan gratis pertengkaran istri dan adik iparnya itu. Sesekali laki-laki yang biasa berseragam doreng itu melirik Arham yang masih diam dalam posisi telentangnya. "Percaya nggak percaya ni ya, perempuan itu jauh lebih cantik saat bangun tidur. Jadi kalau habis nikah besok, kamu bisa lihat Fasha habis bangun tidur," celetuk Erdit dengan senyuman manisnya. Iya, manis tanpa pemanis buatan. Arham mendongak, menatap kakak iparnya yang nampaknya memang sedang pro dengannya. Hanya Erdit yang bisa menghiburnya dan selalu memberi semangat. Tidak seperti Sekar yang selalu mengoloknya habis-habisan karena akan segera menikah. Dan terkadang membuat Arham harus mencak-mencak karena kesal yang tidak tertahan. "Cantik apanya coba, Mas? Dia melek aja udah pecicilan, itu dia sadar lho. Apalagi kalau tidur, mungkin akan lebih parah. Siapa tau tidurnya itu orang muter kaya gangsing. Ah tau lah," ucap Arham sambil menutup wajahnya. Erdit hanya bisa tertawa sejenak. Lalu menepuk pundak Arham pelan, mungkin Arham butuh waktu untuk sendiri. Erdit beranjak dari duduknya dan segera keluar dari kamar adik iparnya itu. Rumah Arham masih ramai karena beberapa orang sedang memasang dekor. Tidak hanya rumah Fasha yang terkena ribetnya. Tapi, rumah Arham juga kena imbasnya. Sebenarnya keluarga Arham juga ingin mengadakan ngunduh mantu. Disisi lain, Bu Wanti dan Pak Susanto sedang duduk di depan rumah sambil menatap rumah mereka yang sudah sama ricuhnya dengan rumah Fasha. Akhirnya mereka akan menikahkan putra mereka. Bagi orang tua, menikahkan anak itu suatu kebahagiaan sekaligus kesedihan. Pasalnya setelah Arham menikah, pasti dia banyak menghabiskan waktu dengan istrinya daripada dengan Bu Wanti lagi. "Hiks, Ibu jadi sedih. Arham udah mau nikah aja. Nanti siapa yang bisa Ibu marahin biar cepet nikah kalau Arham udah nikah," ucap Bu Wanti dengan sedikit isakan. Pak Susanto tertawa, "lah bukannya Ibu sendiri yang nyuruh Arham nikah cepet-cepet. Tapi Ibu sendiri yang galau." Ucap Pak Susanto sambil menyeruput kopi hitamnya. "Bapak ini ndak ngerti perasaan Ibu. Laki-laki memang suka gitu, meremehkan perasaan perempuan. Nanti ndak ada yang bisa Ibu marah-marahin," ucap Bu Wanti semakin mellow. Pak Susanto menghela napas pelan, "ya udah bikin lagi lah, Bu. Bapak juga masih kuat, gini-gini Bapak purnawirawan TNI lho." Ucap Pak Susanto dengan cengiran walaupun sudah tua. Seperti lagu, tua-tua keladi. Semakin tua, semakin menjadi. "Inget cucu, Pak. Udah punya cucu dua lho," sindir Sekar yang lagi-lagi muncul tanpa permisi. Perempuan dengan daster batik itu sesekali hanya tertawa karena bapaknya mulai kesal karena ucapannya. Lagipula tidak seru jika pernikahan diisi dengan haru-biru. Jadi tidak salah kan, Sekar mencairkan suasana walau harus membuat emosi seluruh pihak keluarga.   ---oOo---
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN