Suasana rumah dengan dekorasi di beberapa tempat itu nampak gaduh. Padahal waktu masih menunjuk pukul setengah enam pagi. Sebagian dari mereka sibuk lari sana-sini. Sibuk dengan make up masing-masing dan melupakan sang pengantin laki-laki yang masih berdiri di depan kamar mandi. Mereka seperti tokoh pembantu dan melupakan tokoh utama. Ah, pagi terakhir untuk Arham dikala masih lajang. Beberapa jam lagi, dia bukan lajang lagi. Ada status baru yang ia sandang, tidak hanya di KTP. Tapi di hati pula.
Arham masih setia berdiri di depan kamar mandi sambil melamun. Tubuhnya begitu terekspos dengan cuma-cuma, karena memang dirinya sedang bertelanjang d**a. Ada sebuah handuk yang mengalung di lehernya. Bahkan, titik-titik air masih menetes dari ujung-ujung rambut hitamnya. Entah mengapa otaknya tiba-tiba blank. Mungkin karena terlalu keras berpikir masalah pernikahan.
Mana si Erdit tidak datang-datang membawakan sorjan miliknya ke kamar. Dan mau tidak mau Arham harus menunggu, hanya dengan sebuah boxer hitam yang melekat pada tubuhnya. Mungkin keluarga lebih sibuk dibanding dirinya yang akan dinikahkan. Pasalnya semua keluarganya ikut sibuk dan repot. Mereka asik dengan penampilan sendiri dan melupakan Arham yang tengah berdiri di depan pintu kamar mandi.
"Perasaan saya yang nikah. Tapi kenapa orang rumah jadi heboh semua. Mereka semua udah dandan, tapi saya? Malah masih diem di depan pintu. Mana Mas Erdit nggak datang-datang lagi," ucap Arham dengan sedikit dongkol.
Sudah semalaman dirinya tidak bisa tidur gara-gara takut akad. Andaikan akad bisa diwakilkan, pasti dia sudah minta tolong bapaknya atau kakak iparnya yang sudah berpengalaman. Atau mungkin Fasha saja. Tapi nampaknya itu sudah tidak mungkin. Arham mengelap rambutnya dengan handuk yang menggantung di lehernya. Dengan langkah pelan, ia berjalan keluar kamarnya.
Ruang keluarga nampak seperti kapal pecah. Baju-baju kebaya dan beberapa sorjan atau pakaian laki-laki dalam adat jawa berserakan di atas sofa dan di meja. Sorjan warna hitamnya masih tergantung rapi di tembok dengan masih dilapisi plastik pembungkus sorjan miliknya. Sedangkan Bu Wanti yang sudah memakai kebaya merah, dengan sanggul dan make up seperti orang keraton sibuk memakaikan sorjan milik Pak Susanto dengan warna senada dengan kebaya milik Bu Wanti.
Di pojok kanan, Erdit sibuk memakai jarik untuk bawahan sorjan-nya. Mereka semua kompak memakai kebaya dan sorjan warna merah, dipadu dengan jarik dengan nama batik truntum sebagai bawahannya. Ada juga Sekar yang duduk bersila di tikar dengan masih dirias oleh perias yang sudah mereka sewa. Dan belum memakai kebaya-nya. Dua anak kecil yang masih balita, sedang bermain bersama. Namira, anak Sekar yang paling besar sudah siap dengan dress imut warna merah dan Fano dengan baju bayi warna merah juga.
Namira mengalihkan pandangan matanya pada Om-nya yang masih seperti orang yang baru bangun tidur. Wajahnya lecek walau sudah mandi, kendati dirinya kesal pada orang-orang rumah yang lupa pada dirinya.
"Om Arham nggak dandan juga?" Tanya Namira yang sudah berdiri di depan Arham. Yang membuat pandangan semua orang jatuh padanya. Apalagi Sekar yang langsung membuka mata, padahal lem bulu matanya saja belum kering.
"Masyaallah, malah lupa sama pengantinnya." Ucap Erdit yang tidak jadi memakai beskap miliknya. Ia buru-buru mendekat ke arah Arham yang melipat tangannya di d**a.
Arham berdecak kesal, "baru inget. Coba aku nggak keluar kamar, bisa-bisa kalian berangkat tanpa aku." Ketus Arham yang membuat tawa beberapa orang di sana.
Pak Susanto yang sudah rapi dengan sorjan dan jarik-nya, serta blangkon yang sudah terpasang di kepalanya, segera berjalan mendekat ke arah Arham. Mengambil gantungan sorjan warna hitam serta jarik-nya.
"Anum, anakku lanang sek sing didandani. Arep dadi manten kok malah urung dandan blas. Sekar ben didandani Elis," ucap Pak Susanto dengan bahasa jawanya.
("Anum, anak laki-lakiku dulu yang didandani. Mau jadi pengantin kok malah belum dandan sama sekali. Sekar biar Elis yang dandani,")
Perempuan yang sedang mendandani Sekar segera berdiri, "enggeh Pakdhe siap lah! Mbak Sekar didandani Elis sek yo, tak dandani manten lenang. Jane, ra didandani kae wes bagus. Kari di permak sitik," ucap perempuan itu yang berjalan pelan ke arah Arham yang masih diam saja di tempat duduk.
("iya Pakdhe siap lah! Mbak Sekar didandani Elis dulu ya, aku mau dandani pengantin laki-laki. Sebenarnya, nggak didandani juga udah ganteng. Tinggal dipoles dikit aja,")
Perempuan yang panggil Anum itu segera mengeringkan rambut Arham yang basah dengan hairdryer. Lalu setelah kering, diolesi minyak rambut agar mudah ditata. Rambut Arham ditata sedemikian rupa. Walau memang pada dasarnya rambutnya sudah rapi dari sananya. Pada saatnya yang paling Arham tidak sukai.
"Mbak, nggak usah bedakan bisa nggak sih? Duh, masa harus bedakan sih," ucap Arham yang menjauhkan wajahnya dari jari Anum yang sudah dilumuri dengan foundation.
Sekar tertawa keras. Padahal dia sudah didandani dengan kalem. Apa yang dia pakai harusnya bisa memperlihatkan kekalemamnya. Tapi ternyata, kakak satu-satunya itu sama saja. Tetap petakilan, kenapa juga Erdit mau dengan kakaknya itu?
"Halah Ham, udah nggak papa dibedakin. Biar nggak kucel kaya waktu di rumah sakit. Biar ada bedanya gitu, kamu sama tukang ledeng," cerocos Sekar yang membuat wajah Arham menekuk seketika. Ini hari pernikahannya lho, kenapa selalu ada banyak cobaannya.
"Ndak papa le, nanti tak bikin tipis wes. Ndak usah khawatir kamu," ucap Anum meyakinkan Arham yang hanya bisa pasrah.
Setelah acara menata rambut dan bedak-bedakan alias make up selesai. Yang terakhir adalah memakai pakaiannya. Ada sorjan warna hitam, jarik sido mulyo, blangkon, beskap, keris, bunga kantil yang sudah dironce untuk digantung di keris dan juga kalungan bunga kantil untuk dikalungkan di leher Arham. Ada juga selop alias sandal untuk pengantin yang warnanya hitam. Sebenarnya warnanya bervariasi. Tapi kali ini Arham memakai hitam karena disesuaikan dengan sorjan miliknya.
Waktu semakin menunjukkan kekuatannya. Sekarang sudah pukul setengah delapan. Mereka sudah bersiap-siap masuk ke dalam mobil karena akad akan dilangsungkan di rumah Fasha sekitar pukul sepuluh nanti. Hantaran-hantaran pernikahan sudah masuk ke dalam mobil, tinggal tancap gas dan sampai.
---oOo---
Lain halnya di kediaman Fasha yang sudah dipenuhi para tamu undangan dan bapak-bapak tetangga yang sudah diminta untuk menjadi saksi, atau biasanya dalam bahasa Jawa diminta untuk nemoni manten atau untuk bertemu dengan pengantin. Kurang lebih maksudnya begitu. Langgam-langgam Jawa atau lagu-lagu Jawa sudah dibawakan dengan apik oleh dalang manten atau biasanya paling umum disebut dengan MC pernikahan.
Bu Dena dan Pak Bambang sudah siap, sedangkan Fasha masih didandani di dalam. Maklum, pengantin memang jam dandannya paling lama. Katanya bisa terbuka auranya, makanya disebut dengan ratu sehari karena saking cantiknya. Tak berapa lama, mobil keluarga Arham datang membawa rombongan. Tamu undangan berdiri melihat sang pengantin laki-laki sudah datang dengan wajah yang beda daripada hari-hari biasanya.
Wajah Arham yang biasanya bebas make up, mau tidak mau dilapisi make up tipis dengan gambaran alis yang semakin mempertegas wajahnya. Bu Wanti berada disamping kiri dan Pak Susanto berada disamping kanan Arham. Sedangkan Sekar dan Erdit berada di belakang ibu dan bapaknya. Rombongannya juga berada di belakang dengan membawa hantaran nikah.
Hantaran paling umum hanya berisi bingkisan untuk pengantin perempuan seperti alat-alat make up, tas dan sepatu, seperangkat alat sholat, dan ada beberapa makanan yang memang untuk hantaran nikah orang Jawa. Seperti jadah, jenang, dan lain sebagainya. Di depan rumah Fasha juga sudah dipasang janur kuning yang dibuat berbagai bentuk seperti bunga-bungaan. Para karang taruna memang kreatif, bukan?
Memang, jika di desa masih kental dengan gotong royongnya, maka dari itu, yang menjadi ladhen atau pelayan bahasa kasarnya adalah muda-mudi desa itu. Jadi, tidak perlu membayar wedding organizer dan pelayan untuk melayani tamu. Karena sistem di desa kan memang saling membantu dan gantian jika ada yang membutuhkan. Begitu!
Dalang manten sudah mulai mempersilahkan rombongan pengantin laki-laki untuk masuk. Sedangkan dari ujung ruangan, Fasha keluar dituntun Bu Dena. Saat mereka bertemu di tengah-tengah, Arham sempat terperangah. Tidak sadar jika itu adalah Fasha-nya yang sudah berubah kalem saat memakai kebaya warna hitam dan sanggulan jawanya. Ada bunga kantil dan melati yang melingkar di sanggulnya. Keduanya hanya saling menatap, tak percaya dengan wajah mereka yang begitu sangat menakjubkan.
Keduanya digiring ke sebuah meja depan singgasana pengantin untuk acara akad. Orang KUA sudah hadir dan duduk di kursi yang sudah disediakan. Sedangkan Arham dan Fasha baru saja duduk di kursi mereka. Entah mengapa jantung Arham rasanya ingin meledak gara-gara akad akan segera dimulai. Keringat dingin diam-diam mengalir dari pelipisnya. Rasa mulas muncul lagi, tapi ia harus tahan demi kata 'sah' yang akan mereka dengar.
"Siap Mas Arham?" Tanya salah satu bapak KUA yang duduk disamping Pak Bambang yang tengah duduk di depan mereka pas.
Arham mengangguk dengan memantapkan hatinya sendiri. Rasanya dia akan dieksekusi mati saat itu juga. Tangan Pak Bambang sudah berada di depannya. Arham buru-buru menjabat tangan calon mertuanya itu dengan wajah yang sedikit pias.
Erdit yang kebetulan bagian mengambil foto hanya bisa menyemangati Arham lewat tatapan mata.
"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau, Arham Alfadhil Jalal bin Susanto. Dengan putri saya, Alyfana Fasha Armalyta binti Bambang Susilo, dengan seperangkat alat sholat dan emas sebesar sepuluh gram dibayar, tunai!" Ucap Pak Bambang dengan pelan.
Arham mengembalikan seluruh kesadarannya, "saya terima nikah dan kawinnya Alyfana Fasha Armalyta binti Bambang Susilo dengan mas kawin tersebut, tunai!" Ucap Arham dengan satu tarikan napas ditambah tangannya yang sudah dingin karena nervous.
"Sah?" Tanya bapak petugas KUA kepada para saksi.
"Sah," koor saksi dan juga tamu undangan yang hadir. Membuat kelegaan dihati keduanya.
"Alhamdulillah," syukur semuanya dan dilanjutkan doa untuk pernikahan.
Setelah acara akad yang selesai dengan sempurna dan dilanjutkan dengan tukar cincin, setelah itu mereka masuk ke dalam rumah Fasha untuk berganti pakaian karena akan diadakan resepsi. Kali ini, Fasha dan Arham memilih untuk memakai pakaian adat keraton dengan dandanan paes ageng. Masih warna hitam, dengan Fasha yang menggunakan kemben, bukan kebaya lagi dan Arham yang hanya bertelanjang d**a dan menggunakan bawahan celana dengan banyak aksen bunga-bunga.
"Gila, Pak dokter sixpack banget!" Teriak Fasha dalam hati saat melihat tubuh Arham yang hanya diberikan roncenan bunga-bunga.
Mereka hanya saling menatap satu sama lain. Tak ada yang bicara duluan. Entah mengapa rasanya canggung sekali mau bicara. Sesekali Arham hanya bisa menyunggingkan senyuman manisnya. Mungkin ini awal dalam hubungannya dengan Fasha yang sebenarnya setelah kata sah terucap tadi. Mereka kembali dipajang di kursi singgasana pengantin. Setelah selesai dengan prosesi adat jawa mereka sibuk foto sana foto sini.
Teman-teman Arham sesama dokter dan juga teman Fasha di kampus turut hadir. Termasuk Banyu yang hadir dengan memakai baju batik. Wajahnya nampak sedih, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya diam.
"Ada Banyu tu," sindir Arham saat mereka sedang duduk di pelaminan.
Fasha menoleh menatap Arham yang cemberut, "dasar cemburuan. Udah tau yang duduk sama Fasha di pelaminan situ. Masih aja ngambekan," jawab Fasha enteng.
"Hm, Fasha kira dia bakal ngrusak momen nikahan kita Pak dokter," ucap Fasha yang sesekali menatap Banyu masih berdiri.
Arham tertawa sejenak, "nggak ada kue kali. Soalnya dia kan bilang ke saya kalau kita beneran nikah dia bakal jadi orang pertama yang bakal ngrusak kue nikahan kita. Dia nggak tau, kalau nikahan kita nggak pakai kue-kuean." Tawa Arham sedikit terdengar mengejek.
"Oh iya ya," ucap Fasha yang sok mengiyakan ucapan Arham. Aslinya dia nggak paham sama sekali.
"Cieee kawinnnnn," ucap Luna yang menganggu acara romantis mereka. Membuat Fasha mendengus sebal. Sedangkan Arham hanya diam karena merasa tidak kenal.
Nampaknya acara ini akan berlangsung cukup lama. Membuat kaki-kaki keduanya rasanya mau patah saja.
---oOo---