CH - 3

1228 Kata
Tekad kuat menjajal keinginan, setelah mendengar permintaan dari Kendrick pagi tadi, ketenangan batin Veronica terusik tanpa bisa di cegahnya. Rupa-rupanya Kendrick mengunjungi anak perusahaan Sun City yang dipimpin oleh Veronica Shu dan Johanes Norville terlebih dahulu, sebelum ia menjumpai David. Pikiran tak lagi dapat berpusat pada hal yang lain, membuat Veronica terkunci dalam lamunan kelam. Ia belum dapat memberi keputusan, sebelum berunding dengan sang pujaan hati yang biasanya selalu memberikan pendapat. Di atas kursi kebangsaan yang terletak di dalam ruang pemimpin kedua bangunan perusahaan bernama Golden Flower, Veronica memusatkan bayangan. Mencari secercah jalan keluar untuk memberi jawaban terhadap Kendrick, berniat tak ingin bertanya kepada Johanes. Namun, lamunan tercabik ketika pintu ruang terbuka tanpa ada ketukan sebelumnya. "Apa kau akan menggangguku lagi?" Veronica mendelik sebal, menyambut tamunya dengan sapa cibiran. Johanes tersenyum gemas, menanggapi wajah jelita yang telah mengkerut kesal. Ketika kaki menepikan langkah di samping kursi kebangsaan pemilik ruang, dengan mudahnya ia mengecup pipi dari wanita yang duduk di atas kursi tersebut. Tiada sambutan untuknya mempersilahkan duduk di tempat, Johanes menarik tubuh Veronica membawa dalam pangkuan. Lantas, ia duduk pada kursi bekas penopang tubuh wanita itu, membiarkan tubuh itu berada di atas pahanya. "Jo—" ungkap Veronica tertahan oleh kecupan yang mendarat pada bibirnya. Johanes sengaja memberikan penepis akan amarah yang tercurah dalam tatapan dendam itu, sehingga kecup penghiburan ia berikan bertubi-tubi. "Bagaimana pendapatmu tentang kerjasama Delast?" kata Johanes mengungkap tujuan awal menemui general manager setempat. "Menyulitkan!" Veronica menyahut kesal, sebab belum jua mendapat keputusan setelah merenung beberapa jam kebelakang. "Aku belum bisa memberi keputusan," imbuhnya di sela batin menggerutu, mengingat tawaran yang diberikan Kendrick begitu merugikan dirinya. Sebuah perusahaan bernama Delast itu tersohor akan peringkat popularitas terendah, sementara perusahaan milik ayahnya terkenal dengan ketenaran paling tinggi. Lantas, Veronica mengira jika pria berotak picik itu ingin memanfaatkan apa yang dimiliki ayahnya. "Aku merasa ... kita harus menolaknya." Johanes tak lagi segan, mengambil keputusan seolah tanpa pertimbangan. "Tidak!" Sepertinya Veronica menyahut bertolak dengan keinginan hati. Ia kesulitan menemukan cara menolaknya agar tidak menyinggung. Bahkan menerka perusahaan milik ayahnya akan terancam kepunahan, jika saja berani menolak keinginan seorang penguasa negara seperti Kendrick. Sementara Johanes mengumbar senyum menawan, ia menahan asa untuk mengungkap sesuatu rahasia besar. "Ya, benar begitu ... aku tak akan bisa memberi keputusan, karena aku tak punya wewenang." Johanes mengucap pasrah. Sesungguhnya, ia ingin memaksa sang kekasih agar menerima keputusan. "Bukan! Maksudku, kau harus mempertimbangkannya terlebih dahulu, Jo. Aku tak ingin menerima resiko," katanya meralat maksud dari ungkapan yang diyakini telah menyinggung Johanes. "Kau pikir ... aku tak memikirkannya terlebih dahulu?" kata Johanes berbalas lenguhan rancu dari wanita yang masih berada di atas pangkuannya. "Tidak kah kau merasa heran dengan semua yang dia minta?" Sesaat rasa janggal terbesit dalam ingatan, Veronika segera mengungkap tanpa berpikir. "Tak ada yang salah, Ver. Kau ini pemimpin perusahaan, seharusnya otakmu bisa lebih berkembang lagi," sahut Johanes berbalas delikan dari mata indah kekasihnya. "Jangan mengejekku ... apa kau tau sesuatu?" tanya Veronica kian penasaran. Sebabnya ia menilik keadaan, dimana mengetahui perusahaan ayahnya dibangun secara terperinci. Tanah yang terletak di pinggiran kota, kini telah menjadi sorotan semenjak bangunan-bangunan mewah berdiri di sana. Semua adalah buah usaha David yang telah mendirikan bisnis pada tempat itu. Sementara perusahaan bernama Delast hanya bergerak dalam bidang interior saja. "Aku akan lebih menyukaimu jika kau tetap bodoh seperti ini," kata Johanes menyahut ucapan Veronica saat lalu. Veronica tergelak emosi, mendengar umpatan yang terucap tanpa perasaan itu. Lantas sepasang bola mata mendelik tajam. "Apa yang dia pikirkan? Percaya diri sekali dia menyusup dalam perusahaan besar seperti Sun City," ujar Veronica diakhiri dengan gelengan kepala. Sejenak Johanes membisu, menahan asa untuk tidak mengucap suatu rahasia meskipun tanpa disengaja. Pertanyaan Veronica hampir saja memancing diri untuk mengucap hal itu. "Berkenan kah kau menyerahkan semua itu padaku?" tanya Johanes penuh kesungguhan, karenanya ia tidak ingin sang kekasih terlibat dalam peperangan bisnis ini. "Biasanya juga begitu, bukan?" "Baiklah, terima kasih." Dan, Johanes mengecup kembali bibir berlapis lip balm itu. Tak sedikit pun Veronica berontak atas apa yang dilakukan Johanes, sebab tak dipungkiri ia selalu menanti perlakuan itu. Bahkan kini, ia melepas pandangan kagum pada wajah kebaratan itu. Tiada berbeda yang dilakukan Veronica, Johanes tampak menyambut curahan kagum itu dengan senyum menawan. Asa tak dapat terbendung, Johanes menghantam bibir tipis itu dengan mulutnya. Namun, Veronica mendorong tubuh itu dengan kedua telapak tangannya. "Kau—" "Maafkan aku, Jo. Sebaiknya kau pikirkan lamaranmu dulu, sebelum kau menyerangku dengan perlakuan manismu seperti tadi." Veronica mengungkap apa yang menjadi beban ketika b******u saat lalu. Itu lah penyebabnya ia menghentikan kegiatan. Lirihan pedih tersirat di sela ucap kata, Veronica sudah tak mampu menahan kekecewaan. Satu tahun sudah ia menanti sang pujaan hati meresmikan hubungannya, akan tetapi tiada sedikit pun tanda-tanda Johanes akan mengabulkan. "Bukannya aku tidak ingin, tapi ...." Tak sanggup Johanes memberitahukan alasan, karena akan begitu menggores hati wanita itu. Sehingga terpaksa ia memenggal kalimat. Sementara Veronica membungkam mulut tak berbicara, ia menunggu berlanjutnya ucap kata yang terjeda. Hanya tatap keheranan ia paparkan pada wajah layu di sana. "Tunggulah hingga saat itu tiba," ujar Johanes berdalih lirih. "Bagaimana jika seseorang mendahuluimu?" sahut Veronica setengah mengancam. "Kau berani menentang keinginan ayahmu?" Veronica kembali terdiam seribu bahasa, selalu saja pria cerdik itu membuatnya tak berdaya. Meskipun batin bertanya-tanya, akan tetapi bibir sulit mengungkapnya. Sesungguhnya, Johanes tak ingin wanita itu terlibat dengan status dirinya. Ia tidak ingin sesuatu yang di alami saat ia terlahir ke dunia itu terulang kembali. Ya! Johanes telah mengetahui siapa diri sebenarnya, akan tetapi ia berpura-pura tiada pernah mengetahuinya. Begitu jua ia tak mengatakan kepada kekasihnya, sebelum saat yang tepat itu ada. Keadaan ini adalah rantai dari siasatnya, yang membuat rahasia itu terpendam selama dua puluh tajuh tahun ini. "Maafkan aku jika mengecewakanmu." Penyesalan menggiring setiap kata yang terucap, kemudian usapan pada puncak kepala Johanes lakukan. Veronica hanya terdiam tanpa bergerak, karena tak ingin memaksakan kehendak. Sebaiknya ia tak lagi mendesak, yang diyakini akan membuat hubungan itu retak. Untuk mencegah bendungan air mata terkoyak, ia terpaksa menutupi dengan senyum paksaan. Lantas, pembahasan saat lalu terbesit dalam ingatan, rupanya ia mendapat bahan untuk mengalihkan percakapan. "Apa aku boleh bertanya alasan mengapa kau ingin menolak kerja sama itu?" tanya Veronica berbalas anggukan paham dari lawan bicara. "Karena dia ingin menetapkan Corner sebagai perusahaan legal, dengan cara menaikan Delast terlebih dahulu. Dan setelah berhasil, aku yakin Sun City akan tersingkirkan." Penjabaran alasan diterima Veronica dengan kepahaman, akan tetapi matanya memicing ketika mengingat suatu kejanggalan. "Jika memang begitu ... baiklah, aku tak akan ikut campur,” kata Veronica terpaksa mengalah, sebabnya ia sadar diri tak akan dapat melawan pria keji pemilik nama Kendrick Lige Mathelaw itu. "Aku setuju." Johanes tersenyum penuh kemenangan, akan tetapi enyah seketika manakala mata indah itu telah bergenang air mata. Mengingat kembali keinginan yang tak kunjung mendapat hasil, luka lama kembali menggores batin Veronica. "Sebagai imbalannya, jika kau berhasil, apakah kau akan segera melamarku?" tanya Veronica. Johanes melenguh pasrah, sebelum air mata itu mengalir deras ia lekas menganggukan kepala. Persetujuan tanpa ketulusan itu berhasil membuat seorang wanita mengembangkan senyuman. Terlalu bahagia menerima, Veronika lekas merangkul tubuh sang kekasih. Kebahagiaan menjadi beban bagi Johanes, lantaran mengetahui jika masa yang disebutkan Veronica tidak dapat ditentukannya. Namun, Johanes tak putus berpanjat harapan, agar semua yang terjadi akan segera berlalu. Langkah awal telah Johanes gapai, berdasarkan apa yang dilakukan Kendrick terhadap seluruh perusahaan yang dimilikinya. Itu lah pertanda jika pembalasan dendam akan dimulai. Johanes mengetahui dari orang kepercayaan yang menyusup menjadi mata-mata di tempat kediaman sang raja. • • • Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN