Heart attack

1022 Kata
Pagi menyapa, aku bersiap untuk menghadapi hari ini. Ini adalah persentasi perdanaku setrlah berstatus karyawan. Seharusnya seorang staff tidak mungkin melakukan kegiatan ini. Berdasar pengalaman minim kujalani dengan ikhlas. Kupersiapkan diriku sebaik mungkin, bahkan semalam materinya sudah kupelajari. Bukan tidak mungkin akan terjadi false karena aku bahkan tak pernah persentasi di depan pimpinan langsung Sejak pukul 7.20 aku sudah berada di blok divisiku, itu artinya check lock masuk kantor masih kurang 40 menit lagi. Persentasi akan dimulai saat rapat pukul 09.00 itu tandanya aku ada persiapan sekitar 1jam lebih. Saat jam menunjukan jam 08.40 aku merapikan penampilanku. Bahkan keseharian rambut cukup ku kuncir kuda hari ini kupilih untuk mencepolnya, menjalin bak pramugari ternama. 10 menit kurang dari waktu yang ditentukan aku berjalan menuju ruang pertemuan, ku lihat sudah ada mas Hanif disana selaku sekertaris dan Aspri CEO. "Pagi pak, boleh masuk." sapaku. "Silahkan, dari divisi mana..?" "Divisi keuangan, mewakili pak Heri yang sedang di Jakarta."jawabku, dia pun mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya. Kubuka laptop ruangan dan menyiapkan file yang akan dipresentasikan, hingga tak kuhiraukan sekitarku. Bahkan ruangan yang sudah penuh, lengkap perdivisi pun tak ku sadari. Lalu aku tersadar saat mbak Riza dari divisi Marketing menepuk bahuku, dan segera aku berdiri menghormati pimpinan yang tak tau sejak kapan sudah disana. Astagaaa, serasa serangan jantung mendadak. Bagaimana tidak mengalami heart attack dengan begoknya aku sampai tak menyadari kehadiran pimpinan. Kutarik nafas dalam, memejamkan mataku guna menetralkan jantungku. Kuikuti susunan acaranya secara teliti agar tak membuat kesalahan lagi. Kudengarkan pimpinan baru sedang memperkenalkan dirinya kemudian dilanjutkan dengan persentasi divisi Marketing dan Humas. "Baik dari divisi marketing secara langsung berfungsi mengikuti divisi Humas juga sudah menyampaikan apakah ada yang perlu dipertanyakan pak Rei." "Cukup."jawabnya singkat. Kulihat beliau bahkan tidak memperhatikan mereka yang persentasi. "Lanjut dari divisi Keuangan, karena Ketua dan PJ nya sedang berhalangan jadi digantikan oleh staff, jadi saya mohon kerja samanya."ucap mas Hanif, Semua pasti tahu bahkan ini semua bukanlan tanggung jawabku, namun apapun yang terjadi aku tetap berusaha bertanggung jawab pada persentasi ini. Setelah mas Hanif mempersilahkan, aku langsung berdiri dan menyampaikan persentasiku. Saat aku memperkenalkan diriku, pimpinan reflek menengadah mendongak melihat kearahku, bahkan yang tadinya divisi marketing berbicara panjang lebar pun tak ia gubris. Saat pandangan kami bertemu, entah ada apa dengan jantungku yang tiba-tiba terasa nyeri. Kusadarkan diriku dan melanjutkan pekerjaanku. Sampai terakhir aku menyampaikan slide materi persentasi, pimpinan itu tetap memperhatikan ku. Ahh aku jadi tidak enak hati, salah tingkah sendiri. Kucoba untuk bertindak profesional. "Cukup, pak Rei ada pertanyaan atau sanggahan."tanya pak Hanif kepada pimpinan. "Bagaimana kesiapan dilapangan untuk pembangunan dekat kantor kepala daerah, apa sudah ada persiapan dari keuangan, jika sudah ada lalu sudah berapa persen kesiapannya."tanyanya Dammm.. orang ini sengaja mengerjaiku ternyata, bahkan materi sudah kusampaikan belum ada 5 menit dia sudah bertanya. "Terima kasih pimpinan sudah bersedia memperhatikan dengan seksama." kataku dengan sedikit penekanan, bahkan kulihat mas Hanif mengulum senyumnya. Kulihat pimpinan terhenyak, rupanya dia tidak menyadari jika pertanyaannya sudah kusampaikan di slide terakhir. "Jadi seperti di slide terakhir saya sudah jelas perincian dana bahkan persentase tingkat persiapan kami di lapangan, namun saya tidak tahu pasti kejelasannya pimpinan, karena saya tidak berwenang menyampaikan yang lebih dari kapasitas saya.terima kasih."lanjutku sedikit tegas tak terbantahkan. Bahkan aku tidak menampilkan raut ketegangan sedikitpun, aku mencoba untuk terlihat santai. "Bagaimana pak Rei ada yang masih diragukan."tanya mas Hanif. Beruntung pimpinan tidak mengajukan pertanyaan sehingga dilanjutkan sesi berikutya. Setelah 2 jam berlalu persentasi per divisi akhirnya selesai, aku bergegas menuju ke ruangan ku karena aku sudha ada janji dengan Dina untuk Maksi. Namun sebelumnya aku berpamitan kepada mas Hanif, karena kulihat dia masih belum beranjak dari tempatnya. "Ehhm pak Hanif saya duluan, waktu makan siang tinggal 20 menit lagi." "Iyaa silahkan, makasih yah." katanya bahkan aku sempat menunduk hormat kepada pimpinan tanpa bersuara. Kurasakan getaran disaku celanaku, Dina menelephonku ternyata. "Ya Din, kenapa.??"tanyaku. "Kamu gak usah ke kantin udah aku belikan aku tunggu di mejamu, kita makan di kubik mu aja okee." "Hemm, baiklah otewe." Kututup sambungan dan berlari menuju ruanganku. Perlu kalian ketahui Mas Hanif adalah tetangga ku, kebetulan rumahnya dekat dengan tempat kosku. Dia sudah berkeluarga memiliki anak 2, bahkan dia dan istrinya sudah menganggapku dan Dina seperti adiknya. * * POV REI Alasan pertama gue kerja dan dilantik menjadi CEO di kantor cabang Surabaya, merupakan salah satu alasan agar gue bisa jauh dari Vania Mantan Pacarku. Gue ngerasa semakin kesini dia semakin menggila, bahkan dia tidak ingat pernah berselingkuh dariku, karena kesibukan gue yang padat. Yang gue rasakan padanya saat ini hanya muak, namun hanya karena ibunya yang merupakan teman mama gue, dia jadi seenaknya mempermainkan gue. Hari ini persentasi dari tiap divisi dikantor, tujuannya agar gue cepat beradaptasi dengan lingkungan di cabang ini. Sebenarnya gue sudah cukup mempelajari masalah dikantor cabang Surabaya sejak masih di Jakarta. Saat masuk keruang pertemuan gue memperhatikan semua staff berdiri menunduk padaku, namun tidak pada satu orang. Seorang gadis dengan rambut terjalin yang sedang fokus pada laptopnya, bahkan tidak pernah ada didalam kamus gue sedikitpun ada yang mampu menolak kehadiran gue, tapi lain dengan gadis ini. Gue bahkan gak bisa berhenti memikirkan alasan gadis itu tak menyadari kehadiran gue. 2 pemateri lolos, gue gak konsentrasi banget. Begitu kudengar gadis itu bersuara, disetiap kata perkatanya membangkitkan saraf simpatik di jantung gue, serasa jantung gue berdetak lebih cepat. Terlintas niatan untuk membuatnya semakin lama diposisinya, kulontarkan pertanyaan yang bahkan gue sudah dengar langsung dari bibir peachnya. "Loe ngapain gak konsen Bos, materi udah dijabarin malah ditanyakan lagi, kan ketahuan kalau loe gak fokus ke persentasi."tanya Hanif sekertaris gue., Hanif merupakan kerabat dari Om Rizal, dia sudah menjadi kepercayaan kita semenjak kantor ini dibuka. "Enggak tau gue, lagi banyak pikiran aja."jawab gue ngawur. "Hemm, anak TK aja juga tau kalau elo klepek-klepek kan sama pesonanya Alintha."ceplos Hanif. "Klepek-klepek apaan sih, mana ada." "Tuhh bacot gak singkron sama irama jantung lho begok."jawab nya. Q menghendikan bahu acuh, mencoba mengalihkan perkataannya. Mungkin iya sebenarnya Alintha lah yang membuat gue jadi gak fokus, bahkan dengan Vania pun gue gak pernah merasakan getaran di jantung gue. Ohh good apa ini yang namanya cinta, atau mungkin memang gue punya kelainan di jantung gue. Ahh rasanya gue perlu berobat untuk memastikannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN