05. Saya Bisa Buat Kamu Hamil

758 Kata
Setelah pembicaraan di kamar tadi, Mawar memutuskan untuk keluar dan duduk di sofa ruang tamu yang asing di rumah Dimas sendiri. Ia kemudian merenungi banyak hal yang telah terjadi hari ini. Terutama soal usulan Mama Intan. Sepulang dari rumah kedua orang tua Dimas, Mawar merasa terus tidak enak hati. Ia menangis diam-diam. Entah mungkin Dimas sendiri menyadari hanya saja lelaki itu memilih diam dan memberi ruang untuknya. Dan benar, mereka berdua memang harus segera bercerai, apapun yang terjadi. Pernikahan ini diawali dengan hal yang tidak baik dan mungkin akan berakhir dengan hal yang sama. Sesaat, Mawar meneliti ponselnya yang berdenting satu kali, ada pesan SMS yang masuk dari nomor yang tidak dikenal. Mawar tadinya tidak menanggapi, namun melihat sesaat sebaris kata yang berisi, "Mawar, maaf untuk semuanya." Mawar pun langsung membeku. Untuk beberapa detik, jantung Mawar seolah berhenti berdetak. Tangannya yang kecil gemetar kala meraih ponsel yang tersimpan di meja. Benarkah itu Reksa? Sebulir air mata jatuh dan pecah di pipi Mawar. Ia mencoba cepat menghubungi nomor tersebut via telepon namun, sudah tidak aktif. Ia pupus harapan. ^^^^^^^^^ Seorang laki-laki duduk putus asa di tengah gelapnya ruangan yang hanya disinari oleh layar ponsel yang menyala, memperlihatkan bagaimana chat yang beberapa menit lalu ia kirim kepada wanita yang sudah ia khianati dan sakiti. Mawar. Entah bagaimana keadaan Mawar saat ini, yang jelas, Reksa tahu, bahwa wanita itu sudah pasti merasa hancur atas segala yang telah ia lakukan. Tadinya, Reksa ingin menahan untuk tidak menghubungi Mawar. Tapi keinginan di dalam batinnya untuk meminta maaf kepada wanita itu, sungguh tak bisa ia bendung lagi. "Maaf, Mawar." Entah berapa ribu kali Reksa mengucapkan hal ini sejak tadi. Sejak ia pergi meninggalkan hotel di tengah malam untuk mengejar penerbangan ke luar kota. Rencananya esok, Reksa akan pergi lebih jauh meninggalkan Indonesia tanpa jejak. "Maaf Mawar." Reksa bertekuk lutut penuh penyesalan di depan sofa, lelaki itu menekan kepalanya dalam-dalam, meresapi penyesalan. Seharusnya jujur lebih awal tentang penyakit yang kini ia derita adalah hal terbaik bagi hubungannya dengan Mawar. ^^^^^^^^^^ Dimas kembali mendapati Mawar menangis, entah keberapa kali hari ini. Wanita itu meringkuk di atas sofa, berungkali nampak menelepon seseorang sembari memohon-mohon agar panggilannya diangkat meski nihil. Padahal niatnya, Dimas ingin membawa Mawar untuk makan malam. Sejak tadi, wanita itu belum mengisi perutnya sama sekali. Dimas sudah bisa menebak. "Udah." Dimas merebut ponsel dari tangan Mawar. "Kembaliin Mas!" "Ayo kita makan." "Kembaliin ponsel aku!" Dimas menjauhkan tubuh Mawar dan mengangkat ponsel di tangannya tinggi-tinggi sebelum sesaat kemudian, ia berkata tegas, "Siapa yang kamu telepon? Reksa?" "Itu bukan urusan kamu Mas!" "Itu urusan Mas, Mawar. Mas sekarang suami kamu, yang berhak atas kamu, mau enggak mau, kamu harus menerima itu." Pernikahan tetaplah pernikahan, kini Dimas yang berhak atas Mawar. Apapun itu keadaanya, sebagai suami, Dimas boleh mengarahkan dan melarang Mawar untuk berbuat sesuatu. "Kamu harus menghormati Mas dan hubungan pernikahan kita." "Aku enggak mau menikah dengan Mas Dimas. Aku udah menolak." "Seharusnya kamu berterimakasih kepada Mas, Mawar. Mas yang udah menyelamatkan harga diri kamu dan keluargamu. Mas bahkan tetap memilih kamu di saat Mama meminta kita buat pisah." "Mawar enggak minta Mas untuk melakukan hal itu." "Memang! Tapi setidaknya kamu tahu cara berterimakasih pada orang yang telah menolong kamu." Mawar memejamkan mata, rasanya kesal sekali harus berurusan dengan Dimas. "Bisa enggak Mas kamu jangan memperibet masalah ini?" Pada malam pertama yang harus mereka lalui dengan bahagia, Dimas dan Mawar malah bertengkar pada satu sama lain. "Apa tujuan kamu membantu aku? Murni? Atau ada niat yang lain?" Dengan matanya yang basah dan merah, Mawar mencoba menebarkan tekanan pada Dimas dengan pertanyaan yang sangat memancing, "Atau Mas cuma ingin membuktikan sesuatu kepada Mbak Lily? Mas belum bisa lepas kan dari Mbak Lily?" "Jangan sebut p*****r itu di rumah ini!' "p*****r?!" Mawar tak suka mendengar kakaknya direndahkan, entah apa yang membuat Dimas dan Lily berpisah, tapi mendengar kekasaran Dimas sekarang, Mawar tak menyukainya. "Jaga omongan kamu ya Mas. Bukannya kamu yang enggak bisa menjadi suami yang baik bagi Mbak Lily sampai dia memutuskan pisah sama kamu? Enggak akan ada asap kalau enggak ada api, Mas. Pada nyatanya, kamu memang suami yang gak baik, yang enggak bisa kasih Mbak Lily keturunan kan?" Dimas tersentak kaget mendengar ucapan Mawar yang amat sangat menyinggungnya barusan. Dadanya panas, terpantik amarah dari tuduhan tanpa bukti yang Mawar katakan. "Kamu mau bukti? Saya bisa membuat kamu hamil dua bulan ke depan. Ayo layani saya, saya memaksa. Seperti apa yang kamu bilang, saya ini bukan suami yang baik, bukan laki-laki yang baik, yang bisa saya tepis dari tuduhan kamu, hanya masalah menghamili. Buka baju kamu, Mawar."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN