Home Visit

1800 Kata
    Laurent dan Devon turun dari taksi dengan perasaan tak yakin. Laurent melihat lagi alamat yang terpampang di atas secarik kertas yang ia genggam. Sepertinya memang benar bahwa rumah megah yang ada di hadapannya ini adalah rumah Keanu.     Meski begitu perasaannya tetap belum yakin untuk masuk. Ia dan Devon kini sedang fokus memperhatikan pagar besi menjulang dihadapan mereka. Kemudian mereka saling berpandangan.     Devon segera menurunkan maskernya. "Bener ini rumahnya, Mas?" tanyanya.     “Kayaknya,” jawab Laurent sekenanya.     Devon terlihat takjub menatap kemegahan rumah di hadapannya. “Aku nggak nyangka ternyata tukang kabur itu anak orang kaya. Rumahnya mirip kastil mewah Lex Luthor.”     Laurent mencebik. “Lebay.” Laurent meledek hanya untuk membuat dirinya sendiri tenang dan menjadi yakin untuk masuk. “Masuk, yuk,” ajaknya kemudian.     Laurent menekan tombol kecil di sebelah pagar besi. Ukurannya sungguh kontras dengan ukuran pagar.     Tak lama kemudian pintu gerbang terbuka. Seorang security bule menyambut kedatangan mereka. “Siapa?” tanyanya karena meraa asing dengan dua tamu yang datang.     “P-permi … uhm … I mean … I mean … exusme, Sir. We’re here to meet Keanu.” Laurent bicara dengan bahasa Inggris ala kadarnya. Namun grammar-nya benar kok.     Mr. Andrew terkikik seketika. “Nggak perlu bicara bahasa Inggris. Saya lancar bahasa Indonesia kok. Bahkan bahasa Jawa juga lancar.”     Laurent pun tengsin. Ia harus rela ditertawai oleh dua orang sekaligus yaitu Mr. Andrew dan adik kandungnya sendiri, Devon.     “Kalau boleh saya tahu, kalian ini siapanya tuan muda Keanu?” tanya Mr. Andrew kemudian.     Laurent memasang senyum terbaiknya. “Sebelumnya perkenalkan. Nama saya Laurent. Saya adalah per- ….”     Belum juga Laurent selesai bicara, Devon sudah menyela. “Kami teman sekolahnya, Pak Bule.”     Netra Mr. Andrew memicing. Teman sekolah katanya? Setahu Mr. Andrew, Keanu tak pernah akrab dengan teman mana pun kecuali Yosa dan Romeo.     “Benar kalian teman sekolahnya?”     Laurent ketakutan luar biasa. Pun demikian Devon. Tapi Devon sedang berpikir keras, berusaha mencari alibi lain untuk meyakinkan Mr. Andrew.     “Iya, Pak. Kami teman sekolahnya. Kami anak dimintai tolong guru BK untuk mencari tahu tentang Keanu. Karena akhir-akhir ini Keanu terlibat dalam beberapa masalah.” Kebohongan meluncur lancar dari mulut Devon.     Bahkan Laurent sampai heran. Bisa-bisanya Devon berbohong. Apa tujuannya?     Mr. Andrew terlihat masih ragu. Namun kini ia tengah berbicara pada seseorang via walky talky. “Bilang ke Tuan Muda, ada dua orang temennya di depan.”   ***       Keanu bertanya-tanya siapa gerangan teman yang mencarinya malam-malam begini. Mr. Andrew tak mengenali mereka. Berarti sudah jelas keduanya bukan Yosa dan Romeo. Lalu siapa?     Keanu sebenarnya tak ingin bertemu dengan siapa pun mereka. Tapi di lain sisi ia juga penasaran dengan dua orang teman yang rela datang hanya karena dimintai tolong guru BK.   ***       "Kata Tuan Muda kalian boleh masuk. Mari ikut saya!" Mr. Andrew berjalan duluan. Sementara Devon dan Laurent mengekor di belakangnya.     "Wah … nggak nyang beliau bakal percaya kalau kita temen sekolahnya Keanu, Dev.” Laurent terlihat benar-benar takjub.     Tersirat kebanggaan di wajahnya. Ini berarti ia awet muda, kan, sehingga si security bule percaya begitu saja?     Devon mengangguk. “Aku juga nggak nyangka, Mas. Seharusnya mereka nggak percaya … karena ada Mas. Mana mungkin muka-muka kayak Mas masih SMA.” Devon tertawa meledek.     “Kamu barusan ngatain Mas tua, Dev?” Laurent terlihat jengkel sekaligus sedih.     “Silakan.” Mr. Andrew mempersilakan Laurent dan Devon masuk ke rumah.     Beberapa asisten dan security lain berdiri berjajar di depan pintu masuk. Benar-benar tak bisa dipercaya.     Kikuk rasanya Laurent dan Devon. Minder tentu saja. Bahkan rumah megah mereka yang dulu—saat Ayah dan Ibu masih ada—tak semegah ini. Benar-benar tak bisa dibandingkan.     Orang-orang itu menuntun Laurent dan Keanu menuju ke lantai dua.     “Kalian?” Keanu yang sedang menuruni tangga terlihat amat terkejut begitu tahu bahwa mereka berdualah yang datang.     Tanpa ba bi bu, Keanu segera menyeret dua orang itu untuk ikut ia ke atas menuju kamarnya. Laurent dan Devon agak kaget menerima perlakuan seperti ini dari Keanu.     Tapi mereka hanya bisa pasrah. Keanu mengerahkan semua tenaganya untuk menyeret mereka ke atas. Ia harus membawa dua makhluk itu ke tempat yang sepi atau semuanya akan terbongkar.   ***       "Mau apa kalian ke sini?" Itulah yang meluncur dari bibir Keanu pertama kali ketika mereka bertiga sampai di kamarnya.     Devon bingung harus menjawab apa, ia menatap Laurent untuk meminta petunjuk.     "Begini, K. Aku dapet perintah dari rumah sakit buat nemuin kamu. Kamu kan dijadwalkan rawat inap paling nggak seminggu. Tapi baru dua hari kamu udah pergi. Masih ada empat hari lagi termasuk hari ini sampai jadwal kamu rilis. Jadi kamu masih lah tanggung jawab kami.” Laurent menjelaskan dengan sepelan dan segamblang mungkin.     “Mas Laurent, aku kan udah pergi. Berarti ya udah, habis perkara. Toh aku nggak ada tunggakan apa-apa.” Keanu tak terima.     “Nggak bisa gitu, K. Apalagi aku adalah perawat yang bertanggungjawab untuk nanganin kemu kamu. Jadi akulah yang kena damprat karena kamu kabur.”     “Mas Laurent yang kena damprat, kenapa aku harus ikutan repot?” Keanu tak mau mengerti akan posisi dan kondisi Laurent sama sekali.     Devon hampir terpancing emosi karena sikap tak sopan Keanu pada kakaknya. Syukurlah Laurent mampu menghentikan aksi Devon yang hendak menarik kerah baju Keanu.     “Udah … udah ….” Laurent berusaha menenangkan. “Jangan emosi, Dev!” Laurent terlihat kewalahan. “Uhm … K, sebaiknya kita duduk dulu. Biar kita bisa ngobrol dengan leluasa dan lebih nyaman.”     Devon yang tadinya emosi, mendadak tertawa karena sikap kakaknya. Nyeleneh sekali. Bisa-bisanya ia mengambil keputusan sendiri di dalam rumah orang. Harusnya Keanu yang mempersilakan mereka duduk. Eh, malah kakaknya menyarankan hal itu pada sang tuan rumah.     Laurent sendiri juga menyadari kesahalannya, ia sadar posisinya sebagai tamu, tapi ia bingung bagaimana harus menjelaskan. Semua kata-kata yang sudah disiapkannya tadi hilang entah ke mana. Konsentrasinya buyar bin ambyar.     Sementara Keanu menganggap bahwa ucapan Laurent adalah sebuah kode keras, makanya ia segera mempersilakan mereka duduk setelahnya.     Ia menuntun Laurent dan Devon menuju set sofa mahal nan mewah yang terletak di mini living room kamar ini. Devon tidak salah menganggap rumah ini begitu mewah bak kerajaan, dan Keanu sebagai putra mahkotanya.     “Kamu serius nggak mau jalanin perawatan intensif, K?” Laurent melanjutkan usahanya.     Raut Keanu melembut. “Uhm … sebenernya aku ….” Kata-kata Keanu terhenti. Disertai dengan perubahan air mukanya. “Nggak, Mas. Aku nggak niat jalanain perawatan intensif sejak awal. Aku mau rawat jalan aja.”     Laurent terpukul mendengar jawaban Keanu. “Well, itu hak kamu untuk menentukan jalan hidup kamu sendiri, K. Tapi setidaknya kamu harus tetap jalanin kemo.”     Raut Keanu kembali berubah. Kali ini anak itu terlihat resah dan gelisah. “Jujur, Mas. Aku sebenernya takut.”     Hati Laurent mencelos mendengar jawaban Keanu. Pun demikian Devon. Ia jadi menyesal karena sempat emosi pada Keanu tadi.     Keanu melanjutkan. “Lagian efek dari kemo itu mengerikan. Selain efek yang sakit-sakit, kemo juga bikin rambut aku rontok. Ia kalau rontoknya dikit. Kalau sampai nyaris botak, orang-orang pasti bakal bertanya-tanya. Aku nggak mau semua orang tahu kalau aku sakit.”     “Tapi kenapa, K? Bukankah kamu emang sakit? Justru bagus jika banyak orang tahu. Itu artinya semakin banyak orang yang dukung kamu.”     “Aku cuman … nggak siap mungkin. Semuanya mendadak banget. Tiba-tiba aku sakit kanker. Kayak … lo bercanda, ya? Tapi emang gitu kenyataannya. Tapi di lain sisi proses mengobatan yang panjang bikin aku ngerasa nggak sanggup sejak awal.”     Laurent mengerti dengan maksud Keanu. Ia paham bagaimana perasaan anak itu. Namun di lain sisi ia juga ingin yang terbaik untuk Keanu. “Tapi perawatan itu penting, K. Jika dilakukan sekarang, kesempatan sembuh kamu akan semakin besar.”     “Aku ngerti … tapi ….”     “Tapi apa lagi?”     Keanu menatap Laurent. Lelaki ini kelihatan tulus baik padanya. Keanu harus mengakui bahwa ia terkesan dengan kebaikan Laurent. Dan itu jugalah yang membuatnya tak sanggup untuk menolak permintaannya lagi. "Aku akan melakukannya kalau aku sudah siap, Mas."     "Kapan kamu siap?"     Keanu menggeleng. "Belum tahu.”     "K, masih perlu banyak pemeriksaan lebih untuk kamu. Siapa tahu tumor itu masih bisa dioperasi. Bila masih bisa, kau bisa segera sembuh. Kamu nggak akan menjalani kemo dalam kurun waktu lama, sehingga rambut kamu juga nggak akan sampai rontok nyaris botak."     Keanu memikirkan kata-kata Laurent. Semuanya sungguh benar. Tapi ia terlalu takut. Hingga ia menyadari sesuatu. “Sorry harus bilang ini. Mas Laurent bodoh banget. Kalau aku dioperasi, aku akan tetap botak karena kepalaku akan dibedah.”     Laurent merutuki kebodohannya. Ia tak pernah tahu bahwa Keanu akan berpikir sejauh itu dalam keadaan terdesak seperti ini. Laurent sudah gagal mengkonfrontasinya.     Kesannya jahat karena ia menjebak Keanu untuk bisa luluh dengan memanfaatkan suasana. Tapi sekali lagi ia melalukan ini semua demi kebaikan Keanu sendiri. Laurent mau Keanu sembuh dan terbebas dari rasa sakitnya.     Keanu sendiri sedang berperang dengan dirinya sendiri. Antara mau menerima dan melaksanakan apa yang Laurent katakan, atau tetap pada pendiriannya.     Lagipula apabila ia sampai operasi betulan, bukankah harus ada persetujuan dari orangtua? Keanu tidak akan pernah bisa meminta izin itu. Bahkan ia seperti tak mengenal orangtuanya sendiri.     "Orangtuamu di mana, K? Aku pengin ngobrol sama mereka," ucap Laurent.     Keanu terlihat panik. Antara terkejut dan takut. Apa Laurent bisa membaca pikirannya? Lama-lama orang ini menyeramkan juga. "Mereka ... tidak ada."     "Ke mana?"     "Mereka nggak pernah ada."     Laurent bingung menangkap maksud perkataan Keanu. Ia menatap Devon, siapa tahu Devon paham. Ternyata Devon malah mengangkat bahunya.     Ia juga tidak tahu. Keanu memang pernah mengatakan bahwa ia tidak punya orang tua. Tapi untuk cerita detailnya ia sama sekali tidak tahu.     "Mereka jarang sekali pulang. Bahkan dihubungi pun sulit. Aku udah lama hidup sendiri," jawab Keanu.     Laurent dan Devon terdiam mengerti. Jadi begitu maksud Keanu. Orang tuanya terlalu sibuk. Laurent menatap sorot mata Keanu. Tidak ada yang menyangka bahwa Keanu adalah orang yang kesepian.     "Besok aku akan ke rumah sakit," lanjut Keanu.     Mata Laurent berbinar senang. "Oh ya?"     “Ya. Tapi aku nggak mau rawat inap. Aku cuma mau check up."     “Nggak apa-apa. Setidaknya kau mau memperhatikan keadaanmu. Di luar sana, banyak sekali penderita kanker yang ingin bertahan dan berobat, tapi tidak ada biaya, K. Aku rasa kamu lebih dari mampu untuk membiayai pengobatanmu. Jadi kusarankan agar kau memanfaatkan apa yang kamu punya."     Keanu tersenyum getir. Mendengar nasihat Laurent, Keanu merasa dinasihati oleh kakaknya sendiri. Memang ia tidak pernah punya kakak kandung. Tapi entahlah.     Kata-kata Laurent berhasil membuatnya berpikir dengan jernih. Keanu sepertinya bisa mempercayai orang ini. Meskipun Mereka baru saja saling mengenal.     Dan Keanu baru menyadari sesuatu. Laurent bukannya seorang perawat? Dan Devon … anak itu pasien, kan? Tapi kenapa mereka bisa datang ke sini bersama?     "Kamu ... aku udah bilang buat tutup mulut, kan?"  Keanu menunjuk Devon.     "Aku udah jalanin perintah kamu. Aku bilang nggak tahu saat mereka tanya kamu pergi ke mana. Mereka nyimpulin sendiri kalau kamu pulang ke rumahmu.” Devon menjawab apa adanya.     “Terus kenapa kamu ikut ke sini?”     "Emangnya kenapa? Apa nggak boleh aku ikut kakakku sendiri?"     Keanu mengernyit bingung. “Kakak?”     "Mas Laurent itu kakak aku.”     Keanu menatap Laurent penuh tanya. Laurent segera mengangguk untuk memberi Keanu kepastian.     Keanu kembali tersenyum getir. Pikirannya berputar lagi.     Meskipun Devon tidak punya orangtua, tapi setidaknya ia punya seorang kakak yang sangat menyayanginya. Sedangkan Keanu?     Ia punya orangtua. Dan jelas-jelas kedua orang tuanya masih hidup dan sehat-sehat saja. Tapi mereka tidak pernah ada untuk Keanu.   *** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN