Ameliya kaget bhkan main. Baru saja dia ingin membuka pintu saat bel pintu berulang kali berbunyi, dia dikagetkan dengan suara tangisan Zenia yang menangis di kamar. Ameliya berlari menuju kamar, meninggalkan pintu yang belum sempat dia buka.
Zenia terjatuh, itulah yang terlihat di kedua mata Ameliya. Ada Zyo di sana, berusaha menenangkan sang adik yang menangis duduk di lantai. Ameliya mendekatinya, mengangkat Zenia dan menggendongnya, berusaha menenangkannya.
"Adek kenapa, Bang?" tanya Ameliya sembari melihat ke Zyo sesaat yang berdiri dengan ekspresi wajah menyesal.
"Adek jatuh, Mi, tadi Zyo ke kamar mandi mau pipis, terus adek jatuh." Zyo menundukkan kepala, takut dimarahi Ameliya yang masih berusaha mwnenangkan Zenia yang masih belum bisa berhenti menangis.
"Kenapa gak tunggu mami dulu, kan udah mami bilang, mami buka pintu sebentar," ujar Ameliya sedikit meninggikan nada suaranya. "Apa yang sakit, Nak, yang mana yang sakit?" tanyanya kw anak usia dua tahun yang masih saja menangis.
"Maafin abang, Mi. Abang salah," mohon Zyo sembari meneteskan air mata. Ameliya melihatnya sesaat, lantas menghela napas panjang lantas duduk di tepi tempat tidur.
"Sekarang juga kamu masuk ke kamar, jangan ke luar sebelum mami minta ke luar!" perintah Ameliya yang langsung dituruti Zyo dengan langkah berat.
Sejujurnya dia masih ingin berada di dekat Zenia, mencoba menenangkannya yang masih saja menangis. Ameliya berusaha sekuat tenaga menenangkannya, mencoba mencari luka yang kemungkinan ada di kepala atau bagian tubuh Zenia lainnya, lantas meraih handphone di atas tempat tidur. Namun niatnya menghubungi Dimas urung, saat dia mengingat seseorang masih menantinya di pintu depan. Sembari mwnggendong Zenia, Ameliya melangkah ke luar kamar dan kembali ke pintu depan.
Ameliya membuka pintu, dan terlihat Sumi berdiri dengan ekspresi wajah khawatir saat mendengar tangisan dan teriakan dari dalam. Dia ingin menerobos masuk saat suara itu teedengar silih berganti, namun sayangnya pintu masih terkunci dan mustahil rasanya dia menerobos dengan mendobrak pintu rumah majikannua sendiri.
"Ada apa, Mbak?" tanya Sumi sembari mengusap kepala Zenia yang masih terisak, walau tidak sekuat sebelumnya.
"Zenia terjatuh dari tempat tidur, padahal baru ditinggal sebentar sama Zyo buat buka pintu," ucap Ameliya sedikit ada ekspresi wajah kesal yang membuat Sumi menghela napas pelan.
"Zyo mana, Mbak?" tanya Sumi yang sebenarnya lebih khawatir dengan Zyo dibandingkan Zenia yang terlihat baik-baik saja. Suara bentakan Ameliya tadi pasti membuat Zyo terluka dan kaget bukan main, mengingat sejak dulu, Ameliya sama sekali tidak pernah membentaknnya, apa lagi sekedar memarahinya.
"Aku minta masuk ke kamar, Mbok."
"Dia sudah makan siang?" tanya Sumi yang langsung membuat Ameliya tersadar, bahwa Zyo belum makan siang karena dia minta untuk menjaga Zenia sebentar. Ameliya pun sempat melihat sekilas nasi dan ayam goreng Zyo di atas meja kamarnya yang masih belum tersentuh. Seingatnya, Zyo sengaja meletakkan piring itu di lantai agar bisa makan, karena Zyo paling suka makan dengan duduk santai di lantai dari pada harus duduk di kursi makan. Namun yang dia lihat, piring itu malah di atas meja komputer Dimas. Padahal Ameliya sendiri tidak pernah meletakkannya di sana.
"Mbak, apa Zyo sudah makan?" tanya Sumi lagi yang langsung dijawab Ameliya dengan gelengan kepala. "Boleh saya lihat Zyo sebentar? Siapa tau dia lapar."
Ameliya menganggukkan kepala. Sumi yang baru saja melewatinya, kembali menghentikan langkahnya saat Ameliya memanggilnya.
"Piring makan siangnya ada di kamar saya, Mbok, ambil saja dulu baru ke kamarnya."
Sumi menganggukkan kepala. Beralih menuju kamar Ameliya yang terletak di ruang TV, tepatnya di sisi kanan TV. Sementara kamar Zyo terletak di sisi kirinya. Ameliya menimang Zenia yang kini sudah terdiam. Ada rasa penyesalan di hatinya mengingat bentakkannya pada Zyo tadi. Ekspresi wajah Zyo tampak sangat ketakutan, dan hal itu membuat Ameliya merasa sedih bukan main.
Ameliya melihat ke Sumi yang baru saja ke luar dari kamarnya dan melangkah menuju kamar Zyo yang tertutup. Sumi mengetuk pintunya sesaat, lantas membukanya tanpa menanti Zyo mengizinkanya. Terdengar suara Sumi mengapmya Zyo. Bahkan Sumi terdengar mencoba mendiamkan Zyo yang menangis. Ameliya melangkah mendekat, dan mwngintip ke dalam dari luar pintu yang sengaja tidak di tutup Sumi.
"Sudah, jangan menangis. Kan sudah ada Nek Sumi di sini." Sumi mengangkat tubuh Zyo dan memangkunya di pangkuannya. "Coba cerita yang sebenarnya, kenapa Adek Zenia bisa jatuh dari tempat tidur."
Zyo menatap Sumi yang tampak tulus tersenyum padanya. Ada ketakutan di wajahnya yang berhasil ditangkap Sumi. Bahkan ada sesuatu yang membuat Sumi yakin, bahwa Zyo merahasiakan sesuatu darinya dan juga Ameliya. Sumi berusaha tetap tenang, mengusap kepala Zyo agar Zyo merasa aman dan nyaman dengannya.
"Ayo, cerita sama Nek Sum, ada apa sebenarnya," pinta Sumi lagi.
"Nek Sum janji gak bakalan cerita sama siapa-siapa, terutama Mami?" tanya Zyo yang jelas membuat Ameliya kaget bukan main.
"Nek Sum janji," ucap Sumi sembari mengaitkan kelingkingnya di kelingking Zyo yang terangkay ke arah nya. Ajaran Aden dan Nina begitu melekat di dirinya, hingga membuatnya turut melakukan hal itu setiap kali berjanj.
Zyo menghapus air matanya, "Sebenarnya Zyo belum pipis, Nek," ucap Zyo. "Zyo memang pengen pipis, tapi Zyo belum pipis karena takut ninggalin Adek Zenia."
"Jadi, selama Mami ke luar dari kamar mau buka pintu, Zyo di kamar sama Adek Zenia?" Zyo menganggukkan kepala. "Jadi kenapa Adek Zenia bisa jatuh kalau Zyo di kamar?"
"Adek Zenia mau turun pas Mami pergi, karena takut Adek Zenia mainin nasi Zyo kayak biasa, dan bisa buat Mami marah karena berantakan dan kotor, jadi Zyo angkat piringnya ke atas meja dulu baru nurunin Adek, tapi rupanya Adek gak sabar, dan malah langsung turun. Zyo gak sempat dekatin Adek." Zyo kembali meneteskan air mata.
Ameliya terdiam mendengarnya. Sedangkan Sumi menatap Zyo yang kembali menangis walau tanpa suara isakan.
"Jadi kenapa Zyo gak jujur sama Mami?" tanya Sumi lagi.
Zyo menggelengkan kepala, "Zyo takut Mami marah karena lebih milih angkat piring dari pada nurunin Adek Zenia. Lagian, Zyo gak mau Adek dimarahin Mami karena langsunh turun."
Ameliya meneteskan air mata mendengarnya. Dia tidak menyangka Zyo bisa berpikir seperti itu. Rasanya, mustahil jika Zyo bisa langsung memikirkan hal itu demi menyelamatkan sang adik agar tidak dimarahi olehnya.
"Jadi Zyo sudah pipis?" tanya Sumi yang langsung tertunduk takut. Namun tiba-tiba, Zyo mengarahkan telunjuknya ke sudut kamar yang ternyata ada kain di lantai. Sumi langsung mengerti kalau Zyo ngompol sangkin tidak tahannya, dan dengan pintarnys berganti pakaian.
"Maaf, Nek Sum," ucapnya yang langsung membuat Sumi memeluknya haru.
"Gak apa-apa, nanti Nenek Sum bersihkan. Sekarang Zyo makan dulu yaa, Nak?" pinta Sumi yang langsung dijawab Zyo dengan gelengan kepala. "Kenapa, Nak?"
"Mami lagi hukum Zyo, Zyo gak boleh makan dulu kata Mami."
"Bukan gitu, Sayang, barusan Mami bilang sama Nek Sum kalau Zyo udah boleh makan kok. Kita makan sekarang ya?"
"Nenek gak bohong, kan?"
"Enggak, Sayang. Ayo nenek suapin."
Zyo menganggukkan kwpala membuka mulutnya dan membiarkan Sumi memasukkan suapan pertama setelah dirinya membaca doa makan bersama Sumu. ameliya menghapus air matanya, membawa Zenia kembali ke kamar dan langsung menghubungi Dimas.
"Dim, aku minta maaf, aku salah," ucap Ameliya sembari meneteskan air mata, sedangkan Zenia yang sudah dia letakkan di atas tempat tidur, menatapnya bingung.