"Pokoknya, Yura gak boleh ke mana-mana, sampai kapan pun, kamu akan tinggal sama kakak. Titik!"
Audy tampak marah bukan main. Yura yang malam itu sengaja mengajak Audy untuk bercerita membahas permintaan Yoko untuk tidak tinggal dengannya, berhasil membuat Audy marah bukan main. Yura menghela napas pelan. Dia tahu sifat sang kakak yang keras bukan main dan tidak bisa dibantah jika sudah mengambil keputusan. Namun apa yang dikatakan Yoko, sebenarnya tidak ada yang salah. Yura paham maksud dari permintaannya untuk tidak tinggal di rumah Audy. Yura juga sebenarnya takut terjadi fitnah, atau malah timbul masalah akibat keberadaannya.
Yura sendiri tidak bisa menjamin dirinya akan tetap berpihsk pada Audy atau malah melawannya suatu saat nanti. Walau pun saat ini Yura yakin dengan berada di pihak Audy, dan bukan lagi di pihak sang Mami, namun ke depanya bisa saja semua berubah total. Tidak ada yang bisa menjamin, apa lagi mengingat Melody dan Roszi bisa melakukan segala cara untuk bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan. Ancaman demi ancaman pasti akan mereka rencanakan untuk menjebak siapa pun. Termasuk anaknya sendiri yang tidak lain adalah Yura.
Audy yang semula mondar mandir di hadapan Yura yang memilih duduk di tempat tidur, akhirnya kelelahan. Duduk di tepi tempat tidur sembari menatap Yura kesal. Dia tidak menyangka, pembahasan tentang ini kembali dibuka ke permukaan oleh Yura. Padahal semuanya sudah jelas sebelum pernikahannya dan Rasya berlangsung, bahwa Yura akan tinggal bersamanya sampai kapan pun.
"Siapa yang meminta kamu buat pindah?" tanya Audy yang sempat membuat Yura kaget, namun dengan cepat Yura menggelengkan kepala.
"Gak ada siapapun, Kak, ini murni atas keinginan Yura sendiri," jawab Yura berbohong. "Lagian, kakak kan punya rumah dari Bang Adit yang gak ditempatin, kan? Dari pada dibiarkan kosong atau disewakan yang bisa aja rusak di tangan penyewa, bagusan aku yang tempatin. Lagian masih satu komplek juga, cuma beda blok aja, kan?"
Yura terus mencoba mengingatkan Audy tentang rumah dari Adit untuknya yang sudah dibalik namakan ke atas nama Audy. Semula memang, rumah pemberian Adit masih berbeda komplek dari tempat Adit tinggal. Namun, Adit yang takut kejadian dulu kembali terulang, saat Melody menjebaknya, ditambah lagi Adit takut ada yang melacak keberadaan Audy, alhasil Adit menjualnya kembali dan membeli satu rumah minimalis di blok berbeda di dalam perumahan elite yang sama dengan tempatnya dan Ameliya tinggal.
Audy menyipitkan matanya, seolah mencoba membaca raut wajah Yura yang masih dia percayai bahwa Yura berbohong padanya. Yura sendiri yang mengerti tatapan itu, langsung berpura-pura tetap tenang agar Audy tidak terus menjebaknya dengan pertanyaan yang sulit dia jawab.
"Benaran, gak ad ayang nyuruh, ngancan atau gak ada niat buruk di balik rencana kamu kali ini?" tuduh Audy yang tidak ingin terjebak ke sekian kalinya. Ucapan Yoko tentang berhati-hati terhadap Yura, masih membuatnya curiga pada Yura. Walau tidak sebesar dulu. Namun apa yang dia lakukan dulu, membuatnya tidak bisa mempercayai Yura seratus persen seperti dulu, sebelum kejadian itu terjadi.
"Kakak mencurigaiku lagi?" tanya Yura yang langsung membuat Audy mengubah ekspresinya. Dia tidak ingin menyinggung perasaan Yura tentang ketidakpercayaannya.
"Bukan gitu maksud kakak, aku cuma takut terjadi lagi, lagian bahaya juga kalau kamu tinggal sendirian."
"Apanya yang bahaya sih, Kak. Perumahan ini cukup ketat penjagaannya, apa lagi setelah kasus yang dulu sering menimpa Bang Adit dan keluarganya akibat perbuatan Alea. Jadi apa yang harus ditakutkan coba? Jangan berlebihan deh, Kak. Aku dulu udah terkekang sama suami pilihan papi dan Mami, sekarang aku mau bebas, kenapa malah kakak yang sekarang bersikap seperti mereka?"
Yura tampak kesal dengan sikap Audy yang baginya sangat berlebihan. Dia merasa, dirinya bukan anak kecil lagi yang harus dijaga sekuat tenaga. Usianya hampir menginjak 30 tahun, dan rasanya tak adil jika dia harus terkekang kembali seperti dulu. Saat pernikahan paksa yang dilakukan ketika usianya baru menginjak tiga belas tahun itu terjadi. Lima tahun dia menderita, dan rasanya tak adil jika sekarang Audy masih saja menganggapnya anak kecil yang tak bisa apa-apa.
"Kakak minta maaf," ucap Audy.
"Percaya sama aku, Kak, walau pun aku ingin bebas, tapi aku juga tau batasan. Aku bakalan terus datang ke rumah kakak sepulang kerja. Lagian cuma beda satu blok aja, gak jauh."
"Iya-iya, maaf ya," pinta Audy. "Soal biaya hidup kamu, nanti kakak kasih tiap bulan. Atau kalau kamu mau, kakak yang masakin kamu. Ada Mbok Arum di rumah, jadi bisa sekalian masakin kamu."
"Gak usah, Kak. Yura sudah kerja, jadi Yura bisa biayain hidup Yura sendiri. Kalau kakak tetap ngotot mau ngasih Yura uang, Yura akan anggap itu uang jajan aja, dan gak boleh banyak, secukupnya aja." Yura menggenggam tangan Audy sembari tersenyum. "Bantu aku untuk hidup mandiri, Kak. Aku capek di anggap anak kecil terus. Bisa kan, Kak?" pinta Yura yang langsung membuat Audy menyentuh pipi kanan Yura.
"Kakak baru sadar, kalau adik kakak udah besar sekarang, rasanya masih kecil terus," ledek Audy yang membuat Yura langsung memeluknya erat. "Tolong jaga kepercayaan kakak dan kami semua ya, Dek. Kalau ada apa-apa, langsung bilang ke kakak, walau pun kamu diancam sekali pun. Oke?"
"Oke, Kak, Yura janji."
Audy mempererat pelukannya yang membuat Yura merasa nyaman bukan main. ada rasa haru dan lega di hatinya karena kini, hidupnya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Dalam hatinya, Yura berjanji tidak akan mengecewakan Audy lagi apa pun yang akan dia hadapi ke depannya. Walau nyawa sekali pun.
"Kakak boleh tanya sesuatu?" tanya Audy sembari melepaskan pwlukannya, menatap Yura yang mengangguk pelan. "Apa kamu tidak berniat menikah lagi?"
Pertanyaan Audy sontak mendesirkan darah begitu hangat di tubuh Yura. Ada rasa trauma yang seketika bergelayut di hatinya kekerasan rumah tangga dan dipaksa menikah dengan lelaki beristri tiga membuat Yura belum mau lagi berpikir untuk kembali menikah. Dia masih takut, kejadian dulu kembali terulang.
"Yura masih takut, Kak," ucap. yura sembari menundukkan kepala. "Lagian, perceraian Yura dan dia belum terlalu lama, apa kata orang nanti.
"Lima tahun lalu kami bilang lama?" tanya Audy yang membuat Yura menundukkan kepala. "Dengarin kakak, gak semua lelaki sama. Masih banyak lelaki baik yang akan menjagamu lebih dari penjagaan yang kamu lakukan untuk dirimu sendiri, Dek. Jangan sampai kejadian masa lalu membuatmu tidak ingin menikah lagi."
Yura menghela napasnya. Audy benar, semua kejadian masa lalu tidak seharusnya jadi batu penghalang Yura menemukan kebahagiaan. Terkadang dia merasa iri bukan main melihat kebahagiaan Nisa, Audy dan juga Ameliya yang sudah mendapatkan pasangan terbaik. Namun, ingatan tentang masa lalu, membuat Yura kembali urung melangkah ke depan. Luka bekas kekerasan dalam rumah tangga seolah belum seutuhnya sembuh. Membekas begitu dalam hingga membuat Yura sulit menyembuhkannya.
"Iya, Kak, nanti Yura pikirkan lagi soal ini, udah ya, udah malam, Yura mau tidur, besok Yura mau nyiapin berkas untuk ngelamar kerja di kantor majalah Om Yoko. Gak apa kan?"
Audy mengangguk. Dia tahu Yura tidak ingin membahas hal itu. Audy memutuskan ke luar dari kamar Yura dan menutup pintu dari luar, meninggalkan Yura yang duduk diam dengan ekspresi sedih di atas tempat tidurnya.