Zyo memainkan mobl-mobilanya sendirian. Sumi yang sedang memasak makan malam, sesaat menoleh ke tempat bermain yang terletak di depan dapurnya, tepatnya di samping meja makan. Sumi tersenyum, lantas kembali menggoreng ayam pesanan Ameliya yang memang sengaja dipilihkan Ameliya untuk Zyo.
Zyo memang penyuka ayam, lebih tepatnya ayam goreng dan ayam tepung crispy. Tanpa sambal dan menu lainnya, bahkan Zyo bisa melahap habis makananya. Namun meski pun begitu, Ameliya tidak membiasakan anak-anaknya makan tanpa sayur. Ameliya selalu menyiapkan menu sayur dan buah-buahan di setiap waktu makan tiba. seperti saat ini, Sumi juga mempersiapkan sop sayur untuk Zyo dan Dimas, yang akan melakukan makan malam berdua malam ini. Sedangkan Ameliya dan Zenia sudah berjanji untuk makan malam di rumah Nisa. Sembari membantu Audy mengemas barang-barang untuk kepindagannya lusa.
Sesaat Zyo menghentikan permainannya. Dia tampak jenuh bermain sendiri tanpa Zenia di dekatnya. Walau terkadang Zenia lebih sering mengacak-acak mainannya, dan membanting nya ke sana ke mari, namun tanpa Zenia, Zyo merasa tidak mempunyai teman bermain.
Zyo mwnghela napas panjang, melangkah mendekati Sumi dan bersandar di lemari pendingin yang terletak di sudut dapur dengan bibir cemberut.
"Nek Sum," panggilnya yang jelas saja menbuat Sumi langsung menoleh.
"Lho, Zyo kok di sini? Kenapa berhenti mainnya, Nak?" tanya Sumi sembari membalikkan ayam yang mulai matang di kuali. "Nanti kena percikan minyak lho, Nak."
"Zyo bosan gak ada teman main," ucapnya sembari menundukkan kepala.
Sumi tak tega melihatnya, langsung mencuci tangan dan mendekati Zyo. Berlutut di hadapan Zyo, sembari tersenyum lebar.
"Zyo mau Nek Sum antar ke rumah Bunda Nisa?" tanya Nek Sum yang langsung dijawab Zyo dengan gelengan kepala. "Jadi Zyo maunya gimana, biar Nek Sum lakuin."
Belum sempat Zyo menjawab pertanyaan Sumi, terdengar suara bel pintu berbunyi. Sumi langsung mematikan kompor, dan lantas bergegas ke depan setelah meminta Zyo untu menunggunya sebentar. Zyo melangkah mengikutinya jauh di depan. Sesaat menoleh ke jam dinding saat melewati ruang TV, yang masih menunjukkan pukul tiga sore. Zyo sangat hapal jam pulang kerja Dimas, dan biasanya selalu jam lima yang dia tandai saat kedua jarum jam sama-sama menempel di angka lima. Dan sekarang belum waktunya Dimas pulang. Zyo malah berharap, Ameliya kembali bersama Zenia untuk bermain bersamanya.
"Bapak," ucap Sumi yang langsung membuat Zyo menghentikan langkahnya di belakang Sumi dengan ekspresi ketakutan. Ada Doni di sana, berdiri di hadapan Sumi dengan dua bungkusan di kedua tangannya yang entah apa itu.
Zyo tampak mundur beberapa langkah. Dia berpikir, kedatangan Doni karena ingin memarahinya akibat membiarkan Zenia terjatuh dari tempat tidur. Doni yang melihat Zyo ketakutan, berusaha mendekat, namun Zyo malah berlari masuk ke kamar sembari jembali menangis. Doni yang berniat menyusul terhenti saat Sumi dengan sopannya menahannya.
"Maaf, Pak, bukan bermaksud tidak sopan, tapi tadi Mbak Ameliya berpesan untuk tidak memberi izin siapa pun masuk kecuali Mas Dimas."
"Tapi saya Opanya, ayah dari Dimas. Kenapa malah saya tidak diizinkan masuk?!" ucap Doni kesal bukan main mendengar usiran halus Sumi terhadapnya.
"Maaf, Pak, saya cuma mengikuti perintah. Kalau bapak mau, tunggu sebentar di teras, saya coba hubungi Mbak Ameliya sebentar."
Doni menghela napas kesal. Melangkah ke luar dari rumah, dan langsung duduk di kursi besi yang tersedia di teras rumah Ameliya. Sumi kembali menutup dan mengunci pintu dari dalam, menarik napas panjang lantas mengembuskannya cepat. Sumi berlari kecil menuju meja telepon berada, lantas meraih gagang telepon dan menekan beberapa angka sesuai yang dia lihat di kertas yang tertempel di dinding yang bertuliskan nama Ameliya di sana.
"Mbak, Pak Doni datang, Mbok harus gimana?" tanya Sumi terdengar panik karena takut Doni malah murka padanya.
***
Jordi terdiam, sedih bukan main saat melihat sang adik kecilnya duduk bak seperti mayat hidup di atas tempat tidur. Kedua matanya tertutup, tubuhnha lebih kurus dari sebelumya. Seharusnya dia menjadi remaja aktif yang sedang bahagia-bahagianya di sekolah tingkat SMA. Namun kini dia malah menderita karena lelaki.
Tatapan sinis penuh amarah melayang ke Jordi dari seorang wanita yang duduk di kursi di sudut ruangan kamar perempuan cantik itu. Seorang pria bertubuh berisi dan tinggi tegap berdiri di belakang wanita yang tampak memiliki mata sembab akibat menangis tanpa henti. Jordi tahu apa yang menjadi alasan keduanya menjurus kan tatapan tajam ke arahnya, dan bukannya menyambutnya hangat setelah bertahun-tahun tidak pulang karena terjerat kasus. Rico sudah menceritakan segalanya di mobil, dan Jordi sendiri selain emosi bukan main mendengar masalah yang menyebabkan Mikha terbujur tak berdaya di kamar tidurnya, Jordi juga merasa menyesal bukan main karena secara tidak langsung, kasus yang menimpa Mikha, karena ulahnya selama ini.
"Anak kurang ajar!!!" bentak wanita itu sembari berlari menyerbu Jordi dan memukulinya berulang kali. Rico dan pria itu berusaha melerai keduanya. Rico menarik tubuh Jordi sedangkan pria itu berusaha menarik jauh tubuh sang istri dari Jordi.
"Semua ini karena kamu!!!" bentaknya lagi. "Kamu yang berbuat, adik-adikmu yang nanggung karmanya!!"
Jordi menundukkan kepala. Dia kembali teringat sumpah serapah yang pernah dilayangkan tetangganya, saat Jordi menjadi penyebab kematian sang anak. Jordi yang tak bisa menahan napsunya, tanpa sadar melakukan hal yang tidak senonoh padanya. Sumpah serapah sang ibu kini menjadi nyata. Adik kecil yang selalu dia jaga sekuat tenaga dari napsu lelaki di luar sana, malah kini menjadi korban saat dirinya lengah. Andai saja tidak ada kejadian masuk ke dalam penjara, mungkin saat ini Mikha masih baik-baik saja. Berteriak memanggil namanya sekedae menyambutnya yang baru ke luar dari penjara dengan penuh suka cita.
"Sekarang, kau lihat oerbuatanmu. Secara gak langsung, kaulah yang menjadi penyebab adikmu seperti ini. Kaulah lelaki b*****t itu!" bentak wanita itu lagi.
Bagai disambar petir rasanya Jordi mendengarnya. Dia tidak percaya, Sang ibu akan mengucapkan kalimat sesakit itu padanya.. Jordi mengalihkan pandangan ke Mikha yang sesaat terbatuk namun tak kunjung membuka matanya. Entah apa yang kini terjadi padanya, hingga suara teriakan pun, tak mampu membawanya membuka kedua matanya yang masih tertutup rapat.
"Kau puas sekarang?" tanya wanita itu lagi. "Apa sekarang kau puas? Jawab pertanyaanku!!!"
Jordi menjatuhkan tubuhnya ke lantai, berlutut sembari menangis tak tertahankan. Dia tampak menyesali segalanya, bahkan ingatanya tentang Audy, yang selalu membentaknya pun berputar di kepala. Ada ketakutan yang seketika hadir di dalam diri Jordi. Dia takut, apa yang dialami Audy, kembali terjadi entah sama siapa di keluarganya. Bisa jadi anaknya kelak.
Jordi menangis sejadi-jadinya. Pria tegap yang semula menatapnya tajam denga rahang tegasnya, kini tampak melunak. Meminta Rico membawa sang istri ke luar dan membiarkan ya bertiga bersama Jordi dan Mikha yang masih tertidur. Pria itu duduk di hadapan Jordi, bersila dan menatap nanar ke Mikha.
"Kau tau, Jordi, sudah sejak lama bapak membayangkan hal ini akan terjadi pada Mikha." Jordi mengarahkan tatapannya ke pria yang masih menatap Mikha nanar. "Tepatnya sejak kamu melakukan hal itu pada tetangga kita. Kau tau, Mikha punya impian besar dalam hidupnya, bahwa dia bisa tetap menjadi gadis suci sampai dia menikah. Namun ternyata impiannya tu kini tinggal khayalan yang tidak mungkin jadi nyata." Pria itu mengarahkan tatapannya ke Jordi. "Mikha sudah hamil tiga bulan, Jor. Itulah kenyataan yang berhasil menghapus impian besarnya itu."
Jordi kaget bukan main. Berita demi berita buruk terus saja menghujam jantungnya. Tubuh Jordi tak kuasa lagi menahannya. Dia semakin terkulai lemas, hingga benar-benar duduk di lantai tak lagi berlutut. Jordi kembali menangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.