2. Koleksi Mantan? Why Not?

1020 Kata
"Sena, sini lo cepat! Sini, buruan!" Sebuah suara membuat Sena langsung menoleh dengan gerakan cepat, lalu melengos tak bertenaga mengetahui sosok yang terus-menerus memanggil dirinya. Bisa dibilang Sena yang tak cupu-cupu amat lumayanlah berpengalaman dalam asmaraloka. Karena mantan-mantan pacarnya terbukti cogan plus-plus semua. Kalian pada tak paham arti plus-plus? Nih, ya, Sena kasih tahu, plus-plus yang dimaksud yakni kelebihan sang mantan-mantan yang pernah gadis cantik itu pacari memiliki kecerdasan di atas rata-rata dan multitalenta di Jewel High School. Berbanding terbalik dengan dirinya yang cuman bermodalkan air wudu. "Apa, sih, Chel? Kok, lo kayak lagi buru-buru gitu, sih?" Sena mendekati seorang cewek berwajah ayu duduk di bangkunya dengan raut wajah yang super kusut, sang sahabat tersayang—Rachel. "Sen, kenapa lo nggak bilang kalo doi cuman nggak enak nolak pernyataan serius gue? Bukan artian benar-benar suka?" Gadis itu secara bertubi-tubi melayangkan pertanyaan. Sena sejenak memalingkan wajah, bersabar saat mendengar Rachel menggerutu sambil misuh-misuh. "Salah lo sendiri juga, kok. Orang gue udah nasehatin dari jauh-jauh hari, tapi lo aja yang ngeyel melulu." Seperti yang Rachel omongkan, dirinya asal dituduh menjerumuskan gadis itu ke dalam hubungan cinta sepihak. Jelas-jelas Rachel yang enggan mendengarkan masukan. Sena yang Maha Benar ini bisa berbuat apa? "Lo nyebelin banget, Na," cibir Rachel. Cewek itu melampiaskan seluruh kesalahan pribadinya yang diterima dengan lapang d**a oleh Sena. "Iya-iya, gue tau. Maaf." Akhirnya Sena memilih mengalah. Sena hobi gonta-ganti pasangan tiap minggu, dia, tuh, orangnya apa-apa mudah bosan. Sebenarnya ada suka dan dukanya kalau pergi kencan berdua bersama mantan pacar yang merupakan cogan-cogan yang paling hits di Jewel High School. Enaknya, sih, ya, bisa berlama-lama menikmati beberapa anugerah Tuhan yang paling sempurna, sementara yang menyebalkan ... jika berada di tempat umum, Sena kadang dicueki saat mereka sedang tebar pesona ke cewek-cewek. Biasalah, mereka bakalan mencari cewek baru buat jadi selingkuhan. Mantan-mantan Sena punya satu kebiasaan yang sama—sama-sama suka ngeles. Bilangnya lagi kerja kelompok, padahal aslinya lagi jalan bareng cewek lain di belakang. Coba katakan. Sena kurangnya apa? Meski berwajah standar, tetapi dia orang yang sangat setia. Iya, sangat setia jagain jodoh-jodoh orang, hehe. Yah, Sena tidak keberatan diduakan atau diselingkuhi, tetapi gadis itu paling anti sama yang namanya penghianat. Sena benci dan muak kalau melihat orang yang munafik, apa lagi berhadapan langsung. Hanya satu pertanyaan besar yang selalu mampir di kepalanya. Mengapa cowok itu sering berbohong dan suka mengumbar janji manis? Terlebih kalau ketahuan selingkuh sama cewek selain pacarnya, masih saja terus menyangkal habis-habisan. Anyway, untuk apa coba berbohong terus-menerus jika akhir sesungguhnya akan selalu terungkap? Well, bisa jadi dia hanya ingin menjaga harga diri di depan pacarnya itu, kan? Namun, yang namanya selingkuh, meski baru berniat selingkuh saat itu juga nilai plusnya sebagai cowok sejati akan jatuh. Sena tidak habis pikir. Konon katanya, cowok selingkuh itu tandanya dia sudah tak merasakan kebahagiaan di diri sang pacar, tetapi masa, sih? Menurut Sena, konklusinya hanya ada dua. Pertama, orang ketiga yang menggoda duluan. Yang kedua, si cowok yang sudah tak bisa menjaga pandangan alias jelalatan. Kedua jawaban ini diperoleh Sena dari pakarnya langsung—Cecil, ibunya yang mengajarkan banyak pengetahuan dasar tentang lelaki ke Sena sebelum gadis itu mendapatkan kemampuan spesial yakni membaca pikiran setiap lelaki yang lewat di depannya. "Lo tau tentang rumor Ketua Biotek di sekolah kita nggak, Na?" Buset, Rachel memulai seminarnya, tidak mengenal siapa yang disinggung ... asal ganteng, perempuan berbusana sederhana itu pasti akan terus membahasnya. Sena menggeleng malas, enggan meladeni. "Lo betul-betul nggak tau?" Tatapan kaget Rachel seolah melihat makhluk dari zaman purba baru muncul. Sena lagi-lagi menggeleng jengah, merutuki mulut yang mengeluarkan suara toa hingga menyita perhatian seisi kelas. "Emang Ketua Biotek itu siapa, sih? Cewek atau cowok? Lo, kan, tau kalo gue lebih suka jalan-jalan sama cowok gue sekalian meneliti isi kepalanya tiap saat." Sena menjawab seadanya, tetapi membuat Rachel menganga lebar, skeptis. Siapa yang bakalan tahan sama Sena yang hobinya mencuci otak cowok sampai bertekuk lutut begitu selain Rachel? Bukannya dia mau sombong, tetapi ini adalah fakta. "Cowok! Bisa nggak kalo lagi kita ngobrol, jangan bahas tentang isi kepala cowok-cowok lo yang sampah itu? Gue capek dengarnya." Mantan-mantannya sampah? Ingin ditampik bagaimanapun, Sena tak bisa mengelak kenyataan itu. Meski sang mantan sudah menduakan, tetap saja gadis itu tak pernah merasa jera menjalin hubungan bersama orang yang satu spesies dengan mantan sebelumnya. Sena tak bodoh kayak karakter cewek-cewek di novel romantis picisan, gadis itu masih tergolong waras untuk tidak menyimpan rasa sayang yang overdosis kepada mantan-mantan pacarnya. Wajah tanpa polesan make up milik Sena tampak mengerut tak suka, lalu tak lama kembali seperti sedia kala. "Ya, kayaknya nggak bakal bisa. Gue perlu banget self healing juga biar nggak stress mulu sama kelakuan minim akhlak mereka semua." Tidak berselang lama bel telah istirahat berbunyi, Sena bergegas mengajak Rachel pergi ke kantin agar cacing-cacing di perut berhenti mendemo, mereka takut berkeringat karena berdesak-desakan dengan lautan manusia yang mungkin akan langsung berbondong-bondong datang kemari. Secara garis besar, keduanya amat gengsi kalau sampai bau keringatnya menyengat dan malah jadi masalah yang rumit kelak, begitulah menurut pandangan gadis-gadis itu. Setibanya di kursi ketiga paling pojok, Sena dan Rachel memesan makan siang sesuai menu makanan yang tersedia di sana. "Kalo lo pengin tau siapa cowok yang lagi menarik perhatian gue, ya si Dika itu." Sena mengulum senyum tak tahan melihat wajah syok Rachel. Bikin ngakak, sumpah! Rachel terbatuk-batuk, tersedak air pelepas dahaga dari jus mangga yang baru sampai di meja makan beberapa detik yang lalu saat mendengar Sena yang secara gamblang menceritakan ketertarikannya pada seseorang. "Serius lo suka sama si Dika Aristo?" Sena menaikkan kedua alisnya. Ada yang salah dengan ungkapan bahwa dadanya yang berdebar kencang saat menatap Dika dari kejauhan? "Bukannya hal normal kalo kita sebagai remaja cewek suka sama lawan jenis?" Rachel tidak bisa berkutik tatkala Sena menatap sendu—tidak, lebih tepatnya sedang menuntut jawaban lain dari gadis itu. "Y-ya, omongan lo nggak salah, Na. Normal, tapi satu sekolah kalo tau ini, pasti setuju sama gue." Rachel mengusap wajah gusar. Kebingungan memilah analogi yang cocok menggambarkan situasi sekarang, sahabat Sena itu tak ingin memojokkan teman sendiri. Mengoleksi mantan cogan plus-plus. Why not? Akan tetapi, Sena, kan, tidak seharusnya menyukai tunangan orang dan membabatnya, kan?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN